Posts Tagged ‘contoh askeb pada ibu hamil’

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum,  yang menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah lues connate, syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.

Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tapi sesudah tahun 1860, morbiditas penyakit ini menurun dengan cepat. Selama perang dunia ke II, insiden sifilis meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin menurun dengan cepat. Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada umumnya menurun sekitar tahun 1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan peningkatan insiden primer dan sekunder pada wanita usia subur yang berumur 15-29 tahun. Di samping itu, sifilis congenital merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.2

Gambaran klinis sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini (timbul sebelum usia 2 tahun), serta sifilis kongenital lanjut (timbul setelah usia 2 tahun). Hampir semua kasus sifilis didapat melalui kontak seksual langsung dengan lesi dari individu yang terjangkit sifilis aktif primer ataupun sekunder. Sifilis dapat ditransmisikan secara kongenital dari ibu yang terinfeksi melalui plasenta ke janin. Transmisi lain yang mungkin namun jarang terjadi termasuk transfusi darah, kontak personal non seksual, inokulasi langsung yang tidak disengaja. Prinsip pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan, baik pada ibu hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi dilakukan secara bertahap, biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. A. Definisi

Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis.3 Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.

Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.

  1. B. Epidemiologi

Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada Negara berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30 tahun. Empat puluh persen wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan mengakibatkan penularan pada janin.

  1. C. Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri empat dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfuse dapat hidup tujuh puluh dua jam.

Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :

  1. Kontak langsung :
    1. sexually tranmited diseases (STD)
    2. non-sexually
    3. Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
  2. Transfusi : Syphilis d’ emblee, tanpa primer lesi
  3. D. Klasifikasi

Menurut World Health Organization (WHO) secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Sifilis kongenital (bawaan)

2. Sifilis akuisita (didapat)

Sifilis kongenital dapat berbentuk :

1. Sifilis kongenital dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun)

2. Sifilis kongenital lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun)

E.  Patogenesis

Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis congenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.

Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin.

  1. F. Gambaran Klinis

Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.

  1. Sifilis kongenital dini

Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir.

Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut :

a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

b.Kelainan membrane mukosa :

Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer tetapi kemudian menjadi pekat, purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian makanan.

c.  Kelainan kulit, rambut dan kuku

Dapat berupa makula eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki. Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik (kondiloma lata). Pada kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku, alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.

  1. Kelainan tulang

Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya meningkat dan tidak teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan gambaran seperti gigi gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu sedangkan periostitis setelah 16 minggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas.

  1. Kelainan kelenjar getah bening : terdapat limfadenopati generalisata
    1. Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia
    2. Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan uveitis
      1. Kelainan hematologi : anemia, eritroblastemia, retikulositosis, trombositopenia, diffuse intravascular coagulation (DIC)
      2. Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan intelektual1
      3. Sifilis kongenital lanjut

Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah jumlah penderita tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif. Titer serologis sering berfluktuasi, sehingga jika dijumpai keadaan demikian, dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat di bedakan dalam 2 tipe :4

a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut

Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea, tulang, dan sistem saraf

pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut :

1. Kornea : Keratitis Intersisial

Biasanya terjadi pada umur pubertas, dan terjadi bilateral. Pada kornea timbul pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera. Keadaan ini dimulai dengan peradangan perikorneal berat dan kemudian berlanjut dengan perselubungan difus kornea oleh bayangan putih tanpa adanya ulserasi pada permukaan kornea, terjadi pada 20-50 % kasus sifilis kongenital lanjut.

2. Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)

Mengenai kedua lutut, yang akan mengakibatkan terjadinya bengkak tanpa nyeri yang simetris.

3. Sistem saraf pusat

Lesi pada sistem saraf pusat dapat terjadi pada sifilis kongengital lanjut. Biasanya yang menjadi tanda lesi SSP pada sifilis kongenital adalah dengan adanya kelemahan umum (generalized paresis) dan renjatan.

b. Stigmata sifilis kongenital

Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital,akan tetapi  hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.Ditemukannyastigmata ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.Pada stigmata sifilis  kongenital, hal penting yang perlu diperhatikan adalah adanya trias Hutchinson, yaitu :4

1. Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji

2. Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa ilserasi permukaan kornea.

3. Ketulian karena ganguan nervus akustikus (N.VIII). Ketulian biasanya terjadi mendekati masa pubertas, tetapi kadang-kadang terjadi pada umur pertengahan.

Selain itu ditemukan pula kelainan sebagai berikut :

1. Neurosifilis

Dapat juga menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat. Tabes dorsalis agak jarang dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan pada orang dewasa. Kejang juga sering terjadi pada kasus sifilis kongenital ini.

2. Tulang dan palatum

Terjadi sklerosis, sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre), tulang frontal yang menonjol, atau dapat juga terjadi kerusakan akibat gumma yang menyebabkan destruksi terutama pada septum nasi atau pada palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi pada sifilis kongenital.

3. Gigi molar Mulberry (Mulberry’s molar)

Biasanya pada molar I dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang hiperplastik dengan permukaan oklusal yang mendatar (flattening) serta diliputi oleh serbukan yang menandakan kerapuhan gigi.

4. Sifilis rinitis infantil dan nasal chondritis

Fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis infantil. Nasal chondritis merupakan kelainan yang disebabkan oleh pendataran tulang pembentuk hidung, gambaran ini biasa disebut dengan saddle nose.3,4,8

  1. G. Diagnosis

Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum. Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema. Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :

a) T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesmen klinis

b) Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang didapat transplasental

c) Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi

Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS digunakan dua criteria, yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang direvisi dan kriteria Kaufman yang dimodifikasi.

1)      Kriteria Kaufman yang dimodifikasi.

  • Pasti (definite)

Dijumpai T.pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan histologik

  • Sangat Mungkin (probable)

1. Peningkatan titer VDRL dalam waktu 3 bulan atau tes serologic untuk sifilis (TSS) reaktif yang tidak berubah menjadi non reaktif dalam waktu 4 bulan

2. Satu kriteria mayor atau dua minor dan disertai TSS reaktif atau tes FTA reaktif

3. Satu kriteria mayor dan satu kriteria minor

  • Kriteria mayor berupa kondiloma lata, osteokondritis, periostitis, rhinitis, rhinitis hemoragik
  • Kriteria minor berupa fisura pada bibir, lesi kulit, mucous patch, hepatomegali,splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan SSP, anemia hemolitik, sel cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100.2

2)      Kriteria CDC yang di revisi

  • Pasti (confirmed)

Diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap

  • Tersangka (presumtive)

1. Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat pengobatan tidak adekuat selama kehamilan

2.  Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :

– Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik

– VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain.

– Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif

3.  Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)

Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat janin ≥500 gram pada wanita yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak adekuat saat melahirkan.

  1. H. Penatalaksanaan

Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :

1) Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).

Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalamaquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.

2) Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama

infgeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)

Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.

3) Neurosifilis

Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin long acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu.

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :

a) Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan/radiologik,

b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya

c) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak

diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.

d) Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis

e) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.

f) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau

g) Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.

Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa diamati.  Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis pasti secara klinis atau serologik. Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung usia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu, diberikan tipa 12 jam, usia 1 minggu – ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.2

  1. 1. Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998
  • Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis

Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.

  • Bayi normal

a)      Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :

Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau penisilin

prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu), atau

benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal

b)      Ibu sifilis laten lanjut, atau

c)      Ibu mendapat terapi eritromosin atau obat selain penilin, atau

d)     Ibu mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau

e)      Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema tidak

turun 4 kali lipat, diberikan : Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal

f)       Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema turun 4 kali lipat, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan

g) Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama kehamilan, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologic. Menurut CDC 1998, diluar masa neonatus, anak yang didiagnosis sifilis congenital harus diperiksa CSS untuk menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis congenital atau sifilis didapat. Semua anak yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan kelainan neurologik diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam selama 10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.

  1. 2. Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin

Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.

  1. 3. Pemeriksaan Setelah Pengobatan

Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa infeksi ulang sering terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan 6-12 bulan setelah pengobatan. Penderita yang diberi pengobatan selain penisilin harus lebih sering diperiksa.

a. Semua penderita sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis harus diamati bertahun-tahun,termasuk klinis, serologis dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dan bila perlu radiologis.

b.  Pada semua tingkat sifilis, pengobatan ulang diberikan bila :

a)  tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang persisten atauberulang.

b) Terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kali pengenceran ganda.

c) Pada mulanya tes nontreponemal dengan titer tinggi (> 1/8) persisten bertahuntahun.

d) Harus dilakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang setelah diberi pengobatan, kecuali ada infeksi ulang atau diagnosis sifilis dini dapat ditegakkan.

e) penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun. Pada umumnya hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup pada penderita akan stabil dengan titer rendah.9

  1. I. Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada sifilis kongenital antara lain sebagai berikut :

1. Iktiosis lamellar

Kelainan ini berisfat autosomal resesif, timbul pada waktu lahir. Lokalisasinya lipatan tubuh, batang tubuh dan monomorf. Efloresensinya sisik-sisik besar datar dan bewarna gelap.

2. Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)

Lesi kulit menyeluruh, bula eritematosa, ukuran cukup besar, superficial, dan mudah pecah. Seringkali dijumpai pada bayi. Pada penyembuhan tampak jaringan parut, hal ini disebabkan oleh peran epidermolytic toxin, cleavage plane dalam stratum granulosum sehingga terjadi pengumpulan cairan dalam bula secara pasif.

3. Staphylococcal scarlatiniform eruption

Lesi kulit menyeluruh, berupa macula eritematosa di sekitar bibir, hidung, leher, dan aksila. Kemudian menyebar ke seluruh badan namun

4. Toxic shock syndrome

Kelainan kulit berupa eritroderma yang menyeluruh dapat berbentuk komponen petekie maupun skarlatiform.

5. Malnutrisi (Marasmik-kwashiorkor)

Pada keadaan malnutrisi ini, pada kulit dapat ditemukan hiperpigmentasi, likenifikas, deskuamasi, eskoriasi, dan edema. Pada mukosa mulut timbul erosi, rambut halus, lurus, mudah di lepas, dan muka seperti orang tua.

6. Morbili kongenital

Adanya bercak koplik, yakni bercak kecil sebesar jarum pentul berwarna kemerahan terletak di daerah mukosa di depan gigi molar, ruam berwarna kecoklatan. Di daerah muka, leher, dan bagian tubuh sebelah atas ruam tampak bersatu, sedangkan di tubuhbagian bawah ruam  menyebar

7. Dermatitis seboroik

Karakteristik lesi adanya sisik, kemerahan dengan daerah predileksi muka, kulit kepala dan lipatan kulit, skuamanya berminyak, berwarna kekuningan dengan batas tidak tegas

8. Infantile acne (acne neonatorum)

Secara klinis, akne neonatorum merupakan erupsi polimorf dengan eritema, pustule,

komedo pada pipi13,14,15

  1. J. Pencegahan

Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah identifikasi dan pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan dengan menggunakan penisilin dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi (VDRL dan TPHA) harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat kunjungan pertama, sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan ulang pada usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Apabila dijumpai hasil tes seropositif, harus diberikan pengobatan. Namun, kehamilan kadang menimbulkan tes nontreponema positif palsu, dan pada keadaan seperti ini dilakukan anamnesis yang rinci, pemeriksaan fisik cermat dan pengamatan serologik. Bila tidak memungkinkan, diberikan terapi, terutama bila titer pada pemeriksaan VDRL > 1:2 pada pemeriksaan pertama.

Bayi dengan test serologik reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa kali setelah pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes treponema reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak memiliki antibody maternal, membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang reaktif 6 bulan setelah terapi sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang, demikian pula bila titer menetap.

  1. k. Prognosis

Prognosis sifilis kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan yang terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak jaringan yang rusak dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya. Kelainan yang ditimbulkan stigmata sifilis kongenital akan menetap, misalnya gigi huchinton, keratitis interstitial, ketulian nervus VIII, dan Clutton’s joint. Meskipun telah diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap positif.

BAB III

Asuhan Kebidanan Pada ibu Hamil dengan Sífilis Kongenital

DATA SUBJEKTIF

Seorang ibu hamil dengan umur kehamilan 28 minggu hamil anak pertama , mengeluh flu, seperti demam dan pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan tangan .Ibu mengatakan suaminya menderita sífilis serta belum teratasi .Ibu merasa cemas jika ibu dan bayi yang dikandungnya tertular sífilis. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak mengetahui aktivitas suaminya diluar rumah. Ibu khawatir suaminya sering ‘jajan‘ mungkin tidak menyadari kalau dirinya sudah mengidap penyakit sifilis.

DATA OBJEKTIF

1. pemeriksaan fisik

  1. Keadaan umum           : baik               kesadaran        : CM
  2. Status emosional         : stabil
  3. Tanda vital                  :

Tekanan Darah            : 120/90 mmhg

Suhu                            : 37,5 ˚C

Nadi                            : 88 x/menit

Pernafasan                   : 22x/menit

d.  BB/TB                         : 55kg/ 150cm

e. Status Gizi                     :

IMT                             : 55/(1,5)2 = 24,4

LILA                           : 24 cm

e.  Genetalia                      : luka kemerahan dan basah didaerah vagina

f.  Ekstrimitas                    : ruam ditelapak kaki dan tangan

ASSESMENT

  1. Diagnosa Kebidanan

Ny ‘S’ umur 25 tahun G1P0Ab0Ah0 UK : 28 minggu dengan sífilis kongenital

  1. Masalah

Ibu mengatakan cemas bila ibu dan bayi yang dikandungnya tertular sífilis kongenital.

  1. Kebutuhan

– KIE tentang penyakit sifilis  kongenital dalam kehamilan.

– KIE cara penularan sifilis dari ibu ke bayi yang dikandungnya.

  1. Diagnosa potensial

Ibu hamil dengan asma berpotensi terjadi kerusakan kulit,hati,limpa, dan keterbelakangan mental pada bayi.

  1. Masalah potensial

Tidak ada

  1. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
    1. Mandiri

Tidak dilakukan

  1. Kolaborasi

Pemeriksaan laboratorium di Laboratorium ‘CITO’ untuk pemeriksaan kimia darah, ureum,kreatinin,GDS

c. Merujuk

Merujuk ke dr. Ahsanudin SpOg bagian kebidanan Rumah sakit dr. Sarjito untuk pengobatan dan penanganan lebih lanjut.

PLANNING

  1. Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dirasakannya yaitu :flu, demam, pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan tangan merupakan tanda- tanda sifilis

Ibu memahami bahwa keluhan yang dialaminya adalah gejala- gejala sifilis.

  1. Menganjurkan dan menjelaskan pada ibu tentang teknik relaksasi, pengurangan rasa nyeri dan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan mengganti alat tenun yang kotor.

Ibu memahami tentang teknik relaksasi, pengurangan rasa nyeri dan menciptakan lingkungan yang nyaman.

3. Menganjurkan ibu untuk banyak minum, memakai pakaian yang tipis dan longgar ,dan melakukan kompres apabila demam dengan menggunakan air hangat di dahi dan lengan.

Ibu mengerti dan bersedia untuk melaksanakan anjuran bidan.

4. Menganjurkan ibu untuk melibatkan keluarga dalam perawatan agar ibu mendapatkan support dan dukungan dari keluarga sehingga mempercepat proses penyembuhan.

Ibu mengerti dan keluarga bersedia untuk terlibat dalam proses pengobatan dan perawatan ibu.

5.  Menganjurkan ibu dan suami untuk tidak berganti- ganti pasangan karena hal ini dapat menyebabkan penyakit menular seksual dan dapat menyebabkan penyebaran dari penyakit menular seksual menjadi lebih luas.

Ibu mengerti penjelasan bidan dan bersedia untuk tidak berganti- ganti pasangan begitu juga dengan suami.

6.  Menjelaskan pada ibu tentang teknik pengurangan rasa nyeri yaitu dengan pengompresan dengan air hangst pada daerah yang nyeri, dan meminimalisir terjadinya sentuhan atu gesekan pada daerah yang yang nyeri.

Ibu mengerti penjelasan bidan dan bersedia melaksanakan

  1. Menjelaskan pada ibu bahwa sifilis bisa menimbulkan komplikasi pada ibu dan bayi sehingga ibu harus menjaga kondisinya agar tidak terjadi komplikasi.

Ibu memahami penjelasan bidan dan akan selalu menjaga kondisinya.

  1. Menganjurkan ibu untuk pemeriksaan laboratorium di laboratorium ‘CITO’ untuk pemeriksaan kimia darah, ureum,kreatinin,GDS.

Ibu bersedia melakukan pemeriksaan laboratorium di Laboratorium ‘CITO’

  1. Merujuk ibu ke dr. Ahsanudin SpOg bagian kebidanan Rumah Sakit dr. Sarjito untuk pengobatan dan penanganan lebih lanjut.

Ibu bersedia dirujuk ked dr. Ahsanudin SpOg bagian kebidanan Rumah Sakit dr. Sarjito untuk pengobatan dan penanganan lebih lanjut.

10.  Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang satu bulan lagi atau jika ada keluhan.

Ibu bersedia datang satu bulan lagi atau jika ada keluhan.

DAFTAR PUSTAKA

–                Murtiastuti D. Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor. BukuAjar Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2008.145-148.

–                Webmaster. Trepronema Pallidum. Disitasi dari :http://www.medgadget.com/_archives/img/treponema.htm pada tanggal : 18 Februari 2009. Last Update : Januari 2009.

–                Webmaster. Shypilis. Disitasi dari : http://www.uveitis.org/images/syphil1.htm pada tanggal : 18 Februari 2009. Last Update : Januari 2009.

–                Department of Health and Human Services of USA. Congenital Shypilis – United State 2002. Disitasi dari :http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5331a4.htm pada tanggal :18 Februari 2009. Last Update : July 2008.

–                Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.

Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering dalam bentuk spora lalu diterbangkan angin. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.

Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.

Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.

Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. A. DEFINISI

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.

  1. B. PENULARAN TUBERKULOSIS

Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 – 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuman TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer selama 4 – 6 minggu.            Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis antara lain hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, bronkiectasis dan fibrosis pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai menjadi kronik yang tetap menular (WHO 1996).
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Gejala umum tuberculosis antara lain batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.Gejala lain yang sering dijumpai antara lain dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan.

  1. C. TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN
    1. 1. Efek tuberculosis terhadap kehamilan

Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru .

Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.

Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.

Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB.

Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB.

Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.

Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

  1. 2. Efek tuberculosis terhadap janin

Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999  tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 )

Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

  1. 3. Tes Diagnosis TB pada Kehamilan

Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.

Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.

Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.

Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari tuberkulin tes.

Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin.

Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.

Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.

  1. 4. Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB

Regimen yang sama direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB maupun wanita non hamil dengan TB kecuali streptomycin. penggunaanPyrazinamide dalam kehamilan masih menjadi perdebatan.

  1. 5. Peran Perawat dalam Kehamilan dengan TB

Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.

Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.

Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN

Ny “D” umur 30 tahun G2P1Ab0Ah1 UK 30 minggu

hamil dengan penyakit TBCdi RSUD Wirosaban

DATA SUBJEKTIF

Ny. Deswari (30 tahun) mengatakan hamil ke-2, umur kehamilan 30 minggu,

HPMT  13 September 2009

Keluhan utama ;

  • Ibu mengeluh batuk terus hingga sesak napas, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun,susah tidur dan panas
  • Ibu mengatakan pernah menderita TBC ketika masih SMA dan dalam keluarga satu rumah sedang ada yang menderita TBC.

DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum agak lemah, batuk,

BB     : 50 kg

LILA : 22,5 cm

Tanda Vital:

TD                   : 110/70 mmHg

S                      : 36ºC

N                     : 84 x/menit

RR                   : 22 x/ menit

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun

·Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah

·Palpasi : Fremitus suara meningkat .

·Perkusi: Suara ketok redup.

·Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang meyenangkan

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

· Darah

sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif.

· Sputum

Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru

· Test Tuberkulosis

Mantoux test positif

ASSESMENT

  1. Diagnosis kebidanan

Ny “D” umur 30 tahun G2P1Ab0Ah1 UK 30 minggu hamil dengan penyakit TBC

  1. Masalah

Ibu merasa cemas dengan kehamilannya

  1. Kebutuhan

KIE tentang TBC dalam kehamilan

  1. Diagnosis potensial

Berpotensi terjadinya hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah), kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

  1. Masalah potensial

Tidak ada

  1. Tindakan
  2. Mandiri

Tidak ada

  1. Kolaborasi

Kolaborasi dengan dokter spesialis paru-paru

  1. Rujukan

Tidak ada

PENATALAKSANAAN

  1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami TBC dalam kehamilan.

Ibu sudah mengetahui tentang keadaannya

  1. Menjelaskan kepada ibu tentang TBC dalam kehamilan

Ibu mengerti dan paham dengan penjelasan yang diberikan

  1. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis paru-paru
  2. Memberikan obat INH, PAS, rifadin dan streptomisin

Ibu telah diberi obat

  1. Memberitahu ibu untuk selalu rutin dan taat minum obat

Ibu bersedia untuk rutin minum obat

  1. Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat, makan yang teratur dan minum obat sesuai anjuran

Ibu bersedia mengikuti saran yang diberikan

  1. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada keluhan

Ibu bersedia untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada keluhan

BAB IV

PENUTUP

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Karena prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya

DAFTAR PUSTAKA

http://keperawatan-gun.com/2008/06/askep-ibu-hamil-dengan-tbc.html

http://lorenatazo.com/2009/12/ibu-hamil-dengan-penyakit-tbc.html

http://lely-nursinginfo.com/2007/06/pregnancy-and-tuberculosis.html

BAB I

PENDAHULUAN

Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan P. Falciparum.  Badan kesehatan sedunia (WHO) melaporkan tiga juta anak manusia meninggal setiap tahun karena menderita malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280 juta orang sebagai “Carrier” dan 2/5 penduduk dunia selalu kompak dengan malaria.

Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dam mortalitas ibu dan janinnya. Pada ibu menyebabkan anemi, malaria serebral, edema paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin menyebabkan abortus, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian janin. Infeksi malaria pada wanita hamil sangat mudah terjadi karena adanya perubahan sistim imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler maupun imunitas humoral, serta diduga juga akibat peningkatan horman kortisol pada wanita selama kehamilan. Di daerah endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan Prevalensi densitas parasit malaria berat.

Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang asuhan kebidanan ibu hamil dengan penyakit malaria.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Immunopatologi
  1. 1. Respon Imun Terhadap Infeksi Malaria Selama Kehamilan

Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh  limfosit T dan imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper (CD4+) dan sitotoksik  (CD8+) sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkannya dibedakan menjadi subset Th-1 (menghasilkan IFN-dan TNF-) dan subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin tersebut berperan mengaktifkan imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator dengan membantu produksi  antibodi dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan IFN-

Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji antigen  kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+. Selanjutnya sel T  akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2 akan  menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig oleh limfosit B. Ig tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1 menghasilkan IFN- dan TNF- yang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti makrofag dan monosit serta sel NK.

Wanita hamil memiliki risiko terserang malaria falciparum  lebih sering dan lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai “benda asing” di dalam tubuh ibu.

Supresi sistim imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon imun.

  1. 2. Peranan Sitokin Pada Infeksi Malaria

Antigen-antigen parasit merupakan pemicu pelepasan zat-zat tertentu dari sel-sel pertahanan tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan olehmakrofag/monosit dan limfosit T. Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah TNF, IL-1 dan IL-6 sedangkan limfosit T menghasilkan TNF-, IFN-, IL-4, IL-8, IL-10 dan IL-12.

Gambar 2. Mekanisme aksi TNF

(Warren KS. Immunology and Molecular Biology of Parasitic Infections. 3th ed. Boston, Blackwell Scientific Publ. 1993:307)

Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi dari malaria adalah TNF (tumor necrosis factor). TNF- menginduksi terjadinya perubahan pada netrofil yaitu  pelepasan enzim lisosomal, ekspresi reseptor permukaan  seperti reseptor Fc dan integrin, adhesi dan migrasi kemotaktik. Selanjutnya terjadi peningkatan daya adheren sel netrofil terhadap berbagai substrat dan sel sehingga daya bunuh netrofil terhadap parasit meningkat. Selain itu TNF- juga memacu pembentukan sitokin lain seperti Il-1, IL-6, IL-12, IFN-dan meningkatkan sintesis prostaglandin. TNF- juga meningkat-kan ekspresi molekul adhesi seperti ICAM1 dan CD36 pada sel-sel endotel kapiler sehingga meningkatkan sitoadheren eritrosit yang terinfeksi parasit. Peningkatan sitoadheren tersebut meningkatkan risiko malaria serebral. IFN-berfungsi memacu pembentukan TNF- dan juga meningkatkan daya bunuh netrofil. IL-1 bekerja sinergis dengan TNF-sedangkan IL-6 memacu produksi Ig oleh sel limfosit B dan memacu proliferasi dan deferensiasi sel limfosit T. Selain berperan pada mekanisme patologi malaria, sitokin diduga juga berperan menyebabkan gangguan dalam kehamilan. Pada wanita hamil yang menderita malaria terdapat kenaikan TNF-, IL-1 dan IL-8 yang sangat nyata pada jaringan plasenta dibandingkan wanita hamil yang tidak menderita malaria. Sitokin-sitokin tersebut terutama dihasilkan oleh makrofag hemozoin yang terdapat di plasenta.

Telah dijelaskan bahwa kadar TNF-yang tinggi dapat meningkatkan sitoadheren eritrosit yang terinfeksi parasit terhadap sel-sel endotel kapiler. Kadar TNF-plasenta yang tinggi akan memacu proses penempelan eritrosit berparasit pada kapiler plasenta dan selanjutnya akan menimbulkan gangguan aliran darah plasenta dan akhirnya gangguan nutrisi fetus. Bila proses berlanjut dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan fetus sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah. Selain itu peningkatan sintesis prostag-landin seiring dengan peningkatan konsentrasi TNF-plasenta diduga dapat menyebabkan kelahiran prematur.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa selain kenaikan TNF-, IL-1 dan IL-8, selama kehamilan juga didapatkan peningkatan IL-6, Il-2 dan IL-4.

  1. Histopatologi

Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit  berparasit dijumpai di plasenta sisi maternal dari sirkulasi tetapi tidak di sisi fetal, kecuali pada penyakit plasenta. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi. Secara histologis ditandai oleh sel eritrosit berparasit danpigmen malaria dalam ruang intervilli plasenta, monosit mengandung pigmen, infiltrasi mononuklear, simpul sinsitial (syncitial knotting), nekrosis fibrinoid, kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis trofoblas. Terjadi nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang dan akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan adalah penebalan membrana basalis trofoblas, pengurusan mikrovilli fokal menahun. Bila villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti dan terisi eritrosit berparasit dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan ini dapat menyebabkan abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan lahir rendah.

  1. Gejala Klinis

Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/ skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan parasitemia tanpa gejala demam.

Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan.

Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu, sedangkan kekebalan terhadap malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal/ berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar :

  1. Stable transmission / transmisi stabil, atau endemik (contoh : Afrika SubSahara)
    1. Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan nyamuk infektif setiap bulannya
    2. Kekebalan terhadap malaria terbentuk secara signifikan
    3. Unstable transmission / transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik (contoh: Asia Tenggara dan Amerika Selatan)

Orang-orang di daerah ini jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk infektif/tahun. Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/ endemik tinggi akan mengalami:

  1. Peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate pada wanita hamil meningkat 30-40% dibandingkan wanita tidak hamil)
  2. Peningkatan kepadatan (densitas) parasitemi perifer
  3. Menyebabkan efek klinis lebih sedikit, kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang sering terjadi pada primigravida. Anemi tersebut dapat memburuk sehingga menyebabkan akibat serius bagi ibu dan janin. Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang sebagian besar populasinya merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria, kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit maternal berat, kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak hamilyang menderita malaria berat di daerah yang sama.
  1. Etiologi

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (WHO 1981).

Empat spesies Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah :

1. Plasmodium falciparum (P. falciparum)

2. Plasmodium vivax (P. vivax)

3. Plasmodium ovale (P. ovale)

4. Plasmodium malariae (P. malariae)

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P.vivax atau campuran keduanya, sedangkan P. malariae hanya ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan P. ovale ditemukan di Papua.

  1. Diagnosis Malaria pada Kehamilan

Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di dalam:

  1. Darah maternal
  2. Darah plasenta / melalui biopsi.

Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik) bervariasi dari :

  1. Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam tinggi, sampai
  2. Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).

Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas, mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga :

  1. Tidak menimbulkan gejala, misal : demam
  2. Tidak dapat didiagnosis klinik
  1. Diagnosis Malaria

1. Diagnosis Klinis (Tanpa Pemeriksaan Laboratorium)

  1. Malaria ringan/tanpa komplikasi

Pada anamnesis :

1)         Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-gejala lain

2)         Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu terakhir

3)          Riwayat tinggal di daerah malaria

4)         Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria

5)         Pada pemeriksaan fisik :

a)         Suhu > 37,5 0C

b)         Dapat ditemukan pembesaran limpa

c)         Dapat ditemukan anemia

d)        Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadia yang berurutan, yaitu menggigil (15 ­ 60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam)

Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah,dan diare.

  1. Malaria berat

Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah bentuk malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan segera dan intensif. Oleh karena itu pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala malaria berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan mortalitas malaria. Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria berat adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam tifoid, infeksi viral, dll. Hal ini menyebabkan pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan untuk menambah kekuatan diagnosis.

WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai ditemukannya P. falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi/manifestasi klinik berat, yaitu :

1)         Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)

2)         Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)

3)         Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)

4)         Udem paru / ARDS

5)         Kolaps sirkulasi, syok, hipotensi (sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan < 50 mmHg pada anak-anak), algid malaria dan septicemia.

6)         Gagal ginjal akut (ARF)

7)         Jaundice (bilirubin > 3 mg%)

8)         Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)

9)         Asidosis metaboli

10)     Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.

11)     Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.

12)     Hemoglobinuri

13)     Kelemahan yang sangat (severe prostration)

14)     Hiperparasitemi

15)     Hiperpireksi (suhu > 40 0C)

Malaria falsiparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat menjadi berat (complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya.

  1. 2. Diagnosis Laboraturium (dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)

Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada penyakit malaria karena selain dapat mengidentifikasi jenis plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung jumlah parasit sehingga derajat parasitemi dapat diketahui.

Pemeriksaan dengan mikroskop:

  1. Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit

b.Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi

c. Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)

Sedangkan pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah sakit digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) pada sediaan darah.

Metode diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji immunoserologis yang lain, seperti:

1)   Tera radio immunologik (RIA)

2)   Tera immuno enzimatik (ELISA)

Adapun pemeriksaan genetika dan biomolekuler yang dapat dilakukan adalah dengan mendeteksi DNA parasit, dalam hal ini urutan nukleotida parasit yang spesifik, melalui pemeriksaan Reaksi Rantai Polimerase (PCR).

Di daerah yang tidak mempunyai sarana laboratorium dan tenaga mikroskopis, diagnosis malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) tanpa pemeriksaan laboratorium.

  1. Pengaruh Malaria Terhadap Ibu
  1. 1. Anemia

Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga akan menyebabkan anemi. Jenis anemi yang ditemukan adalah hemolitik normokrom.

Pada infeksi P. falciparum dapat terjadi anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit mau-pun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa hidup eritrosit menjadi lebih singkat dan anemi lebih cepat terjadi. Pada infeksi P. vivax tidak terjadi destruksi darah yang berat karena hanya retikulosit yang diserang. Anemi berat pada infeksi P. vivax kronik menunjuk-kan adanya penyebab immunopatologik.

Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan anemi berat terutama di daerah endemis dan merupakan penyebab morta-litas penting. Anemi hemolitik dan megaloblastik pada ke-hamilan mungkin akibat sebab nutrisional atau parasit terutama sekali pada wanita primipara.

  1. 2. Sistim sirkulasi

Bila terjadi blokade kapiler oleh eritrosit berparasit maka akan terjadi anoksi jaringan terutama di otak. Kerusakan endotel kapiler sering terjadi pada malaria falciparum yang berat karena terjadi peningkatan permeabilitas cairan, protein dan diapedesis eritrosit. Kegagalan lebih lanjut aliran darah ke jaringan dan organdisebabkan vasokonstriksi arteri kecil dan dilatasi kapiler, hal ini akan memperberat keadaan anoksi. Pada infeksi P. falciparum sering dijumpai hipotensi ortostatik.

  1. 3. Edema pulmonum

Pada infeksi P. falciparum, pneumonia merupakan komplikasi yang sering dan umumnya akibat aspirasi atau bakteremia yang menyebar dari tempat infeksi lain. Gangguan perfusi organ akan meningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema interstitial. Hal ini akan menyebabkan disfungsi mikrosirkulasi paru.

Gambaran makroskopik paru berupa reaksi edematik, berwarna merah tua dan konsistensi keras dengan bercak perdarahan. Gambaran mikroskopik tergantung derajat parasitemi pada saat meninggal. Terdapat gambaran hemozoin dalam makrofag pada septa alveoli. Alveoli menunjukkan gambaran hemoragik disertai penebalan septa alveoli dan penekanan dinding alveoli serta infiltrasi sel radang.

Edema paru dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler sekunder terhadap emboli dan DIC, disfungsi berat mikrosirkulasi, fenomena alergi, terapi cairan yang berlebihan bersamaan dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, kehamilan, malaria serebral, tingkat parasitemi yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.

  1. 4. Hipoglikemi

Pada wanita hamil umumnya terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang menyebabkan kecenderungan hipoglikemi terutama saat trimester terakhir. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah normal. Di samping faktor tersebut, hipoglikemi dapat juga terjadi pada penderita malaria yang diberi kina secara intravena. Hipoglikemi karena kebutuhan metabolik parasit yang meningkat menyebabkan habisnya cadangan glikogen hati. Pada orang dewasa hipoglikemi sering berhubungan dengan pengobatan kina, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan penyakit itu sendiri. Hipoglikemi sering terjadi pada wanita hamil khususnya pada primipara. Gejala hipoglikemi juga dapat terjadi karena sekresi adrenalin yang berlebihan dan disfungsi susunan saraf pusat. Mortalitas hipoglikemi pada malaria berat di Minahasa adalah 45%, lebih baik daripada Irian Jaya sebesar 75%.

  1. 5. Infeksi plasenta

Pada penelitian terhadap plasenta wanita hamil yang terinfeksi berat oleh falciparum ditemukan banyak timbunan eritrosit yang terinfeksi parasit dan monosit yang berisi pigmen di daerah intervilli. Juga ditemukan nekrosis sinsisial dan proliferasi sel-sel sitotrofoblas. Adanya kelainan plasenta dengan penimbunan pigmen tetapi tidak ditemukan parasit menunjukkan adanya infeksi yang sudah sembuh atau inaktif.

  1. 6. Gangguan elektrolit

Rasio natrium/kalium di eritrosit dan otot meningkat dan pada beberapa kasus terjadi peningkatan kalium plasma pada saat lisis berat. Rasio natrium/kalium urin sering terbalik. Hiponatremi sering ditemukan pada penderita sakit berat dan karena ginjal terlibat dapat terjadi peningkatan serum kreatinin dan BUN.

  1. 7. Malaria serebral

Malaria serebral merupakan ensefalopati simetrik pada infeksi P. falciparum dan memiliki mortalitas 20-50%. Serangan sangat mendadak walaupun biasanya didahului oleh episode demam malaria. Kematian dapat terjadi dalam be-berapa jam. Akan tetapi banyak dari mereka yang selamat mengalami penyembuhan sempurna dalam beberapa hari. Malaria serebral sering dijumpaipada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya. Di Sulawesi Utara mortalitasnya 30,5% sedangkan di RSUP Manado 50%

  1. Pengaruh Malaria pada Janin
  1. 1. Kematian janin dalam kandungan

Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental.

  1. 2. Abortus

Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena demam tinggi sedangkan abortus pada usia trimester II disebabkan oleh anemia berat.

  1. 3. Persalinan prematur

Umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan malaria. Beberapa hal yang menyebabkan persalinan prematur adalah febris, dehidrasi, asidosis atau infeksi plasenta.

  1. 4. Berat badan lahir rendah

Penderita malaria biasanya menderita anemi sehingga akan menyebabkan gangguan sirkulasi nutrisi pada janin dan berakibat terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.

  1. 5. Malaria plasenta

Plasenta mempunyai fungsi sebagai barier protektif dari berbagai kelainan yang terdapat dalam darah ibu sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta misalnya pada persalinan sehingga terjadi malaria kongenital.

Prevalensi malaria plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi daripada malaria pada sediaan darah tepi wanita hamil, hal ini mungkin karena plasenta merupakan tempat parasit bermultiplikasi. Diagnosis malaria plasenta ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam sel darah merah atau pigmen malaria dalam monosit pada sediaan darah yang diambil dari plasenta bagian maternal atau darah tali pusat. Infeksi P. falciparum sering mengakibatkan anemi maternal, abortus, lahir mati, partus prematur, BBLR serta kematian maternal.

Gambaran histologik infeksi aktif berupa plasenta yang bewarna hitam/abu-abu, sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi, eritrosit terinfeksi pada sisi maternal dan tidak pada sisi fetal kecuali pada beberapa penyakit plasenta. Tampak pigmen hemozoin dalam ruang intervilli dan makrofag disertai infiltrasi sel radang. Dapat terjadi simpul sinsitial disertai nekrosis fibrinoid dan kerusakan serta penebalan membrana basalis trofoblas.

  1. 6. Malaria kongenital

Gejala klinik malaria kongenital antara lain iritabilitas, tidak mau menyusu, demam, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali) dan anemia tanpa retikulositosis dan tanpa ikterus.

Malaria kongenital dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

    1. True Congenital Malaria (acquired during pregnancy)

Pada malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum bayi dilahirkan. Parasit malaria ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir dan gejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1-2 hari setelah lahir.

    1. False Congenital Malaria (acquired during labor)

Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi karena pelepasan plasenta diikuti transmisi parasit malaria ke janin. Gejala-gejalanya muncul 3-5 minggu setelah bayi lahir.

  1. Penanganan Malaria pada Kehamilan
  1. 1. Pengontrolan Malaria

Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat transmisi, berdasarkan gabungan hal-hal di bawah ini :

    1. Diagnosis dan pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat
    2. Kemoprofilaksis
    3. Penatalaksanaan komplikasi malaria berat, termasuk anemia berat
    4. Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC).

ANC teratur adalah dasar keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya (malaria serebral, anemi, hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin dalam rahim, dll) pada kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit) ; Memantau kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan ; Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu) ; dan Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis.

  1. Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu.
  2. Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.
  3. Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT lengkap.
  4. Pada daerah non resisten klorokuin :

1)      Ibu hamil non-imun diberi Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah sakit sampai masa nifas

2)      Ibu hamil semi imun diberi sulfadoksin-pirimetamin (SP) pada trimester II dan III awal

    1. Pada daerah resisten klorokuin semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi SP pada trimester II dan III awal
  1. 2. Penanganan Malaria di Puskesmas dan Rumah Sakit
  2. Kriteria rawat jalan

1)      Gejala klinis malaria tanpa komplikas

2)      Bukan malaria berat

3)      Parasitemia < 5%

  1. Kriteria rawat tinggal

1)      Gejala klinis malaria dengan komplikasi

2)      Malaria berat

3)      Parasitemia > 5%

  1. Kriteria rujukan

Semua penderita yang memenuhi kriteria rawat tinggal (malaria berat) tetapi fasilitas/kemampuan perawatan setempat tidak mencukupi, perlu dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan tenaga dokter spesialis.

  1. 3. Pencegahan dan Pengobatan Malaria dalam Kehamilan
    1. Pada semua ibu hamil dengan malaria, pada kunjungan ANC pertama diberi pengobatan dosis terapeutik anti malaria
    2. Pencegahan anemi dimulai pada saat ini :

1)      Suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg elemen besi)/hari, dan 1 mg folic acid/hari.

2)      Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) diberikan dosis besi 2x lipat.

3)      Periksa Hb setiap kali kontrol.

Kebijakan pengobatan malaria (P.falciparum dan P.vivax) di Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin dosis terapeutik untuk pengobatan dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria berat.

Di daerah P.falciparum resisten klorokuin, dapat diberikan pengobatan alternatif yaitu :

1)      Sulfadoksin- pirimetamin (SP) 3 tablet dosis tunggal

2)      Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari (minimun 3 hari + SP 3 tablet dosis tunggal hari pertama)

3)      Meflokuin dapat dipakai jika sudah resisten dengan Kina atau SP, namun penggunaannya pada kehamilan muda harus benar-benar dipertimbangkan, karena data penggunaannya pada trimester I masih terbatas.

Jika terjadi resistensi ganda pilihan terapi adalah sbb:

1)      Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari  DITAMBAH Klindamisin 300 mg 4 kali sehari selama 5 hari. (dapat dipakai di daerah resisten kina).

2)      ATAU Artesunat 4 mg/kg.bb oral dibagi beberapa dosis hari I, disambung 2 mg/kg.bb oral dosis tunggal selama 6 hari. (dapat dipakai pada trimester II dan III, dan jika tidak ada alternatif lain).

Untuk daerah Minahasa/Sulawesi Utara klorokuin masih sangat efektif, demikian juga P.vivax umumnya masih sensitif terhadap klorokuin.

  1. Kemoprofilaksis Malaria dalam Kehamilan

WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis terapeutik) anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik malaria pada kunjungan ANC yang pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis teratur. Saat ini kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan. Ibu hamil dengan status non-imun sebaiknya menghindari daerah endemis malaria.

Profilaksis mulai diberikan 1 sampai 2 minggu sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan klorokuin (300 mg basa) diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah kembali ke daerah non endemis (Bradley dan Warhurst, 1995).

Beberapa studi memperlihatkan bahwa kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan meningkatkan berat badan bayi yang dilahirkan.

Perlindungan dari gigitan nyamuk: Kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan :

  1. Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal : permethrin)
  2. Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
  3. Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
  4. Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
  5. Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
  1. Pengobatan Malaria Berat dalam Kehamilan

Pengobatan malaria berat memerlukan kecepatan dan ketepatan diagnosis sedini mungkin.

Pada setiap penderita malaria berat, tindakan/pengobatan yang perlu dilakukan adalah:

  1. Tindakan umum / simptomatik
  2. Pemberian obat anti malaria
  3. Pengobatan komplikasi
  1. Penatalaksanaan umum

Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian cairan adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila berlebihan akan menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menyebabkan nekrosis tubular akut yang berakibat gagal ginjal akut.

Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), kontraksi uterus dan bunyi jantung janin juga harus dipantau.

Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksi, bila perlu beri oksigen.

Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermi: parasetamol 10 mg/kg.bb/kali, dan dapat dilakukan kompres.

Jika kejang, beri antikonvulsan : diazepam 5-10 mg iv. (secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari.

Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik.

Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita untuk dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif.

  1. Penanganan Malaria pada Persalinan

Persalinan penderita malaria yang positif pada pemeriksaan apusan darah tebal/DDR (+), memerlukan pengawasan yang lebih cermat, sebagai berikut:

Pada kala I :

  1. Wanita hamil dengan infeksi malaria berat harus dirawat di unit perawatan intensif (bila mungkin).
  2. Pemantauan ketat kontraksi uterus dan denyut jantung janin  (monitoring CTG) sehinggadapat diketahui adanya gawat janin lebih awal.
  3. Bila ditemukan tanda gawat janin pada persalinan, merupakan indikasi seksio sesarea.

Perawatan umum pada kala I:

  1. Demam, bila suhu rektal >39oC dikompres dan diberi antipiretik (parasetamol 3-4 x 500 mg/hari)
  2. Anemia, dapat diberi transfusi PRC (packed red cell)
  3. Hipoglikemi, diberi 50 ml glukosa 50% bolus intravena dan dilanjutkan dengan infus glukosa 5% atau 10%
  4. Edema paru

Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk, oksigenasi konsentrasi tinggi serta diberi furosemid 40 mg intravena. Bila perlu dilakukan ventilasi mekanik dengan tekanan positif akhir respirasi (PEEP)

  1. Malaria serebral

Penderita harus dirawat dengan cermat, keseimbangan cairan dan tingkat kesadaran diperhatikan. Dapat diberi natrium fenobarbital 10-15 mg/kgbb. im. dosis tunggal dan bila kejang dapat diberi diazepam 0,15 mg/kgbb. iv. (maksimum 10 mg)

Pada kala II :

Jika tidak ada kontraindikasi, persalinan dapat pervaginam, indikasi persalinan denganekstraksi vakum/ forseps tergantung keadaan obstetrik saat itu.

  1. Kemoterapi/Pemberian Obat Anti Malaria

Penderita malaria berat memerlukan obat anti malaria yang mempunyai daya bunuh terhadap parasit secara cepat dan kuat, serta bertahan dalam aliran darah dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sebaiknya diberikan parenteral, sehingga mempunyai efek langsung dalam darah. Obat anti malaria yang direkomendasi :

Kina (Kina HCl 25%, 1 ampul 500 mg/2 ml).

  1. a. Aman digunakan pada semua trimester kehamilan
  2. b. Tidak menyebabkan abortus dalam dosis terapi
  3. c. Pemberian IV untuk usia kehamilan > 30 minggu tidak menyebabkan kontraksi uterus (menginduksi partus) atau menyebabkan fetal distress.
    1. d. Efek samping yang utama : hipoglikemi

Cara pemberian :

Cara I :

Karena kematian dapat terjadi dalam 6 jam pertama, maka diperlukan kadar ideal dalam darah secara cepat, yaitu :

1)      Loading dose/ dosis awal: Kina HCl 25 % (perdrip) dosis 20 mg/kg.bb dilarutkan dalam 500 ml dektrosa 5 % atau dextrose in saline diberikan dalam 4 jam pertama dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, 4 jam berikutnya istirahat (infus saja); kemudian 8 mg/kg.bb tiap 8 jam (maintenance dose).

2)      Loading dose digunakan bila penderita belum pernah mendapatkan pengobatan kina atau meflokuin dalam 12 jam sebelumnya atau penderita yang riwayat pengobatan sebelumnya diketahui dengan jelas.

3)      Berikan kemoterapi oral segera bila penderita sudah bisa minum, Kina intravena diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/kg.bb/kali, 3 kali sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian loading dose).

Cara II :

1)      Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/kg.bb atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dekstrosa 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.

2)      Bila penderita sudah bisa minum, Kina intravena diganti dengan Kina tablet/per oral dengan dosis 10 mg/kg.bb/kali, 3 kali sehari (total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).

Catatan :

a)      Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.

b)      Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan im. dengan dosis yang sama di paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis di setiap paha; untuk pemakaian im., kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml.

c)      Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenance kina diturunkan 1/3 – 1/2 nya (menjadi 5-7 mg Kina HCl) dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik.

d)     Total dosis kina yang diperlukan :

Hari 0 : 30 mg/kgbb

Hari I : 30 mg/kgbb

Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/kgbb.

e)      Pemberian kina dapat diikuti dengan hipoglikemi, karenanya perlu diperiksa gula darah /12 jam.

f)       Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil pada beberapa kasus ibu hamil.

Mengingat keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di puskesmas/RS, maka kasus malaria berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal: hemo/peritoneal dialisis, transfusi tukar, dll) yang tidak tersedia sebaiknya dirujuk ke RS tingkat yang lebih tinggi (fasilitas lengkap).

  1. Pengobatan Komplikasi
  1. a. Malaria serebral

Malaria serebral didefinisikan sebagai unarousable coma (penilaian dengan Glasgow Coma Scale) pada malaria falsiparum, dengan manifestasi perubahan sensorium yaitu perilaku abnormal dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria serebral diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak.

Prinsip penatalaksanaan : Umumnya sama seperti pada malaria berat; di samping pemberian OAM beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah :

Terapi suportif :

1)         Perawatan pasien tidak sadar , meliputi :

a)            Pasang IVFD, kateter urethra dengan memperhatikan kaidah/antisepsis.

b)         Jaga keseimbangan cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara akurat. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit.

c)         Bila volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain), tambahkan intake cairan melalui iv-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.

d)        Mata ditutup dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi akibat tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.

e)         Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi akibat kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan pneumonia hipostatik.

f)          Hal-hal yang perlu dipantau:

  1. i.      Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
    1. ii.            Derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) setiap 6 jam.
    2. iii.            Hitung parasit setiap 12-24 jam.
    3. iv.            Hb dan Ht setiap hari.
    4. v.            Gula darah setiap 4 jam.
    5. vi.            Parameter lain sesuai indikasi (misal: ureum dan kreatinin darah pada komplikasi gagal ginjal).

2)                                       Pengobatan simptomatik

    1. Anemia berat

Tabel Beberapa definisi anemia dalam kehamilan

Jenis Anemia Hemoglobin (g/dl) Volume Packed cell/Ht (%)
Anemia ringan/mild anaemia 10-11 33-37
Anemiasedang/moderate anaemia 7-10 24-33
Anemia berat/severe anaemia < 7 <24
Anemia sangat berat <4 <13

Tabel  Indikasi pemberian transfusi darah

Hb (g/dl) Ht (%) Implikasi untuk transfusi
<7 20 Transfusi sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan

kondisi klinis dan umur kehamilan.

<5 15 Indikasi kuat untuk transfusi : berisiko tinggi

gagal jantung

Bila ada indikasi transfusi darah, berikan pengobatan anti malaria yang direkomendasikan dan lakukan:

Transfusi PRC secara perlahan-lahan (slow transfusion) akan mencegah overhidrasi; untuk itu:

– Berikan furosemid 1-2 ampul IV selama transfusi

– Volume transfusi dimasukkan kedalam catatan balans cairan sebagai intake.

  1. c. Hipoglikemi

Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%) sering terjadi pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah terapi Kina akibat meningkatnya kebutuhan metabolik saat demam, hipoksi jaringan. Penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.

Tindakan :

1)         50­100 ml glukosa 40 % IV secara bolus

2)         Infus glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenance/ mencegah hipoglikemi berulang.

3)         Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.

  1. d. Edema Paru

Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadinya edema paru. Penderita mendadak batuk, sesak, napas cepat dan dangkal, pada auskultasi terdengan ronki penuh di semua bagian paru. Foto torak nampak infiltrasi yang luas diseluruh lapangan paru.

Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :

1)      Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk perbaiki hipoksia

2)      Pembatasan pemberian cairan

3)      Bila disertai anemi, berikan transfusi PRC.

4)      Untuk mengurangi beban jantung kanan dapat dilakukan:

a)      Posisi pasien ½ duduk.

b)      Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memantau volume urin dan tanda-tanda vital.

c)      Venaseksi, keluarkan darah pasien ke dalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500 ml; akan sangat membantu mengurangi sesak. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ke tubuh pasien.

Klorokuin merupakan obat pilihan yang paling aman diberikan pada ibu hamil (aman dalam 3 trimester kehamilan) dengan dosis 25 mg/kgbb. selama 3 hari berturut-turut atau pada hari I-II sebanyak 600 mg dan pada hari III sebanyak 300 mg. Bila ditemukan resistensi klorokuin, dapat diberikan kina dengan dosis 3 x 400 mg selama 7 hari.

Wanita hamil dengan malaria berat diberi infus klorokuin dengan dosis 10 mg/kgbb. dalam cairan isotonik dengan kecepatan konstan selama 8 jam dan dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb. selama 24 jam berikutnya atau dengan klorokuin dosis 5 mg/kgbb. diberikan dengan kecepatan konstan selama 6 jam dan diulangi setiap 6 jam dengan total 5 dosis. Alternatif lain dapat diberi kina dihidroklorida 20 mg/kgbb. melalui infus selama 4 jam dalam dekstrosa 5% dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 10 mg/kgbb. setiap 8-12 jam sampai penderita menerima obat secara oral.

  1. Pencegahan

Setiap wanita yang tinggal di daerah endemis atau akan bepergian ke daerah endemis sebaiknya diberi kemoprofilaksis meskipun tidak memberikan perlindungan absolut terhadap infeksi malaria; namun dapat menurunkan parasitemia dan mencegah komplikasi malaria berat dan meningkatkan berat badan bayi.

Klorokuin merupakan obat yang paling aman bagi wanita hamil dengan dosis 300 mg basa (2 tablet) diberikan setiap minggu. Bagi wanita hamil yang akan bepergian ke daerah endemis malaria pemberian dimulai 1 minggu sebelum ber-ngkat, selama berada di daerah endemis, sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah tersebut.

Upaya lain untuk pencegahan infeksi malaria adalah dengan memutuskan rantai penularan pada host, agen ataupun lingkungan dengan cara :

  1. Mengurangi kontak/gigitan nyamuk Anopheles dengan menggunakan kelambu, obat nyamuk
  2. Membunuh nyamuk dewasa
  3. Membunuh jentik nyamuk

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN MALARIA

NO.REGISTER : 509-12

MASUK BPS TANGGAL, JAM : 11 Mei 2009 jam 09.00

S

Biodata           Ibu                                                       Suami

Nama               : Ny. Martini                                        Tn. Ahmad Jaelani

Umur               : 24 tahun                                            28 tahun

Alamat             : Hargorejo Kokap, Kulon Progo

  1. Keluhan Utama

Ibu mengeluh demam menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual muntah dan nyeri pada tulang

  1. Riwayat Daerah Tempat Tinggal

Ibu mengatakan di daerah tempat tinggalnya sering terjadi wabah penyakit malaria

  1. Riwayat Kesehatan

Riwayat penyakit malaria

Ibu mengatakan tidak pernah mengalami penyakit malaria sedangkan keluarganya pernah ada yang terkena penyakit malaria sekitar 1 tahun yang lalu.

O
  1. Pemeriksaan Fisik

a.   Keadaan umum : Pucat                        kesadaran: compos mentis

b. Tanda vital

Tekanan darah       : 90/70 mmHg

Nadi                       : 76 kali per menit

Pernafasan             : 20 kali per menit

Suhu                      : 38,5 ºC

TB                        : 160 cm

BB                         : 60 kg

  1. Kepala dan leher

Edema wajah         : tidak ada

Cloasma gravidarum + / – (tidak ada)

Mata                      : simetris, konjuctiva pucat/putih

Mulut                     : Bibir kering dan pucat

  1. Abdomen

Terdapat pembesaran limpa

  1. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 11 Mei 2009 jam 09.05 dilakukan pemeriksaan HB : 7gr%

A
  1. Diagnosis Kebidanan

Primigravida 24 th  umur kehamilan 25 minggu dengan malaria ringan

2. Masalah

Ibu  tidak mengetahui penyebab keluhan yang dirasakannya dan cara     mengatasinya.

3. Kebutuhan

KIE tentang penyebab keluhan dan cara mengatasinya.

4. Diagnosa potensial

Malaria ringan berpotensi menjadi malaria berat.

  1. Masalah Potensial

Tidak ada

6. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien

a. Mandiri

Mengawasi tanda vital.

b. Kolaborasi

Test parasitemia di laboratorium

c. Merujuk

Merujuk ke RSUD Wates

P

Tanggal 11 Mei 2009 jam 09.20 WIB

  1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa keluhan yang dirasakan seperti demam menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual muntah dan nyeri pada tulang merupakan tanda dan gejala penyakit malaria.

Ibu dan keluarga sedikit cemas mendengar penjelasan bidan.

  1. Memberi KIE singkat tentang malaria pada ibu dan keluarga. Menjelaskan bahwa malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman parasit Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria akan berbahaya bila tidak ditangani dengan baik dan tepat dan akan berpengaruh buruk bagi ibu dan janin.

Ibu dan keluarga mengerti penjelasan bidan bahwa penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman parasit Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria akan berbahaya bila tidak ditangani dengan baik dan tepat dan akan berpengaruh buruk bagi ibu dan janin.

  1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa untuk memastikan ibu menederita penyakit malaria atau tidak ibu harus menjalani tes laboratorium di rumah sakit.

Ibu dan keluarga bersedia melakukan tes laboratorium di rumah sakit.

  1. Memberitahu keluarga untuk merujuk ibu ke RS untuk mendapatkan penangan penyakit malarian dengan segera.

Keluarga bersedia untuk merujuk ibu ke RS.

  1. Mendampingi ibu pada saat dirujuk, sambil memantau kondisi vital ibu.
  2. Menganjurkan ibu untuk tetap makan dan minum untuk masukan nutrisi dalam tubuh.

BAB IV

KESIMPULAN

Malaria pada kehamilan merupakan masalah yang serius mengingat pengaruhnya terhadap ibu dan janin, yang bila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat dapat meningkatkan angka kematian ibu dan neonatus. Masalah diagnosis malaria menjadi hambatan karena fasilitas laboratorium yang kurang memadai terutama di puskesmas sebagaiujung tombak pelayanan kesehatan, maka penting untuk meningkatkan kemampuan diagnosis klinis dan mengenali komplikasi diikuti dengan peng-obatan yang baik dan akurat.

Penanggulangan malaria dalam kehamilan dapat dimulai secara dini melalui kunjungan ANC dengan memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang pencegahan malaria dan pengobatan profilaksis bagi yang tinggal di daerah endemis.

Klorokuin masih merupakan obat terpilih untuk pengobatan malaria dalam kehamilan dan Kina untuk pengobatan malaria berat.

Diperlukan sistem pelayanan kesehatan berjenjang (rujukan) dari puskesmas ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai untuk menanganikasus-kasus malaria berat dengan komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

malaria/Penyakit_pada_Kehamilan_Persalinan.info.htm

malaria/146_07MalariapadaKehamilan.html

BAB I
PENDAHULUAN

Angka kematian ibu masih cukup tinggi sampai saat ini. Penyebab kematian tertinggi adalah perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi. Salah satu dari beberapa faktor tidak langsung penyebab kematian ibu adalah anemia.

Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Soejoenoes, 1983). Soeprono (1988) menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri natal, dan lain-lain) (Soeprono, 1988).

Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Pemerintah telah berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan tablet tambah darah (tablet Fe) pada ibu hamil yang dibagikan pada waktu mereka memeriksakan kehamilan, akan tetapi prevalensi anemia pada kehamilan masih juga tinggi (BPS, 1994). Pemeriksaan kadar hemoglobin yang dianjurkan dilakukan pada trimester pertama dan ketiga kehamilan sering kali hanya dapat dilaksanakan pada trimester ketiga saja karena kebanyakan ibu hamil baru memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua kehamilan. Dengan demikian upaya penanganan anemia pada kehamilan menjadi terlambat dengan akibat berbagai komplikasi yang mungkin terjadi karena anemia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia pada kehamilan dan hubungannya dengan kemungkinan terjadinya komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penelitian dilaksanakan secara cross sectional dan longitudinal dengan sampel ibu hamil trimester I. Secara random didapatkan 255 responden ibu hamil trimester pertama yang kemudian diikuti sampai dengan masa nifas. Karena adanya responden yang mengalami abortus atau pindah sehingga tidak dapat ditemui saat pengumpulan data, maka pada trimester II jumlah responden menjadi 224 orang, pada trimester III dan nifas 219 orang. Variabel yang diteliti adalah variabel sosial ekonomi, meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan keluarga, status gizi, nutrisi, meliputi : intake kalori, protein dan Fe, konsumsi tablet Fe, pengeluaran energi ibu hamil, perilaku reproduksi, meliputi : paritas, interval kehamilan, keikutsertaan KB dan perawatan antenatal, kadar hemoglobin dan komplikasi pada kehamilan, persalinan dan masa nifas. Kriteria anemia yang digunakan sesuai dengan kriteria WHO yaitu 11 g%. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, alat ukur berupa timbang badan, stature meter, alat untuk mengukur lingkar lengan atas, dan hemometer Sahli. Intake kalori, protein, Fe dan beban kerja dikumpulkan dengan cara two days recall. Analisis menggunakan regresi logistik dan uji Chi Square.

Hasil analisis menunjukkan bahwa insidensi anemia tertinggi pada trimester kedua (86,3%). Hal ini sesuai dengan kadar hemoglobin terendah pada masa kehamilan pada trimester kedua (9,94 g%) dan mengakibatkan prevalensi anemia yang tertinggi adalah pada trimester kedua (92,4%).

Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia kehamilan trimester pertama adalah interval kehamilan, usia kehamilan dan lama pendidikan. Hal ini tampaknya berhubungan dengan kondisi ibu sebelum kehamilan yang dengan demikian memperkuat dugaan bahwa cukup banyak ibu hamil yang memasuki masa kehamilannya dalam keadaan anemia. Pada trimester kedua dan ketiga, faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia kehamilan adalah konsumsi tablet Fe dan kadar hemoglobin pada trimester sebelumnya, sedangkan pada masa nifas faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia adalah volume perdarahan pada persalinan, konsumsi tablet Fe dan kadar hemoglobin sebelum persalinan atau trimester ketiga.

Konsumsi tablet Fe sangat berpengaruh terhadap terhadap terjadinya anemia, khususnya pada trimester kedua, ketiga dan masa nifas. Hal ini disebabkan kebutuhan zat besi pada masa ini lebih besar dibanding pada trimester pertama dan menunjukkan pentingnya pemberian tablet Fe untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan dan nifas.

Komplikasi yang dominan disebabkan oleh anemia adalah terjadinya penyakit infeksi pada masa nifas, diikuti dengan partus lama dan perdarahan pada persalinan.

Dengan memperhatikan hasil penelitian tersebut di atas disarankan untuk meningkatkan cakupan K1 ibu hamil agar dapat diberikan tablet Fe sebagai upaya pencegahan anemia atau sebagai terapi apabila sudah terjadi anemia. Mengingat pengaruh anemia terhadap terjadinya komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang mulai tampak pada trimester pertama dan besarnya pengaruh tablet tambah darah (Tablet Fe) dalam pencegahan anemia, perlu diberikan tablet tambah darah bukan hanya pada ibu hamil, melainkan juga pada ibu nifas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

  1. a. Definisi

Seseorang, baik pria maupun wanita, dinyatakan menderita anemia apabila kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 g/ 100 ml. Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal itu disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang.

Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel – sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30 %, sel darah 18 %, dan hemoglobin 19 %.

Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua pada perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.

Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mukai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Sehingga dapat disimpulkan batas terendah untuk kadar HB dalam kehamilan yaitu 10 g/ 100 ml. Jika seorang wanita hamil memiliki HB kurang dari 10 g/ 100 ml tidak dianggap menderita anemia dalam kehamilan. Karena itu, para wanita hamil dengan HbB antara 10 dan 12 g/ 100 ml tidak dianggap menderita anemia patologik, akan tetapi anemia fisiologik atau pseudoanemia.

  1. b. Pengaruh anemia dalam kehamilan

Anemia dalam kehamilan member pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul anemia, seperti :

a)      Abortus

b)      Partus Prematurus

c)      Partus lama karena inertia uteri

d)     Perdarahan postpartum karena atonia uteria

e)      Syok

f)       Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum

g)      Anemia yang sangat berat dengan HB kurang dari 4 g/ 100 ml dapat menyebabkan dekompensasi kordis.

h)      Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.

Anemia juga berpengaruh bagi hasil konsepsi diantaranya adalah :

a)      Kematian mudigah

b)      Kematian Parinatal

c)      Prematuritas

d)     Dapat  terjadi cacat-bawaan

e)      Cadangan besi kurang

Jadi dapat disimpulkan anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas serta mortalitas ibu dan anak.

  1. c. Macam – macam Anemia

Pembagian anemia dalam kehamilan (berdasarkan prosentase penyelidikan di Jakarta)

  1. Anemia Defisiensi Besi                                   62, 3 %
  2. Anemia Megaloblastik                                    29, 0 %
  3. Anemia Hipoplastik                                          8, 0 %
  4. Anrmia Hemolitik                                             0, 7 %
  1. a. Anemia Defisiensi Besi
    1. 1. Definisi

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalh anemia akibat defisiensi besi. Kekurangan ini akan disebabkan karena kurang masuknya unsure besi dengan makanan, karena gangguan penyerapan, gangguan penggunaan, atau karena melampaui banyaknya besi ke luar dari badan, misalnya pada perdarahan.

Keperluan akan besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester akhir. Apabila masuknya besi tidak ditambah dan kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi besi, lebih-lebih pada kehamilan kembar. Selain itu jika hidup di daerah katulistiwa, besi lebih banyak ke luar melalui air peluh dan melalui kulit. Masuknya besi setiap hari yang dianjurkan tidak sama di berbagai negeri. Untuk wanita tidak hamil, wanita hamil, dan wanita yang menyusui dianjurkan di Amerika Serikat masing – masing 12 mg, 15 mg, dan 15 mg, sedangkan dI Indonesia masing – masing 12 mg, 17 mg, dan 17 mg.

  1. 2. Diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri – ciri yang khas pada defisiensi besi, yaitu mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri – ciri khas itu, bahkan banyak yang normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folik. Yang terakhir menyebabkan anemia megaloblastik yang sifatnya makrositer dan hiperkrom. Anemia ganda demikian lazim disebut anemia diformis, yang dapat dibuktikan dengan kurva Price Jones

Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi ialah :

a)      Kadar besi serum rendah

b)      Daya ikat besi tinggi

c)      Protoporfirin eritrosit tinggi

d)     Tidak ditemukan hemosiderin (stainable iron) dalam sumsum tulang.

Pengobatan percobaan (therapia ex juvantibus) dengan besi dapat pula dipakai untuk membuktikan defisiensi besi : Jika dengan pengobatan jumlah retikulosit, kadar HB dan anemia itu pasti disebabkan kekurangan besi.

Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan eritropoesis yang normoblastik tanpa tanda – tanda hipoplasia eritropoesis.

  1. 3. Terapi

Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya HB yang diperiksa dan HB itu kurang dari 10 g/ 100 ml, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang diformis, karena tersering anemia dalam kehamilan ialah anemia defisiensi besi.

Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600 – 1000 mg sehari, seperti sulfas ferosus atau glukonas ferosus. Hb dapat dinaikkan sampai 10 g/100 ml atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai jalan lahir. Peranan vitamin C adalah mempermudah penyerapan ion ferro dalam selaput usus.

Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per os, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskulus dapat disuntikkan dekstran besi (imferon) atau sorbitol besi (Jactofer). Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri ditempat suntikkan.

Secara intravena perlahan-lahan juga diberikan seperti ferrum oksidum sakkratum (ferrigen, Ferrivenin, Proferrin, Vistis), sodium diferrat (Ferronascin), dan dekstran besi (imferon). Akhir akhir ini Imferon banyak pula  diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000 – 2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang memuaskan. Walaupun besi intravenadan dengan infuse kadang – kadang menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini dapat dipertanggungjawabkan. Komplikasi kurang berbahaya dibandingkan dengan transfuse daerah.

Tranfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang walaupun Hbnya kurang dari 6 g/ 100 ml. apabila tidak terjadi perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.

  1. 4. Pencegahan

Didaerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang lebih tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi sulfas ferosus atau glukonas ferossus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak ptotein dan sayur-saturan yang mengandung banyak mineral serta vitamin.

  1. 5. Prognosis

Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau komplikasi lain. Anemia berat yang tidak terobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum, dan infeksi .

Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai anemia infantum.

  1. b. Anemia Megaloblastik
    1. 1. Definisi

Anemia Megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik (pteroyglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin). Berbeda dari di Eropa dan di Amerika serikat frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan culup tinggi di Asia, seperti India, Malaysia, dan Indonesia. Hal itu erat kaitannya dengan defisiensi makanan.

  1. 2. Diagnosis

Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megaloblas atau premegaloblas dalam arah atau sumsum tulang. Sifat khas sebagai anemia makrositer dan hiperkrom tidak selalu dijumpai, kecuali bila anemianya sudah berat. Seringkali anemia sifatnya normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi asam folik sering berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan.

Perubahan-perubahan dalam leukopoesis, seperti metamielosit datia dan sel batang datia yang kadang-kadang disertai vakuolisasi, dan hipersegmentasi granulosit, terjadi lebih dini pada defisiensi asam folik dan vitamin B12, bahkan belum terdapat megaloblastosis. Ciri-ciri merupakan petunjuk yang kuat bagi defisiensi asam folik dan vitamin B12. juga pemeriksaan asam formimino-glutamik dalam air kencing (Figlu-test) dapat membantu dalam diagnosis. Kadar asam folik tidak dapat dipakai sebagai diagnostikum.

Diagnosis pasti baru dapat dibuat dengan percobaan penyerapan (absorption test)dan percobaan pengeluaran (clearance test) asam folik. Pengobatan percobaan dengan asam folik dapat pula menyokong diagnosis; naiknya jumlah retikulosit dan kasar Hb menunjukkan defisiensi asam folik.

Pada anemia dimorfis gamabaran darah yang mula-mula normositer dan normokrom, setelah pemberian asam folik, jelas berubah menjadi mikrositer dan hipokom karena defisiensi asam folik sudah dikoreksi, akan tetapi defisiensi besi belum.

  1. 3. Terapi

Dalam pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya bersama-sama dengan asam folik diberikan pula besi. Jikalau perlu, asam folik diberikan dengan suntikan dalam dosis yang sama.

Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa Addison-Biermer), maka penderita harus diobati dengan vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.

Karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat dan kadang-kadang degil sifatnya, maka transfusi darah kadang-kadang diperlukan apabila tidak cukup waktu karena kehamilan dekat aterm, atau apabila pengobatan dengan pelbagai obat penambah darah bisa tidak berhasil.

  1. 4. Pencegahan

Pada umumnya asam folik tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah-daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambah dengan asam folik.

  1. 5. Prognosis

Anemia megaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis cukup baik. Pengobatan dengan asam folik hampir selalu berhasil.

Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan, maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak keperluan akan asam folik jauh berkurang. Sebaiknya, anemia pernisiosa memerlukan pengobatan terus-menerus, juga di luar kehamilan.

Anemia megaloblastik dalam kehamilan yang berat yang tidak diobati mempunyai prognosis kurang abik. Angka kematian bagi ibu mendekati 50% dan bagi anak 90%.

  1. c. Anemia Hipoplastik

Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoblastik dalam kehamilan.

Darah tepi menunjukkan gambaran normositer dan normo-krom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi,asam folik, atau viyamin B12. Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia erithropoesis yang nyata. Perbandingan mieloit:eritroit, yang diluar kehamilan 5 : 1 dan dalam kehamilan 3 : 1 atau 2 : 1, berubah menjadi 10 : 1 atau 20 : 1. Ciri lain ialah bahwa pengobatan dengan segala macam obat penambah darah tidak memberi hasil.

Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar Rontgen, racun, atau obat-obat. Dalam hal yang terakhir anemianya dianggap hanya sebagai komplikasi kehamilan.

Karena obat-obat penembah darah tidak memberi hasil, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita ialah transfusi darah, yang sering perlu diulang sampai beberapa kali.

Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita dengan selamat mencapai masa nifas, akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya wanita menderita anemia hipoblastik lagi.

Anemia aplastik (panmieloftisis) dan anemia hipoblastik berat yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi anak.

Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia hemoplastik karena kehamilan. Akan tetapi, dalam pemberian obat-obat pada wanita hamil selalu harus dipikirkan pengaruh samping obat-obat itu. Khususnya obat-obat yang mempunyai pengaruh hemotoksik, seperti streptomisin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin, sulfonamid, klorpromazin, atebrin, dan obat pengecat rambut sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil, jikalau tidak perlu betul.

  1. d. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.

Secara umum, anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni :

1.   Golongan yang disebabkan oleh faktor intra korpuskuler, seperti pada sferositosis, eliptositosis, anemia hemolitik herediter, thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatia C, D, G, H, I, dan paraxsymal nocturnal haemoglubinuria.

2.   Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler, seperti pada infeksi (malaria, sepsis, dsb), keracunan arsenikum, neoarsphenamin, timah, sulfonamid, kinin, paraquin, pimaquin, nitrofurantoin, (Furadantin), racun ular, pada defisiensi G-6-PD (glucose-6-phospate-dehidrogenase), antagonismus rhesus (ABO), leukemia, penyakit Hodgkin, limfosarkoma,, penyakit hati, dan lain-lain.

Gejala yang lazim dijumpai ialah gejala-gejala proses hemolitik, seperti anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinenia, hiperurobilinuria, dan sterkobilin lebih banyak dalam feses. Di samping itu terdapat pula sebagai tanda regenerasi darah seperti retikuloositosis dan normoblastemia, serta hiperplasiaerithropoesis dalam sumsum tulang. Pada hemolitik yang herediter kadang-kadang disertai kelainan roentgenologis pada tengkorak dan tulang-tulang lain.

Sumsum tulang menunju8kkan gambaran normoblastik dengan hiperplasia yang nyata, terutama sistem eritropoetik. Perbandingan meiloit : eritoit yang biasanya 3 : 1 atau 2 : 1 dalam kehmilan berubah mejadi 1 : 1 atau 1 : 2.

Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi. Terbanyak anemia ini ditemukan pada wanita negro yang menderita anemia sel sabit, anemia sel sabit-hemoglobin C, sel sabit-thalassemia, atau penyakit hemoglobin C. Di Indonesia terdapat juga penyakit thalassemia. Bulan Juli 1975 seorang ibu bangsa Indonesia dengan thalassemia major, Hb 7,7 gr%, dan telah mengalami splenektomi beberapa tahun yang lampau, melahirkan anak pertama hidup dan cukup bulan di RS St. Carolus, Jakarta. Kasus dengan penyakit hemoglobin E-thalassemia yang dipersulit oleh kehamilan dilaporkan untuk pertama kali di Indonesia oleh Lie-Injo Luan Eng dkk. Waktu partus penderita mempunyai Hb 2,8 g% dan menderita dekompensasi kordis karena anemianya. Bayinya prematur dan meninggal 2 hari post partum.

Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat-obat penambah darah tidak memberi hasil. Transfusi darah, yang kadang-kadang diulang beberapa kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk mengurangi bahaya hipoksia janin. Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik-bawaan dalam trimester II dan III. Pada anemia hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya. Sebab-sebab itu harus disingkirkan, misalnya pemberian obat-obat yang dapat menyebabkan kelumpuhan sumsum tulang harus segera dihentikan.

  1. e. Anemia-anemia lain

Seorang yang menderita anemia, misalnya berbagai anemia hemolitik herediter atau yanhg diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor gnas, dan sebagainya, dapat menjadi hamil.dalam hal ini anemianya menjadi lebih berat dan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas, serta bagi anak dalam kandungan.

Pengobaan ditujukan kepada sebab pokok anemianya, misalnya antibiotika untuk infeksi, obat-obat anti malaria, anti sifilis, obat cacing, dan lain-lain.

Prognosis bagi ibu dan anak tergantung pad berat dan sebab anemianya, serta berhasil tidaknya pengobatan.

Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun.

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL PATOLOGIS

Ny “S” umur 22 tahun G1 P0 Ab0 Ah0 dengan UK 12 minggu

Di RB Karya Rini, Ponalan Baru Gang 3 Taman Agung Muntilan

NO. REGISTER                                 :  020980

MASUK RS TANGGAL, JAM         : 24 Maret 2010, 16.00 WIB

DIRAWAT DI RUANG                    :  Periksa

Biodata                             Ibu                                           Suami

Nama                  :              Ny Siti Aminatun                    Tn Eko Kuswantoro

Umur                  :              22 tahun                                  25 tahun

Agama                :              Islam                                       Islam

Suku/bangsa       :              Jawa                                        Jawa

Pendidikan         :              SMA                                       SMA

Pekerjaan            :              IRT                                          Wiraswata

Alamat               :              Kemiri Ombo                          Kemiri Ombo

DATA SUBJEKTIF

  1. Kunjungan saat ini      :     Kunjungan ulang.

Keluhan utama            :     Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilannya.

  1. Riwayat Perkawinan

Kawin 1 kali. Kawin pertama umur 20 tahun. Dengan suami sekarang 2 tahun.

  1. Riwayat Menstruasi

Menarche umur 14 tahun. Siklus 30 hari. Teratur. Lama 7 hari. Sifat darah encer. Bau amis. Tidak ada fluor albus. Tidak dismenorroe.

HPM 24 Desember 2009. HPL 1 Oktober 2010.

  1. Riwayat kehamilan ini.
    1. Riwayat ANC

ANC sejak umur kehamilan 9 minggu. ANC di bidan.

Frekuensi :       Trimester I       1          kali

Trimester II     –           kali

Trimester III    –           kali

  1. Pergerakan janin belum terasa.
  2. Keluhan yang dirasakan : Ibu mengeluh pusing dan lemas.
  3. Pola Nutrisi                          Makan                                     Minum

Frekuensi                              3 kali sehari                             6 gelas/hari

Macam                                 nasi, sayur, lauk                       teh, air putih

Jumlah                                  ½ piring habis                          1 gelas habis

Keluhan                                tidak ada                                 tidak ada

Pola Eliminasi                      BAB                                        BAK

Frekuensi                              1 kali perhari                           5-6 kali perhari

Warna                                   khas feses                                khas urine

Bau                                       khas feses                                khas urine

Konsistensi                           lunak                                       cair

Jumlah                                  tidak terkaji                             tidak terkaji

Pola Aktivitas

Kegiatan sehari-hari       :     Menyapu, memasak, mencuci baju, bersih-bersih rumah.

Istirahat/tidur                 :     Siang 1-2 jam, malam 6-7 jam.

Seksualitas                     :     Frekuensi 3 kali seminggu.

Tidak ada keluhan.

  1. Personal Hygiene

Kebiasaan mandi 2 kali/hari

Kebiasaan membersihkan alat kelamin saat mandi dan sehabis BAB/BAK.

Kebiasaan mengganti pakaian dalam sehabis mandi dan jika lembab.

Jenis pakaian dalam yang digunakan katun.

  1. Imunisasi

TT 1 caten.

TT 2 satu bulan setelah TT pertama.

TT 3 belum.

  1. Riwayat kehamilan, persalinan,dan nifas yang lalu.

G1 P0 Ab0 Ah0

Hamil

Ke

Persalinan Nifas
Tgl lahir UK Jenis persalinan Penolong Komplikasi JK BB Lakta si Kompli kasi
Ibu Bayi
1 HAMIL INI
2
3
  1. Riwayat kontrasepsi yang digunakan.
No Jenis kontrasepsi Mulai memakai Berhenti/ganti cara
Tanggal Oleh Tempat Keluhan Tanggal Oleh Tempat Alasan
1 Ibu mengatakan belum pernah memakai kontrasepsi.
  1. Riwayat kesehatan.
    1. Penyakit sistemik yang sedang/pernah diderita

Ibu mengatakan tidak pernah menderita tekanan darah tinggi, nyeri perut bagian bawah, dada sesak, luka tidak sembuh-sembuh.

  1. Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga.

Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita tekanan darah tinggi, nyeri perut bagian bawah, dada sesak, luka tidak sembuh-sembuh.

  1. Riwayat keturunan kembar.

Ibu mengatakan tidak ada keturunan kembar.

  1. Kebiasaan-kebiasaan.

Ibu mengatakan tidak merokok.

Ibu mengatakan tidak minum jamu-jamuan.

Ibu mengatakan tidak minum-minuman keras.

Ibu mengatakan tidak mempunyai makanan/minuman pantangan.

Ibu mengatakan tidak mengalami perubahan pola makan (termasuk nyidam, nafsu makan turun, dan lain-lain).

  1. Keadaan Psiko Sosio Spiritual.
    1. Kehamilan ini diinginkan.
    2. Pengetahuan ibu tentang kehamilan dan keadaan sekarang.

Ibu kurang mengetahui tentang hal-hal yang harus dilakukan ibu hamil.

  1. Penerimaan ibu terhadap kehamilan saat ini.

Ibu menerima kehamilannya saat ini.

  1. Tangapan keluarga terhadap kehamilan.

Keluarga mendukung kehamilan ibu.

DATA OBJEKTIF

  1. Pemeriksaan Fisik
    1. Keadaan umum baik, kesadaran CM.
    2. Tanda vital

Tekanan darah                :        100/60    mmHg

Nadi                               :        84           kali per menit

Pernafasan                      :        20           kali per menit

Suhu                               :        36,2        C

  1. TB                                  :        158         cm

BB                                  :        sebelum hamil 48 kg, BB sekarang 51 kg

IMT                                :        48/(1,582) = 19,22

LLA                               :        22           cm

  1. Kepala dan Leher

Edema wajah                 :        tidak ada

Cloasma gravidarum      :        +

Mata                               :        konjungtiva pucat, sklera putih

Mulut                             :        caries tidak ada, bibir  pucat, gusi merah muda

Leher                              :        tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar tiroid, dan limfe

  1. Payudara

Bentuk                           :        simetris

Areola mammae             :        hiperpigmentasi

Puting susu                     :        menonjol

Colostrum                      :        belum keluar

  1. Abdomen

Bentuk                           :        memanjang

Bekas luka                      :        tidak ada

Strie gravidarum            :        ada

Palpasi Leopold

Leopold I                       :        TFU 3 jari di atas simpisis

Leopold II                      :        tidak dilakukan

Leopold III                    :        tidak dilakukan

Leopold IV                    :        tidak dilakukan

Osborn test                     :        tidak dilakukan

Mc Donald                     :        tidak dilakukan

TBJ                                 :        belum bisa dihitung

Auskultasi DJJ               :        tidak dilakukan

  1. Ekstremitas

Edema                            :        tidak ada

Varices                           :        tidak ada

Reflek patela                  :        + / +

Kuku                              :        pendek, bersih

  1. Genetalia luar

Tanda chadwich             :        tidak dilakukan

Varices                           :        tidak dilakukan

Bekas luka                      :        tidak dilakukan

Kelenjar bartholini         :        tidak dilakukan

Pengeluaran                    :        tidak dilakukan

  1. Anus

Hemoroid                       :        tidak dilakukan

  1. Pemeriksaan Panggul Luar

Distansia spinarum               :        24 cm

Distansia kristarum              :        27 cm

Boudelogue                          :        20 cm

Lingkar panggul                   :        90 cm

  1. Pemeriksan Penunjang

Pemeriksaan kadar Hb (24 Maret 2010, pukul 16.08 WIB)

Hasilnya kadar Hb = 9 gr/dL

ASSESMENT

  1. Diagnosis Kebidanan

Seorang ibu umur 22 tahun G1 P0 Ab0 Ah0 UK 12 minggu dengan anemia ringan.

  1. Masalah

Ibu mengatakan lemas dan pusing.

  1. Kebutuhan

KIE tentang bahaya anemia dalam kehamilan.

  1. Diagnosis Potensial

Tidak ada.

  1. Masalah Potensial

Tidak ada.

  1. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
    1. Mandiri

Tidak ada

  1. Kolaborasi

Tidak ada

  1. Merujuk

Tidak ada

PLANNING (Termasuk pendokumentasian, implementasi, dan evaluasi)

Tanggal 24 Maret 2010, pukul 16.15 WIB.

  1. Memberitahukan kepada ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan ibu mengalami anemia ringan dengan kadar Hb 9 gr/dL (kadar Hb normal untuk ibu hamil TM 1 adalah >11 gr/dL).

Ibu mengetahui bahwa dirinya mengalami anemia ringan.

  1. Memberi ibu tablet Fe (@500 gr) untuk penambah darah dan tablet Kalk untuk menambah kalsium. Tablet Fe diminum malam hari, tablet Kalk diminum pagi hari, dengan dosis 1×1.

Ibu mengatakan bersedia minum obat sesuai anjuran.

3.        Menjelaskan kepada ibu tentang hal-hal yang harus dilakukan ibu hamil dengan anemia ringan.

ü Makan-makanan yang mengandung zat besi seperti hati, sayuran hijau, kacang-kacangan, daging, dan telur.

ü Menghindari minum teh atau kopi sebelum dan sesudah makan, dan juga saat minum obat, karena akan menghambat penyerapan. Sebaiknya ibu meminum obat dengan air putih atau air jeruk.

Ibu mengetahui penjelasan bidan, dapat mengulang kembali, dan bersedia melakukan anjuran tersebut.

4.        Menganjurkan ibu melakukan kunjungan ulang  1 bulan lagi atau jika ada keluhan.

Ibu mengatakan bersedia melakukan kunjungan ulang 1 bulan lagi atau jika ada keluhan.

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa.Ilmu Kebidanan.2007.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

FK Universitas Pajajaran.Obstetri Patologi.1984.Bandung:Elstar Offset

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan Nasional mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa. Agar penduduk dapat berfungsi sebagai modal pembangunan dan merupakan sumberdaya manusia yang efektif dan produktif maka perlu ditingkatkan kualitas fisik dan nonfisik  Salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan dalam mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia adalah gizi. Pentingnya gizi dalam pembangunan kualitas hidup didasarkan pada beberapa hal yaitu: pertama keadaan gizi erat hubungannya dengan tingginya angka kesakitan dan angka kematian; kedua meningkatnya keadaan gizi penduduk merupakan sumbangan yang besar dalam mencerdaskan bangsa; ketiga lebih baiknya status gizi dan kesehatan akan memperbaiki tingkat produktifitas kerja penduduk. Masalah gizi di Indonesia tidak lepas dari masalah pangan karena tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap sesuai dengan standart kecukupan gizi namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi.

Penduduk yang miskin tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka menderita lapar pangan dan gizi mereka menderita lapar gizi. Sebaliknya sekelompok masyarakat mengkonsumsi pangan secara berlebihan. Oleh karena itu timbullah penyakit-penyakit degeneratif akibat gizi lebih. Akibat dari keadaan tidak seimbangnya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi.

Di Indonesia penyakit gangguan gizi yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama adalah :

a). gangguan gizi akibat kekurangan kalori dan protein (KKP),

b). gangguan gizi akibat kekurangan vitamin A (KVA),

c). gangguan gizi akibat kekurangan Iodium (GAKI),

d). gangguan gizi akibat kekurangan zat besi (Anemia gizi)

Anemia gizi pada umumnya dijumpai di Indonesia terutama disebabkan karena kekurangan zat besi, sehingga anemia gizi sering disebut sebagai anemia kurang besi  Disamping itu kekurangan asam folat dapat merupakan faktor kontribusi terhadap terjadinya anemia, terutama terjadi pada segmen populasi tertentu yaitu ibu hamil. Kekurangan vitamin B 12 tidak umum terjadi, dan tidak mempunyai peranan penting dalam penyebab terjadinya anemia gizi.

Anemia kurang besi adalah salah satu bentuk gangguan gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab utama anemia kurang besi tampaknya adalah karena konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka ragam. Konsumsi zat besi dari makanan tersebut sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yang rendah absorbsi zat besinya. Selain itu infeksi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah-daerah tertentu, terutama di daerah pedesaan.

Kelompok masyarakat yang paling rawan adalah ibu hamil, anak prasekolah dan bayi. Terjadinya anemia pada bayi erat hubungannya dengan taraf gizi ibunya. Berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi, atau kehilangan darah yang khronis dan adanya infeksi kecacingan akan menambah kemungkinan timbulnya anemia.

Anemia kurang besi merupakan penyebab penting yang melatar belakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi kehamilan. Sekitar 20 % kematian maternal negara berkembang penyebabnya adalah berkaitan langsung dengan anemia kurang besi. Disamping pengaruhnya kepada kematian, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian perinatal.

Berdasarkan hasil penelitian terpisah yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980, prevalensi pada ibu hamil berkisar antara 50-70 %, wanita dewasa tidak hamil 30-40 %, laki-laki dewasa 20-30 %, pekerja berpenghasilan rendah 30-40 % dan anak sekolah 25-35 % serta Balita 30-40 % .

Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menemukan bahwa angka prevalensi anemia gizi ibu hamil cukup tinggi yaitu 55,1 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa masalah anemia pada ibu hamil belum banyak berubah dibandingkan pada akhir Pelita IV yang juga masih sekitar 55 % (12).

Prevalensi anemia kurang besi pada ibu hamil masih sangat memprihatinkan terutama pada usia kehamilan trimester III dibandingkan trimester I. Infeksi kecacingan di Indonesia, prevalensinya juga cukup tinggi terutama di daerah pedesaan yang kondisi lingkungannya sangat mendukung untuk perkembangan cacing yang daur hidupnya adalah di dalam tanah. Hasil survei yang telah diadakan hingga saat ini memberikan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 70-90 % untuk cacing gelang, 80-95 % untuk cacing cambuk dan untuk cacing tambang prevalensinya lebih rendah dari kedua di atas yaitu 30-59%, karena untuk cacing tambang lebih banyak ditemukan di daerah perkebunan dan pertambangan .

Anemia kurang besi dipengaruhi juga oleh konsekuensi dari infeksi kecacingan dengan hilangnya darah secara khronis . Penyakit kecacingan dan anemia gizi merupakan masalah yang saling terkait dan dijumpai bersamaan dalam suatu masyarakat, yaitu karena rendahnya sosial ekonomi masyarakat dan sanitasi lingkungan yang sangat tidak memadai sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit infeksi terutama infeksi kecacingan.

Interaksi antara infeksi kecacingan dan anemia gizi sudah banyak terungkap dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Masing-masing saling memberikan kontribusi terhadap terjadinya kesakitan. Besarnya kontribusi dari infeksi kecacingan terhadap anemia kurang besi masih belum banyak dibuktikan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di derah tropis karena cukup banyak penduduk menderita kecacingan.  Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Di Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia defisiensi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya (Nasution, 2004).

Cacingan dan anemia merupakan dua hal saling terkait. Isu kesehatan seperti cacingan dan anemia tidak mendapat banyak perhatian karena dipandang tidak “seseksi” isu-isu kesehatan yang lain. Menurut Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), anemia merupakan isu yang kritis, khususnya kalau dihubungkan dengan angka kematian ibu melahirkan (AKI) akibat anemia berkisar 70 persen dari seluruh penyebab AKI sejak 20 tahun lalu yang ahttp://www.pppl.depkes.go.id/ngkanya tidak pernah turun tiap tahunnya.

Secara umum, kecacingan pada ibu hamil dapat menyebabkan :

  1. Menyebabkan anemia defisiensi zat besi

Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi. Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia.

  1. Menurunkan efektivitas vaksin TT dan DPT pada ibu hamil

Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis, termasuk Indonesia, yang terabaikan. Padahal, infeksi cacing kronis menurunkan respons imun pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan terhadap antigen tetanus toksoid atau TT meski telah divaksinasi. Respon imun terhadap TT pada ibu hamil yang rendah dan ditambah infeksi cacing yang menyertai, dimungkinkan akan berakibat pada bayi yang dilahirkan.

Infeksi tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Di sejumlah negara maju di mana kontrol terhadap sanitasi, higienis, dan penyakit infeksi seperti cacing sudah berhasil, pemberian vaksinasi tetanus sangat efektif untuk menurunkan angka kasus infeksi tetanus. Di lain pihak, vaksinasi TT di negara-negara tropis dan berkembang kurang optimal hasilnya.

Sejumlah studi membuktikan, antigen dari ibu hamil terinfeksi cacing dapat menembus plasenta dan menstimulasi sistem imun janin yang dikandung. Keadaan ini akan memengaruhi respons imun bayi pada antigen lain seperti vaksin.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan banyaknya kasus kegagalan program vaksinasi tetanus di daerah Asia dan Afrika terkait dengan beberapa faktor, seperti ketidaktepatan jadwal imunisasi, potensi vaksin rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka kasus infeksi cacing di banyak negara di Asia dan Afrika masih tinggi.

  1. Menurunkan berat badan ibu hamil

Kekurangan micronutrient dalam darah menyebabkan pasokan gizi ibu hamil dan janin berkurang. Keadaan yang demikian jika dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan meyebabkan berat badan ibu hamil tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena cadangan gizi ibu hamil ditujukan untuk pertumbuhan janin.

  1. Menyebabkan perdarahan pada usus

Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat.

Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.

5.  Menyebabkan kekurangan mikronutrien ibu hamil

Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan perdarahan, juga menyebabkan terganggunya penyerapan nutrisi makanan yang masuk. Jika selama kehamilan tersebut cacing masih terdapat pada usus, maka penyerapan micronutrient akan terganggu. Micronutrient dalam darah cenderung menurun.

Pada ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melahirkan anak-anak yang sehat dan berotak cerdas. Sementara cacing trikhuris dapat menimbulkan perdarahan kecil yang dapat menimbulkan anemia, meski tak separah cacing tambang.

Komplikasi

  1. Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi usus (ileus)
  2. Anemia berat
  3. Perdarahan
  4. BBLR
  5. Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan hati, kebutaan, penyumbatan usus, bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang meninggalkan kecacatan

Diagnosis

Dilakukan skrining uji feces pada ibu hamil. Untuk mengetahui banyaknya cacing di dalam usus dapat dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/ gram tinja, berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang di dalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat.

Tanda dan Gejala Klinis

Tanda Kecacingan adalah ditemukan minimal 2000 telur/gram tinja.

Gejala-gejala cacingan antara lain:

  1. Perut buncit
  2. Gatal-gatal sekitar anus
  3. Muntah ada cacing
  4. Cacing dalam kotoran
  5. Anemia atau kurang darah
  6. Penyumbatan usus
  7. Fesesnya encer, kadang bercampur lendir dan darah, cacing tampak keluar dalam feses

Penanganan

Pada kondisi hamil, selama sepertiga pertama kehamilan (trimester pertama) sebaiknya tidak minum obat yang membunuh cacing. Namun, langkah-langkah kebersihan saja dapat bekerja. Cacing mati setelah sekitar enam minggu. Dengan syarat ibu hamil tidak menelan telur baru, maka tidak ada cacing baru akan tumbuh. Selama 6 minggu tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan untuk mematahkan siklus cacing sehingga tidak terjadi re-infeksi. Setelah trimester pertama, pengobatan mungkin perlu dilakukan namun harus dibawah pengawasan dokter. Obat yang biasa digunakan yaitu :

  1. Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.
  2. Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut
  3. Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja)
  4. Ditambah sulfas ferrous 500 mg 2 x sehari

Langkah pencegahan :

Pertama, bertujuan untuk membersihkan telur:

  1. Mencuci pakaian tidur, sprei, handuk.  Membuang kain setelah digunakan. Perhatian khusus pada kamar tidur termasuk debu kasur.
  2. Benar-benar membersihkan kamar mandi.

Kemudian, setiap anggota rumah tangga harus melakukan berikut ini selama dua minggu:

  1. Tidak menyentuh kulit di dekat anus dan menggaruk daerah anus
  2. Setiap pagi mandi mencuci di sekitar dubur langsung setelah bangun dari tempat tidur.
  3. Idealnya, perubahan dan mencuci pakaian tidur setiap hari.

Dan kebersihan umum langkah-langkah yang harus selalu bertujuan untuk lakukan untuk mencegah mendapatkan infeksi cacing lagi:

  1. Cuci tangan dan gosok di bawah kuku di pagi hari, setelah menggunakan toilet atau, dan sebelum makan atau menyiapkan makanan.
  2. Cobalah untuk tidak menggigit kuku atau menghisap jari
  3. Jika mungkin, hindari berbagi handuk atau flanel. Bilas dengan baik sebelum digunakan.

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN KECACINGAN

KASUS:

Seorang ibu primigravida umur 22 tahun, HPMT: 15 Desember 2009, HPL : 22 September 2010. Umur Kehamilan 9 minggu 1hari. Mengeluh merasa dan gatal-gatal pada telapak kaki  sejak 3 minggu yang lalu, tinja encer ketika BAB dan mual muntah ±3 kali dalam 1 hari. Ibu bekerja sebagai  ibu rumah tangga.

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL

G1P0Ab0Ah0 umur 22 tahun uk 9 minggu, normal

Di BPRB Amanah Husada.

Tanggal Pengkajian     : 17 Februari 2010, jam 14.00

Data Subjektif

  1. Ibu mengatakan bahwa ia merasa gatal-gatal pada telapak kaki sejak 3 minggu yang lalu.
  2. Ibu mengeluh mual, muntah dengan frekuensi ± 3kali sehari dan tinja encer ketika BAB.

Data Objektif

  1. Pemeriksaan fisik
    1. Keadaan umum     : Baik. Kesadaran : compos mentis
    2. Tanda vital

Tekanan darah       : 120/80 mmHg

Nadi                      : 86 kali permenit

Pernafasan : 12 kali permenit

Suhu                      : 36.6 0C

  1. BB: 47 kg
  2. Kepala dan leher

Mata :konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada odem palpebrae.

Mulut : bibir lembab, gusi merah muda, tidak ada caries gigi, tidak ada pembesaran tonsil.

  1. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (feces)

Tanggal 16 Februari 2010 jam : 10.00

Hasil pemeriksaan : Terdapat sekitar 2000 telur/ gram tinja dengan jenis cacing ankilostomiasis.

ASSESMENT

  1. Diagnosis Kebidanan

G1P0Ab0Ah0 umur 22 tahun, uk 9 minggu dengan kecacingan.

  1. Masalah

Gatal-gatal pada sekitar telapak kaki dan mual muntah.

  1. Kebutuhan

KIE tentang cara menjaga kebersihan dan cara mengatasi mual dan muntah yang dialami ibu.

  1. Diagnosis Potensial

Kecacingan potensial menjadi anemia.

  1. Masalah Potensial

Untuk saat ini tidak ada

  1. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
    1. Mandiri

Tidak ada

  1. Kolaborasi

Laboratorium Avicena untuk pemeriksaan feces

  1. Merujuk

Tidak ada

PLANNING ( Termasuk Pendokumentasian implementasi dan Evaluasi )

Tanggal 17 Februari 2010 jam 14.20 WIB

  1. Memberitahu ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ibu menderita kecacingan.

E: Ibu mengerti dengan kondisinya sekarang.

  1. Memberi KIE kepada ibu tentang cara meringankan mual dan muntah yang dialami ibu yaitu:
    1. Makan dengan porsi sedikit tetapi sering
    2. Mengkonsumsi biskuit atau roti kering untuk mengurangi muntah
    3. Menghindari makanan yang berbumbu tajam.
    4. Berhati-hati setiap kali bangun dari tempat tidur, tunggu 5-10 menit dahulu baru kemudian diperkenankan untuk bangun.

E: Ibu mampu untuk menyebutkan kembali bagaimana cara untuk meringankan mual dan muntah yang dialaminya.

  1. Memberi KIE kepada ibu tentang bagaimana mengatasi kecacingan yang dialaminya, yaitu :

Pada kondisi hamil tiga bulan pertama, sebaiknya ibu tidak minum obat yang membunuh cacing karena cacing mati setelah sekitar enam minggu. Tetapi ibu perlu untuk meningkakan kebersihan dirinya. Selama 6 minggu tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sehingga cacing tidak berkembangbiak kembali.

Cara meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan misalnya dengan cara:

  1. Menjaga kebersihan dengan mencuci pakaian tidur, sprei, handuk
  2. Benar-benar membersihkan kamar mandi, sering mencuci kain dengan air panas.
  3. Menjaga kebersihan makanan dan mencuci tangan sebelum makan.

E: Ibu mampu menyebutkan kembali bagaimana cara meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan..

  1. Memberikan suplement kepada ibu yaitu tablet besi 1×1 250 mg yang diminum malam hari dan yang diminum tiap pagi.

Menyarankan ibu untuk mengkonsumsi tablet besi menggunakan air jeruk dan tidak menggunakan air teh, susu atau kopi.

E: Ibu bersedia untuk minum suplement secara teratur dan ibu mampu menyebutkan kembali bagaimana cara minum suplement dengan benar.

  1. Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 bulan kemudian yaitu tanggal 17 Maret 2010.

E: Ibu akan melakukan kunjungan ulang pada tanggal 17 Maret 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Cacingan, Anemia, AKI, Gaya Hidup diunduh tanggal 23 Maret 2010 jam 19.00 WIB dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0411/01/swara/1356956.htm.

http://indobic.biotrop.org diunduh tanggal 13 Maret 2010 jam 21.00 WIB

Threadworms diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 12.30 WIB dari http://www.patient.co.uk/health/Threadworms.htm.

Mencegah dan Mengatasi Cacingan diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 10.05 WIB dari http://www.dechacare.com/Mencegah-dan-Mengatasi-Cacingan-I757.html

Anemia Defisiensi Besi diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 12.15 WIB dari http://www.pppl.depkes.go.id/

Rubrik Sehat diunduh tanggal 27 Maret 2010 jam 16.00 WIB dari http://www.tabloid-nakita.com/artikel