FLORA NORMAL
Pendahuluan
Pada bab-bab dimuka telah dijelaskan mengenai berbagai macam mikroorganisme dalam kaitannya dengan penyakit infeksi. Dalam bab ini akan diulas peran mikroorganisme dari sisi yang lain, yakni sebagai anggota flora normal tubuh. Bahan ini diberikan dalam bentuk kuliah dengan alokasi waktu 2 X 50 menit.
Setelah membaca bahan ajar dan mengikuti kuliah bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan apa yang dimaksud flora normal, faktor-faktor yang berpengaruh pada flora normal, resident dan transient flora, peran flora normal dan komposisi flora di bagian tubuh.
Apakah Flora Normal?
Manusia sejak lahir berada didalam biosfer yang penuh dengan mikroorganisme. Mikroorganisme berada didalam tubuh manusia, tumbuhan dibeberapa bagian tubuh dalam keadaan tidak pernah statis, selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai kondisi lingkungan setempat.
Pada tubuh dalam keadaan normal, diperkirakan terdapat lebih kurang 1012 bakteri yang menghuni kulit, 1010 di mulut dan 1014 di saluran pencernaan. Kebanyakan diantaranya merupakan bakteri yang sangat spesifik dalam hal kemampuan menggunakan bahan makanan, kemampuan menempel pada permukaan tubuh, dan mampu beradaptasi (secara evolusi) terhadap hospes.
Adanya flora normal pada beberapa bagian tubuh manusia sangat menyulitkan bagi seorang mokrobiolog untuk menentukan mikroorganisme penyebab infeksi pada spesimen klinik yang diperiksanya. Biasanya seorang ahli mikrobiologi klinik dituntut bertanggung jawab untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab infeksi pada spesimen secara tepat, dalam waktu singkat. Untuk menentukan mikroorganisme mana yang bertanggung jawab pada timbulnya infeksi di area mengandung flora normal, adalah suatu pekerjaan yang sulit. Seorang klinisi atau ahli mikrobiologi klinik harus mengkorelasikan dengan data-data klinik pasien, sebelum menentukan penyebabnya. Untuk itu pengetahuan mengenai flora normal sangat penting dlam penegakan diagnosis penyakit infeksi.
Flora normal adalah berbagai bakteri dan fungi yang secra tetap menghuni bagian tubuh tertentu, terutama kulit, orofaring, kolon dan vagina. Virus dan parasit tidak dianggap sebagai anggota flora normal, walaupun keduanya dapat berada secara asimtomatik. Dari satu bagian tubuh dengan bagian tubuh yang lain flora normal bervariasi baik dalam hal jumlah maupun macamnya.
Fetus berada dalam kondisi lingkungan yang steril. Pada saat lahir fetus segera kontak dengan ibunya atau perawat atau yang lain. Pada saat itulah fetus diinfeksi oleh mikroorganisme dari sekitarnya mikroorganisme tersebut kemudian sebagian akan menetap sebagai flora normal.
Hubungan mikroorganisme flora normal dengan hospes bersifat komensal satu fihak yakni berbah menjadi hubungan parasitisme.
Faktor-faktor apa yang memperngaruhi flora normal ?
Beberapa faktor mempengaruhi jumlah dan tipe mikroorganisme penyusun flora normal diantaranya adalah :
Oksigen, reseptor tertentu perlekatan, pH, nutrient, respon imun hospes dan mikroorganisme yang lain sebagai pesaing.
Apakah transient flora dan resident flora?
Terdapat 2 macam flora yakni transient flora dan resident flora. Resident flora/indigenous (menetap) merupakan berbagai tipe mikroorganisme yang selalu ditemukan pada area tertentu, pada umur tertentu. Bila terganggu mempengaruhi keseimbangan flora. Transient flora (tidak menetap) terdiri atas patogen dan non potensial pathogen yang mendiami kulit atau membrana mukosa atau tempat lain hanya dalam waktu sesaat, beberapa jam, hari atau minggu tergantung lingkungan setempat, biasanya tidak menyebabkan penyakit. Namun bila resident flora terganggu keseimbangannya maka mikroorganisme transient flora menggantikan kedudukannya, berkolonisasi di area tersebut, terjadi proliferasi dan akibatnya timbul penyakit. Perubahan resident flora biasanya disebabkan oleh perubahan gizi, perubahan hormonal, sakit dan sebagainya.
Bagian tubuh yang secara normal dihuni mikroorganisme adalah: respiratori atas, traktus intestinalis bawah, kulit. Sedangkan esophagus, traktus urinarius, lambung hanya mengandung beberapa jenis mikroorganisme. Bagian yang dalam keadaan normal steril adalah darah, susunan saraf pusat, urine, jaringan endothel.
Apakah peran flora normal?
Keuntungan adanya mikroorganisme flora normal adalah mampu mencegah kolonisasi mikroorganisme lain pada area yang dihuninya. Bakteri intestinal seperti E.coli tidak pernah berhasil menetap di mulut ataupun tenggorokan. Apakah hospes menggunakan antibiotik berspektrum luas jangka panjang, flora normal akan terganggu. Keadaan tersebut mendukung pertumbuhan pesat Candida albicans di mulut atau staphylococcus di intestinum.
Terdapat suatu penelitian pada 14 sukarelawan yang masing-masing diberi 1000 Salmonella typhi secara oral, tidak satupun menjadi sakit. Sakit terjadi pada 1 diantara 4 orang yang diberi sreptomisin secara bersamaan dengan pemberian kuman. Streptomisin diduga menginduksi infeksi karena aktivitasnya sebagai bakteriostatik terhadap mikroorganisme komensal intestinal.
Kompensasi flora normal pada manusia sangat kompleks, tetapi hanya terdapat beberapa tipe yang menjadi predominan. Hal ini tergantung pada diet sehari-hari. Sebagai contoh: Sarcina ventriculi, merupakan bakteri intestinal, yang biasanya terdapat pada vegetarian dalam jumlah sangat banyak. Jumlah yang banyak tersebut diduga berpotensi metabolik dan produk metabolismenya dapat diadsorpsi. Bakteri intestinal sangat penting dalam degradasi asam empedu dan glikosida seperti cascara. Atau senna yang bila diberikansecara oral akan dikonversi oleh bakteri dalam bentuk aktif (aglycons), bentuk ini memiliki aktifitas farmakologik.
Produk metabolik seringkali menimbulkan kesulitan. Substansi seperti ammonia yang secara normal diadsorpsi oleh sirkulasi portal akan dinetralkan oleh liver. Namun apabila liver mengalami kerusakan berat (dapat karena hepatitis), ammonia akan masuk pada peredaran umum dan menyebabkan koma hepatikum.
Suku Aborigin Australia, bangsa China, berbeda dengan bangsa Anglo-saxon dalam hal ketidakmampuan mukosa intestinalnya menghasilkan ensim lactase. Hal tersebut diduga berhubungan dengan fakta bahwa orang-orang tersebut tidak minum susu secara normal ketika dewasa. Jika laktosa diingesti akan dimetabolisasi oleh bakteri di caecum dan kolon dengan hasil samping berupa asam lemak, karbon dioksida, hydrogen dan sebagainya. Hal ini berakibat tingginya flatulensi dan terjadi diare.
Anggota flora normal memiliki peran dalam mempertahankan kesehatan tubuh atau menyebabkan penyakit dengan 3 cara:
- Akan menimbulkan penyakit, terutama pasien imunokompromis dan individu yang lemah. Walaupun sebenarnya organism tersebut adalah non pathogen pad lokasi normal, dapat menjadi pathogen diluar lokasi normal.
- Akan menyusun mekanisme protektif hospen. Bakteri residen yang non pathogen memerlukan kebutuhan ekologi untuk hidupnya sehingga bakteri pathogen yang akan berproliferasi di suatu lokasi yang dihuni flora normal. Mikroorganisme non residen akan kesulitan bersaing dengan residen. Jika flora normal tertekan, pathogen akan pesat dan menyebabkan sakit.
- Kemungkinan mikroorganisme flora normal memiliki peran nutrisional. Bakteri intestinal memproduksi beberapa vitamin B dan vitamin K. individu yang memperoleh terapi antibiotic per-oral akan mengalami defisiensi sebagai akibat dari reduksi flora normal. Hal tersebut masih menjadi kontroversi mengingat hewan percobaan steril (germ-free animals) tetap sehat, sehingga belum terbukti bahwa flora normal esensial untuk nutrisi.
Tabel.1. bakteri flor normal dan lokasi anatomiknya
Bakteri |
Lokasi anatomik |
Bacterioides
Candida albicans Clostridium Corynebacterium (difteroid) Eschericia coli Gardharella vaginalis Haemophylus Lactobacillus Neisseria Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Streptococcus faecalis (enterococcus) Streptococcus viridans |
Kolon, tenggorokan, vagina
Mulut, kolon, vagina Kolon Nasofaring, kulit, vagina Kolon, vagina, uretra luar Vagina Nasofaring, konjungtiva Mulut, kolon, vagina Mulut, nasofaring Kolon, kulit Hidung, kulit Kulit, hidung, mulut, vagina, uretra Kolon Mulut, nasofaring |
Bagaimana flora normal kulit?
Bakteri komensal kulit mendapat tempat persembunyian yang cocok. Bakteri kulit kebanyakan menempel pada sisik deskuamasi, rata-rata terdapat 5×108 sisik, 107 diantaranya ditempelibakteri (per orang per hari), tergantung aktifitas fisik. Organisme predominan di kulit adalah Staphylococcus epidermidis yang nono pathogen di kulit tetapi dapat menyebabkan sakit bila mencapai katup jantung prostesa. Ditemukan pula organism potensial pathogen staphylococcus aureus, terutama berkolonisasi diarea hidung, jari dan perineum. Persembunyian (shedding) utama adalah di hidung, disamping pada area perineal. Laki-laki cenderung menjadi perineal shedder dibandingkan dengan wanita. Hal ini mungkin pengaruh hormonal atau friksi (lecet) di area tersebut, seperti diketahui shedding dapat terlindung oleh pemakaian pakaian dalam yang ketat. Terdapat lebih kurang 103 sampai 104 organisme per cm2 di kulit. Kebanyakan diantaranya berlokasi dipermukaan stratum korneum, tetapi ada pula yang berada di dalam folikel di dermis yang mengandung oksigen dengan tekanan rendah.
Bagaimana Flora Di Traktus Intestinalis?
Semua mikroorganisme yang mengikfeksi traktus intestinalis terdapat pada feses. Organisme yang terdapat di empedu, seperti hepatitis-A (enterovirus) dan basil tifus pada karier tifoid, juga akan muncul pada feses. Mikroorganisme yang tertelan setelah tumbuh di mulut, tenggorokan atau traktus respiratorius juga akan terdapat di feses, tetapi yang tidak resisten asam, empedu dan substansi intestinal lainnya akan inaktif. Mikroorganisme feses biasanya merupakan komensal yang tidak berbahaya. Ketika terjadi infeksi intestinal, isi intestinal sering menjadi lebih cair, terjadi diare.
Pada manusia normal, lambung mengandung beberapa mikroorganisme karena pH yang rendah. Usus halus biasanya mengadung sejumlah streptococci, lactobacilli,yang terutama Candida albicans. Sejumlah besar mikroorganisme terdapat di ujung ileum. Kolon adalah lokasi mengandung mikroorganisme terbesar ditubuh. Dua puluh persen (20%) berat kering dari feses mengandung bakteri, mendekati 1011 organisme/g.
Flora normal trakt. Intestinal mempunyai peran penting pada timbulnya penyakit ektraintestinal. Contohnya E.coli dapat menyebabkan UTI (urinary tract. Infection), dan Bacteroides fragilis penyebab penting peritonilis yang dihubungkan dengan perforasi dinding intestinal mengikuti suatu trauma, appendicitis atau diverticulitis. Bakteri lain seperti streptococcus faecalis (Enterococcus faecalis) dapat menyebabkan UTI atau endokartidis, dan Pseudomonas aeruginosa yang dapat menyebabkan berbagai infeksi terutama pada pasien rawat inap di rumah sakit dengan penurunan daya tahan. P.aeruginosa terdapat pada 10% feses normal, juga terdapat pada air dan tanah.
Table. 2. Bakteri penyusun utama kolon
Bakteri |
Jumlah/gr feses |
Pathogen penting |
Bacterioides, t.u B. fragilis
Bifidobacterium Eubacterium Coliform Streptococcus t.u S. faecalis Lactobacillus Clostridium, t.u C.perfringens |
1010-1011
1010 1010 107-108 107-108 107 104 |
Ya
Tidak Tidak Ya Ya Tidak ya |
Terapi antibiotik, misalnya dengan clindamycin akan menekan predominan flora normal. Keadaan tersebut memungkinkan organisme yang biasanya sangat sedikit yakni Clostridium deficile (penghasil toksin) menjadi tumbuh pesat dan menyebabkan colitis. Pengobatan dengan antibiotik tertentu seperti neomycin per oral, ysng diberikan menjelang pembedahan gastrointestinal akan ‘mensterilkan’ perut sehingga terjadi reduksi flora normal untuk beberapa hari, kemudian secara bertahap akan kembali seperti sediakala.
Bagaimana flora di traktus urogenitalis?
Urin secara normal steril selama traktus urinarius dipancari dengan urin setiap 1 atau 2 jam, sehingga mikroorganisme yang masuk mejadi tidak dapat bertahan. Uretra pada laki-laki steril kecuali di 1/3 ujung akhir, mikroorganisme dibagian atas akan terguyur kebawah ketika urinase. Parasit uretral yakni gonokokus berhasil berkolonisasi karena mampu menempel pada permukaan sel epitel iyang difasilitasi oleh adanya pili. Blader pada laki-laki sulit diinfeksi, karena uretra panjangnya 20 cm. infeksi dibagian ini biasanya hanya terjadi setelah proses kateterisasi. Uretra wanita lebih pendek hanya sekitar 5 cm panjangnya, legih mudah dimasuki mikroorganisme atau terkontaminasi dari daerah yang kaya mikroorganisme.
Urin bila tidak terlalu asam, sebenarnya merupakan medium yang baik bagi mikroorganisme sehingga seluruh traktus sesungguhnya memiliki resiko untuk terjadinya infeksi. Namun karena adanya aliran bebas dan flushing action dari aliran urin, maka kejadian infeksi sangat sulit. Simpanan atau sisa urin di kandung kemih akan meningkatkan resiko infeksi. Infeksi traktus urinarus berkaitan dengan struktur abnormal dari blader/kandung kemih, ureter, atau karena adanya batu atau pembesaran prostat yang menghambat aliran urin. Hambatan pengosongan kandung kemih juga terjadi pada wanita hamil.
Vagina tidak memiliki mekanisme pembersihan alami (cleansing mechanism). Kehidupan mikroorganisme di lokasi ini tidak ada hambatan dan merupakan area yang subur bagi pertumbuhan mikroorganisme komensal. Selama masa reproduksi, sejak masa pubertas sampai menupouse, epitel vagina mengandung glikogen karena aktivitas estrogen. Doderlein bacillus (laktobasillus) berkoloni di vagina, memetabolisasi glikogen tersebut dengan hasil disamping berupa asam laktat. Asam laktat menimbulkan suasana asam di vagina (sekitar 5), dan bersama produk lain akan menyebabkan hambatan bagi kolonisasi bakteri selain Doderlein basilus. Keadaan tersebut menyebabkan seleksi sejumlah bakteri streptococcus dan difteroid. Vagina normal mengandung 108 per ml. Mikroorganisme tidak akan mampu bertahan hidup pada keadaan tersebut kecuali penyebab penyakit STD (sexual transmitted diseases).
Jadi, estrogen membentuk mekanisme pertahanan berupa produksi antimikroba terhadap kontaminasi di vagina pada periode reproduksi wanita. Sebelum pubertas dan setelah menopause, epitel vagina tidak mengandung glikogen, sekresinya bersifat alkalis. Bakteri yang menetap di vulva adalah streptococci dan staphylococci.
Tabel.3. anggota flora normal utama di berbagai lokasi
Lokasi |
Organisme utama |
Penghuni lainnya |
Kulit | Staphylococcus epidermidis | Stephaureus, corynebacterium, straptococci, P. Aeruginosa, anaerob (peptococcus), yeast
Mis: Candida albicans |
Hidung | Staphylococcus aureus | Staph. Epidermidis, corynebacterium, berbagai streptococci |
Plak gigi | Streptococcus mutant |
– |
Mulut | Streptococcus viridans | berbagai streptococci |
Sela ginggiva | Berbagai anaerob (bacterioides) |
– |
Kolon | Fusobacterium, streptococci, actinomyces | Bifibacterium, eubacterium, fusobacterium, lactobacillus, batang gram negatif, strep faecalis, streptococcus lain, clostridium |
Vagina | Lactobacillus, E.coli, streptococcus, grup-B |
– |
Tenggorak | Streprococcus viridans | Berbagai streptococci (S.pyogenes, S.pneumonia), Neisseria, Haemophylus influenzae, S.epidermidis |
Uretra |
– |
S.epidermidids, Corynebacetrium, berbagai strptococcus, berbagai batang gram negatif |
Latihan
- Apa perbedaan antara flora dan karier?
- Apa saja penyusun flora normal kulit dan orofaring? Penyakit apa yang dapat ditimbulkan dari beberapa penyusun di area tersebut?
- Sebutkan bakteri anaerob yang penting pada flora kolon.?
- Apabila flora normal kolon dengan antibiotik, penyakit apa yang dapat timbul, jelaskan
- Apa peran penting laktobacilus sebagai bagian dari flora vagina?
- Vagina beberapa wanita kadang-kadang mengandung Eschericia coli. Apa arti hasil observasi ini? Bagaimana jika mengandung streptococcus grup-B?
- Jika dari kultur urin tumbuh koloni Staphylococcus epidermis, apa interperetasi anda?
Soal Formatif
Pilihlah salah satu pernyataan a,b,c,d,e yang tepat
- Mikroorganisme transient akan menimbulkan ancaman, bila:
a. | Resident flora tertekan |
b. | ’cleansing mechanism’ terganggu |
c. | Kemampuan sistem imunitas meningkat |
d. | Gizi menurun |
e. | Terjadi perubahan mormonal |
- ’Cleansing mechanism’ di intestinal, berupa:
a. | Lisozim |
b. | Diare |
c. | Peristaltik |
d. | Pepsin |
e. | Mukus |
Pilihan ganda
- Flora normal terdiri atas:
1 | Transient flora |
2. | Indigenous flora |
3. | Resident flora |
4. | Plak |
- Secara normal beberapa lokasi tumbuh yang dihuni mikroorganisme adalah:
1 | Respiratori atas |
2. | Seluruh traktus intestinalis |
3. | Kulit |
4. | Darah |
- Resident flora akan tinggal bersama hospes selama hidup, perubahan dapat terjadi karena:
1 | Gizi |
2. | Perubahan hormonal |
3. | Sakit |
4. | Adanya patogen |
- Resident usus normal:
1 | Laktobasilus |
2. | Corynebacteria |
3. | Bacterioides fragilis |
4. | Neisseria cattaralis |
- Beberapa jam stelah lahir, bakteri yang mulai menghuni mulut dan menetap di mulut adalah:
1 | Streptococcus mutant |
2. | Staphylococuus |
3. | Laktobasilus |
4. | Streptococcus viridans |
- Pada pasien dengan dehidrasi, aliran saliva menurun, akbatnya mikroorganisme mulut akan:
1 | Meningkat jumlahnya |
2. | Menurun jumlahnya |
3. | Berubah status menjadi patogen |
4. | Pindah tempat |
- Mikroorganisme non komensal yang akan menginvasi kulit harus menghadapi pertahanan berupa:
1 | Asam lemak |
2. | pH alkalis |
3. | Komensal |
4. | Bakteriosin |
- Pertumbuhan pesat mikroorganisme di kolon akan merugikan hospes:
1 | Kekurangan asam empedu |
2. | Kekurangan vitamin B-12 |
3. | Adsorpsi lemak ktertanggu |
4. | Mukus meningkat |
Jawaban tes formatif
1. |
A |
2. |
B |
3. |
A |
4. |
A |
5. |
A |
6. |
A |
7. |
D |
8. |
A |
9. |
A |
10. |
A |
INVASI MIKROORGANISME
Pendahuluan
Pada bab ini akan diulas bagaimana cara masuk dan cara invasi mikroorganisme patogen kedalam bagian tubuh hospes, faktor-faktor apa yang mendukung. Bahan ajar ini disampaikan dalam bentuk kuliah dengan alokasi waktu 1 X 50 menit. Setelah mengikuti kuliah dan membaca bahan ajar ini., mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bagaimana cara mikroorganisme memasuki dan menginvasi kulit, traktus respiratorius, traktus intestinalis, dan konjungtiva.
Cara invasi di kulit
Kulit merupakan barier alamiah terhadap mikroorganisme dan segala sesuatu yang akan berpenetrasi. Mikroorganisme selain komensal (residen) akan segala inaktif karena asam lemak (pH sekitar5.5) dan bahan lain yang diproduksi oleh komensal dari sebum. Di daerah perianal terdapat berjuta-juta bakteri fekal yang setiap hari dideposit di kulit di bagian ini. Area tersebut terbukti resisten terhadap infeksi. Bakteri fekal di area ini segera mengalami inaktivasi, diduga karena sekresi gland perianal, mekanismenya belum diketahui.
Bakteri kulit juga memasuki folikel rambut dan menyebabkan lesi, kadang-kadang juga menyebabkan masalah setelah memasuki orifisium. Goresan karena luka berpotensi sebagai jalan masuk suatu infeksi. Virus hepatitis-B masuk kedalam tubuh melalui jarum suntik, tato, pecandu narkoba, akupuntur atau tusuk telinga (Bhs. Jawa: tindik) yang telah terkontaminasi dengan darah penderita. Mencukur dapat mengurangi pertahanan antimikroba di kulit dan member kemungkinan infeksi staphylococcal pada area cukur di wajah pria (‘sycosis barbae’). Pencukuran pre-operatif yang merupakan prosedur rutin, lebih member kemungkinan mendorong terjadinya infeksi daripada mencegah infeksi di luka bedah.
Gigitan serangga juga merupakan jalan masuk bagi mikroorganisme. Gigitan artropoda seperti nyamuk, tungau, kutu akan menembus kulit. Selama menghisap artropoda dapat memasukkan agen pathogen masuk kedalam tubuh. Banyak infeksi yang ditularkan secara mekanik, mulut artropoda akan terkontaminasi dengan agen infeksi yang berasal dari korban gigitannya dan tidak berkembang biak di tubuh artropoda. Sedangkan transmisi yang bersifat biologic, seperti demam kuning dan malaria, agen infeksi berkembang biak pada artropoda, setelah periode inkubasi, agen tersebut terkumpul di saliva dan ditularkan pada hospes yang peka pada proses ‘feeding’.
Pada aktivitas feeding nyamuk atau kutu, probosis masuk jaringan dermal, sambil meneteskan salivanya. Probosis nyamuk dapat masuk sampai pembuluh darah, menginjeksikan salivanya sambil menyedot darah hospes. Saliva terinfeksi langsung dipaparkan pada dermis dan sering sampai ke system vascular, tentunya sambil memasukkan mikroorganisme yang terkandung dalam saliva.
Penyakit klasik yang ditularkan lewat gigitan mamalia adalah rabies. Virus yang terkandung didalam ksaliva anjing, kelelawar, serigala, dan lain-lain. Dipaparkan lewat luka gigutan.
Cara invasi di Traktus Respiratorius
Untuk mengadung berbagai partikel padat. Jumlah partikel di atmosfer lebih dari 1000 juta ton. Kebanyakan berupa asap, jelaga dan debu dan selalu mengandung mikroorganisme. Di dalam gedung dapat 400-900 mikroorganisme per m3, hamper semuanya adalah bakteri non pathogen atau jamur. Di dlam gedung dengan ventilasi 6 liter/menit dalam keadaan istirahat, rata-rata manusia akan menghirup sedikitnya 8 mikroorganisme per menit atau kira-kira 10.000 per hari. ‘Cleaning mehanism’ yang efesien akan menghalau partikel-partikel tersebut dan membuat traktus respirtaorius bersih. Infeksi pada traktus respirtaorius selalu dikaitkan dengan lemahnya data mekanisme pembersihan ini.
Lapisan mukosilier melingkupi sebagian besar permukaan respiratori bagian bawah. Lapisan ini terdiri atas sel-sel bersilia bersama-sama dengan sel goblet yang memproduksi mukus, dan kelenjar penghasil mukus subepitelial. Partikel asing akan terdeposit di permukaan ini terlengkapi dalam mukus dan dihalau kembali keatas ke tenggorok karenaaktivitas silia (escalator mukosilier). Dalam kavum nasalis respiratori atas dikembalikan pula lapisan mukosilier, partikel yang terdeposit juga akan dikembalikan ke atas ke tenggorok dan ditelan. Setiap individu per hari rata-rata memproduksi 10-100 ml mukus dari cavum nasalis, jumlah yang sama terdapat di paru. Di ujung traktus respiratori bagian bawah yakni alveoli, tgidak terdapat silia atau mukus, namun di bagian ini terdapat makrofag.
Telah dilakukan suatu penelitian tentang pertahanan tubuh terhadap partikel yang diinhalasi, dengan penekanan pada ukuran partikel. Partikel besar tampaknya sulit mencapai paru. Hal ini berlaku bagi semua partikel termasuk virus, bakteri fungsi. Partikel yang lebih besar difiltrasi oleh lapisan rambut dinostril,dan partikel 10 um cenderung dideposit di cavitas nasalis, yang tersusun oleh tulang melekuk dan dilapisi mukosa. Partikel yang lebigh keciltampaknya dapat memasuki paru, yang berukuran 5 um atau kurang dapat mencapaialveoli. Sebagian penelitian ini menggunakan hewan percobaan, ada beberapa bagian yang menggunakan sekarelawan. Dengan menggunakan polistirene yang dilabel dengan 51Cr, dapat diamati bahwa separuh dari meteri yang dilabel dibebaskan dari paru dlam beberapa jam, setelah dideposit di escalator mukosilier, dan dibalikkan ke tenggorok. Partikel yang tertinggal di paru diatasi secara perlahan, untuk mencapai ‘half life’ dibutuhkan lebih dari 150 hari, mengalami fagositorius oleh makrofag.
Untuk dapat mengawali infeksi di traktus respiratorius, mikroorganisme harus mampu menghindari perangkap mukus, dibalikkan kembali ke tenggorokan dan tertelan. Bila sampai dideposit di alveoli, mikroorganisme harus resisten terhadap fagositosis oleh makrofag. Jika telah mengalami proses fagositosis harus mampu survive atau bermultiplikasi dudalamnya, tidak terdigesti dan terbunuh.
Mikroorganisme biasanya hanya memiliki sedikit kesempatan untuk dapat menghindari perangkap mukus pada proses awal, kecuali bila mekanisme mukosilier mengalami keruskan atau ia memiliki kemampuan menempel erat pada sel epithel. Sebagai contoh adalah mixovirus atau virus influenza memiliki henaglutinin pada permukaan yang berkaitan dengan reseptor (sialic acid pada glikoprotein) di sel epitel. Ikatan tersebut sangat kuat, sehingga virus memiliki kesempatan untuk menginfeksi sel. Rhinovirus juga memiliki reseptor serupa. Mycoplasma pneumonia memiliki komponen yang dapat berikatan dengan reseptor neuraminic acid pada permukaan sel epitel. Bakteri Bordetella pertussis yang bertanggung jawab terhadap batuk rejam memiliki mekanisme serupa untuk menginfeksi epitel respiratorius. Bakteri yang tidak memiliki mekanisme diatas hanya mampu menginfeksi bila terjadi kerusakan ‘cleansing mechanism’. Streptococcus pneumonia akan memiliki kesempatan kerusakan atau pertahanan tubuh hospes lemah. Infeksi virus sering merupakan sumber kerusakan mukosilier. Seseorang dengan bronchitis kronik yang menunjukkan gangguan fungsi mukosilier akan menginduksi infeksio bacterial ringan di paru. Terdapat bukti bahwa perokok dan penghirup polutan udara cenderung mengalami kerusakan permanen pada pertahanan kukosiliernya. Pasien yang menjalani penanganan dengan ‘tracheal tubes’ akan peka terhadap infeksi respiratories karena udara yang melewati alat tersebut tidak difiltrasi ataupun tidak dilembabkan oleh hidung lebih dahulu. Udara yang kering akan merusak aktivitas silia. Disamping itu pemasukan tracheal tube menyebabkan kerusakan epitel. Anestesi umum akan menurunkan resistensi paru dengan dan akan menekan reflex baruk.
Mikroorganisme tertentu yang menginfeksi traktus respiratorius memiliki aktivitas menekan fungsi mukolisier, sehingga tidak terusir dari paru dan dapat megawali infeksinya. Bordetella pertussis disamping mampu menempel pada reseptor epitel juga mengganggu aktivitas mukosilier. Haemophylus influenza memproduksi faktor yang memperlemah silia rontok. Pseudomonas aeruginosa diketahui memiliki 7 subtansi siliostatik yang dapat menyebabkan infeksi respiratori berat dan menyebabkan sistik fibrosis. Aktivitas silia juga dihambat oleh Mycoplasma pnemoniae. Mycoplasma melekat sambil bermultiplikasi pada sel epitel. Efek siliostatik diduga diakibatkan oleh hydrogen peroksidayang diproduksi secara local oleh bakteri tersebut.
Kelemahan silia dapat disebabkan karena faktor genetik. Pada kartegener’s syndrome, gerakan silia yang lemah menyebabkan infeksi paru dan sinus yang kronik. Spermatozoa pada individu tersebut juga terpengaruh, dan menyebabkan infeksi itu.
Secara normal, paru steril karena mikroorganisme yang terhalasi secara kontinyu akan terfagositosis dan dirusak, atau terusir karena gerakan mukosilier. Hanya mikroorganisme yang mampu bertahan terhadap fagositosis yang dapat menginfeksi paru. Mycobacterium tubercolusis dapat bertahan di makrofag alveolar pada hospes yang peka. Virus sering terfagositosis oleh makrofag dan gagal bertahan, sehingga gagal menginfeksi. Pertumbuhan virus ini terhambat pada 370C, menjadi optimal pada 330C, temperature itu terdapat pada mokusa nasal. Dibawah kondisi tersebut aktivitas antimikroba makrofag alveolar tertekan. Hal ini terjadi pada individu yang menghirup partikel asbestos yang toksik, kemudian difagositosis oleh makrofag alveolar. Pasien dengan asbestosis biasanya peka terhadap infeksi tuberkolusis paru. Makrofag alveolar yang diinfeksi oleh virus respiratori seringkali menunjukkan kelemahan dalam menghadapi bakteri yang terinhalasi, walaupun bakteri bersebut nonpatogen dan akan mengalami infeksi sekunder pneumonia bakterial.
Cara invasi Traktus intestinalis
Traktus intestinalis harus menerima segala sesuatu yang dimakan dan diminum juga semua materi yang ditelan yang bersal dari mulut, nasofaring, dan paru. Traktus ini tidak memiliki mekanisme pembersihan, selain diare dan muntah. Intestinal bagian bawah seolah-olah merupakan kancah dari aktivitas mikroorganisme, hal ini dapat digambarkan dari pemeriksaan langsung terhadap feses segar. Multiplikasi bakteri selalu seimbang dengan aliran yang keluar dengan isi intestinal yang tertinggal. E.coli tunggal dibawah kondisi yang cocok akan bermultiplikasi menjadi 108 dlaam waktu transit 12-18 jam. Makin tinggi rate aliran ini intestinal, makin sedikit kesempatan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dengan demikian jumlah bakteri pada feses diare lebih sedikit disbanding pada feses normal. Dengan kata lain makin rendah aliran feses keluar, makin besar jumlah mikroorganisme intestinal. Pertumbuhan pesat mikroorganisme di intestinal terutama usus halus dapat berdampak pada gangguan malabsorsi, karena bakteri yang melimpah tersebut memetabolisir asam empedu yang diperlukan pada adsopsi lemak, dan berkompetisi mendapatkan vitamin B-12 dan nutrient yang lain.
Komensal intestinal seringkali berasosiasi dengan dinding usus, dapat didalam lapisan mukus atau melekat di epithelium. Kemampuannya berasosiasi di dinding usus member dukungan menjadi residen tetap. Pathogen intestinal harus mampu bertahan dan bermultiplikasi.untuk itu biasanya bakteri pathogen memiliki mekanisme melekat pada sel epitel intestinal, sehingga tidak hanyut aluran keluar. Patogenisitas bakteri ini sangat tergantung pada kapasitas perlekatan dan penetrasi. Patogenitas kolera contohnya tergantung pada adhesi bakteri pada reseptor spesifik di permukaan epitel intestinal.
Infeksi melalui traktus intestinal akan dihambat oleh adanya mukus, asam, ensim dan empedu. Mukus melindungi sel epitel, sebagai barier mekanik terhadap infeksi, disamping mengandung IgA yang mampu menginaktivasi mikroorganisme. Mikroorganisme motil (Vibrio cholerae, E.coli strain tertentu) dapat menembus lapisan mukus dan menempel secara spesifik di epitel. Vibrio cholera memperoduksi musinase, diduga membantunya menembus mukus. Mikroorganismeyang mnenginfeksi intestinal biasanya mampu bertahan pada asam, ensim proteolitik dan empedu. Streptococci yang merupakan penghuni intestinal normal (Streptococcus faecalis) mampu tumbuh pada empedu, tidak seperti streptococcus lainnya. Kemampaun ini dimiliki pula oleh E.coli, Proteus, Pseudomonas dan pathogen yakni Salmonela, shigella. Sedangkan enterovirus seperti hepatitis-A, caxochie, echo dan poliovirus resisten terhadap asam dan garam empedu. Basil tuberkel penyebab tuberkulosis intestinal tahan terhadap kondisi asam di lambung. Pada umumnya kebanyakan bakteri tidak tahan terhadap asam akan lebih memiliki kondisi alkaililemah. Pathogen intestinal seperti Vibrio cholerae mampu melakukan infeksi karena terlindung oleh partikel makanan atau ketika produksi asam pada hospes terganggu (achlorrhydria).
Traktus intestinal berbeda dengan traktus respiratorius dalam hal gerakan konstan dengan perubahan kontur permukaan. Permukaan disusun oleh vili, kripta dan bentuk lain yang dapat berkontraksi dan elastic. Partikel di lumen bergerak terus, mendukung pertambahan sel mikroorganisme. Hal ini memberikan kesempatan bagi virus melekat erat pada reseptor dan kemudian berpenetrasi ke sel epitel. Bakteri enteric meningkatkan jumlahnya sebelum menempel di epitel.
Flora normal intestinal tampaknya resisten terhadap kolonisasi organisme lain. Diduga terdapat mekanisme melenyapkan saingannya dengan memproduksi zat inhibitor seperti bakteriosin, mampu berkompetisi menepel pada subtansi makanan, dan lebih dahulu mendapatkan reseptor yang lcocok. Pasien dengan pengobatan antibiotic ‘boatd sprctrum’ jangka panjang akan mengalami perubahan keseimbangan flora normal, mikroorganisme yang tumbuh adalah yang resisten antibiotic, seperti Candida albicans. Pada bayi yang disusui dengan ASI, bakteri predominan dalam intestinalnya adalah laktobasili aktivitas metabilik bakteri adalah menghasilkan asam dan faktor lain yang menghambat pertumbuhan bakteri lain. Bayi yang minum susu botol akan kehilangan mekanisme proteksi tersebut, disamping kehilangan immune protector lainnya yang terkandung pada ASI. Bayi tanpa ASI akan mudah mengalami infeksi intestinal.
Cara invasi di Konjungtiva
Konjungtiva selalu dibuat basah dan sehat oleh aliran kontinyu dari sekresi kelenjar lakrinal dan kelenjar lainnya. Setiap beberapa detik kelopak mata akan berledip seolah menyapu kotoran yang akan menempel (‘wiper action’). Walaupun sekresi air mata mengandung lisosim, namun protector utama adalah mekanisme pencucian alamiah (‘washing away’) terhadap benda asing yang masuk. Mikroorganisme atau partikel debu yang masuk konjungtiva akan terbuang melalui duktus air mata ke dalam cavum nasi. Tampaknya kecil kesempatan bagi mikroorganisme dapat mengawali infeksi, kecuali bila ia memiliki mekanisme menempel di permukaan konjungtiva. Apabila terjadi luyka di mata, akan memberikan kesempatan terjadinya infeksi oportunistik. Demikian pula bila cleansing mechanism terganggu karena penyakit pada glandula lakrimalis. Chlamidya dapat menginfeksi mata, diduga karena memiliki reseptor untuk menempel pada permukaan sel.
Latihan:
- Mengapa bayi yang tidak mendapatkan ASI mudah terserang diare karena rotavirus dan ETEC?
- Mengapa sering terjadi infeksi sekunder karena bakteri (mis: pneumokokus) setelah terjadi infeksi viral di traktus respiratoris, padahal bakteri tersebut sebenarnya dalam keadaan normal tidak menimbulkan gangguan.
Soal formatif
Pilihan ganda
- Mycoplasma pneumoniaemengikat reseptor berupa:
1 | Asam sialik |
2. | Peptida |
3. | Glukan |
4. | Asam neuramin |
- Patogenitas kuman enteric tergantung padea kemampuannya:
1 | Melekat pada epitel |
2. | Melawan komensal |
3. | Berpenetrasi |
4. | Mengadopsi lemak |
- Mixovirus dan rhinovirus mampu bertahan di traktus respiratorius karena memiliki:
1 | Selubung |
2. | Mucin |
3. | Kapsula |
4. | Reseptor asam sialik |
- Komposal menjadi pathogen, bila:
1 | Pindah lokasi |
2. | Keseimbangan flora terganggu |
3. | Sistem imun terganggu |
4. | Umur bertambah |
- Bakteri mulut mengalami peningkatan jumlah, bila individu yang bersangkutan:
1 | Puasa |
2. | Banyak bicara |
3. | Kurang bicara |
4. | Banyak makan |
Soal sebab akibat
- Penggunaan antibiotic jangka panjang dapat meningkatkan resiko infeksi Candida albicans sebab antibiotik menyuburkan pertumbuhan C.albicans.
- Bayi tanpa pemberian ASI lebih peka terhadap rotavirus sebab bayi kehilangan proteksi oleh laktobasilus intestinal.
Jawaban tes formatif
1. |
d |
2. |
a |
3. |
d |
4. |
a |
5. |
b |
6. |
c |
7. |
a |
DAFTAR PUSTAKA
Cocbrn, W.C and Assaad, F. 1974. Some observation on communicable Diseases as public health problem. Bill WHO, 49, 1-12.
Hentges, D.L, 1983. Human intestinal Microflora in health and in disease Acad, Press, NY and Ldn.
Levinson, W.E, and Jaetz, E. 1994. Medical Microbiology and Immunology. Appleton and Lange, USA.
Mims, C.A, the pathogenesis of infectious disease. I987, trird ed. Academic Press, Harcourt, brace Jovanovich, publ, Ldn.