Archive for the ‘askeb IV patologi’ Category

BAB I

PENDAHULUAN

 

Banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus (IUGR) seperti Pseudopremature, Small for Dates, dysmature, Fetal Malnutrition Syndrome, Chronic Fetal Distress, IUGR dan Small for Gestational Age (SGA). Batasan yang diajukan oleh Lubchenco (1963) adalah bahwa setiap bayi yang berat lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari 10th percentile oleh masa kehamilan pada Denver Intra uterine Growth Curves adalah bayi SGA. Gambaran kliniknya tergantung daripada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut.

 

Kejadian PJT bervariasi, berkisar 4-8% pada negara maju dan 6-30% pada negara berkembang. Hal ini perlu menjadi perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian yang terjadi akibat PJT. Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh yang kecil, 15-25% terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 5-10% terjadi karena infeksi selama kehamilan atau kecacatan bawaan.

Meskipun sekitar 50% dari pertumbuhan janin terhambat belum diketahui penyebabnya namun ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkannya, yaitu pertumbuhan maternal yang kurang, infeksi janin, malformasi kongenital, kelainan kromosom, penyakit vaskuler, penyakit ginjal kronis, anemia, abnormalitas plasenta dan tali pusat, janin multipel(kembar).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

A. Definisi

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) ditegakkan apabila pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) perkiraan berat badan janin berada di bawah persentil 10 dibawah usia kehamilan atau lebih kecil dari yang seharusnya (sesuai grafik). Terminologi “kecil untuk masa kehamilan” adalah berat badan bayi yang tidak sesuai dengan masa kehamilan dan dapat muncul pada bayi cukup bulan atau prematur. Pada umumnya janin tersebut memiliki tubuh yang kecil dan risiko kecacatan atau kematian bayi kecil akan lebih besar baik pada saat dilahirkan ataupun setelah melahirkan.

PJT terbagi atas dua, yaitu:

  1. Pertumbuhan janin terhambat tipe I : simetris atau proporsional (kronis)

Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents <Coxsackie virus, Listeria), Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan nutrisi berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok

  1. Pertumbuhan janin terhambat tipe II : Asimetris atau disproportional (akut)

Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris.  Beberapa organ lebih terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian tubuh yang terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha umumnya terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal juga berkurang. Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiennya) plasenta yang terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan darah tinggi dan diabetes dalam kehamilan dalam kehamilan

Ada dua betuk IUGR menurut Renfield (1975), yaitu :

1.      Proportionate IUGR

Janin yang menderita distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-mingu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya adipose tissue.

2.      Dispropotionate IUGR

Terjadi akibat distress. Gangguan yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.

B. Penyebab

  1. Penyebab ibu

a.       Fisik ibu yang kecil dan kenaikan berat badan yang tidak adekuat

Faktor keturunan dari ibu dapat mempengaruhi berat badan janin. Kenaikan berat  tidak adekuat selama kehamilan dapat menyebabkan PJT. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan sebaiknya 9-16 kg. apabila wanita dengan berat badan kurang harus ditingkatkan sampai berat badan ideal ditambah dengan 10-12 kg

b.      Penyakit ibu kronik

Kondisi ibu yang memiliki hipertensi kronik, penyakit jantung sianotik, diabetes, serta penyakit vaskular kolagen dapat menyebabkan PJT. Semua penyakit ini dapat menyebabkan pre-eklampsia yang dapat membawa ke PJT.

c.       Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, dan narkotik

  1. Penyebab janin

a.       Infeksi selama kehamilan

Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang sering menyebabkan PJT

b.      Kelainan bawaan dan kelainan kromosom

Kelaianan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT

c.       Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin)

Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT

  1. Penyebab plasenta (ari-ari)

a.       Kelainan plasenta sehingga menyebabkan plasenta tidak dapat menyediakan nutrisi yang baik bagi janin seperti, abruptio plasenta, infark plasenta (kematian sel pada plasenta), korioangioma, dan plasenta previa

b.      Kehamilan kembar

c. Twin-to-twin transfusion syndrome

 

C. Problematik Bayi IUGR
Bayi IUGR harus diwaspadai akan terjadinya beberapa komplikasi yang harus ditanggulangi dengan baik.

1.      Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks

2.      Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi IUGR mempunyai HB yang tinggi mungkin karena hipoksia kronik di dalam uterus.

3.      Hipoglikemi terutama bila pemberian minum terlambat.

4.      Keadaan ini yang mungkin terjadi : asfiksia, perdarahan paru yang masif, hipotermi, cacat bawaan akibat kelainan kromosom dan infeksi intrauterin.

D. Perkembangan PJT Intrauterin :

Peningkatan rasio berat plasenta terhadap berat lahir ditimbulkan oleh kondisi diet rendah nutrisi terutama protein

1.      Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan

Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi hiperglikemia pada kehamilan lanjut

2.      Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan

Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.

3.      Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan

Terjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses perlambatan pertumbuhan yang irreversibel

E. Tanda dan Gejala

PJT dicurigai apabila terdapat riwayat PJT sebelumnya dan ibu dengan penyakit kronik. Selain itu peningkatan berat badan yang tidak adekuat juga dapat mengarah ke PJT. Dokter dapat menemukan ukuran rahim yang lebih kecil dari yang seharusnya.

F. Prognosis
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi, asfiksia/iskemia otak, sindroma gangguan pencernaan dll. Juga tergantung pada sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat hamil, persalinan dan postnatal.

 

G. Pengamatan Langsung

Bila bayi ini dapat mengatasi problem yang dideritanya, maka perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor SSP dan penyakit-penyakit seperti hidrosefalus, cerebral palsy dan sebagainya

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) diperlukan untuk mengukur pertumbuhan janin. Selain itu USG juga dapat digunakan untuk melihat kelainan organ yang terjadi. Pengukuran lingkar kepala, panjang tulang paha, dan lingkar perut dapat dilakukan untuk menilai pertumbuhan janin melalui USG.  Penggunaan ultrasound doppler dapat digunakan untuk melihat aliran dari pembuluh darah  arteri umbilikalis.

I. Penatalaksanaan
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, tetapi karena bayi ini mempunyai problem yang agak berbeda maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin.
2. Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostix jika hipoglikemi harus segera diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibanding dengan bayi SMK
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.

 

J. Terapi

Kecacatan dan kematian janin meningkat sampai 2-6 kali pada janin dengan PJT. Tatalaksana untuk kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :

  1. PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan
  2. PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan

a.  Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 3-4minggu

b.     Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat  maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan

c.   Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan

  1. Kondisi bayi. Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris lebih dapat “catch-up” pertumbuhan setelah dilahirkan.

K. Pencegahan

Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.

 

 

S

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN IUFD

NY. ”S” G1P0Ab0Ah 0 UK 32 MINGGU

DI RSUD SLEMAN

 

Pengkajian ( Tanggal 27 Oktober 2008, jam 20:30 WIB)

1. IDENTITAS

  Ibu Suami
Nama Ny. S Tn. AD
Umur 22 tahun 22 tahun
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan D1 SMA
Pekerjaan Ibu rumah tangga Swasta
Alamat Temulawak, Triharjo, Sleman

 

2. ANAMNESA (Data Subyektif)

a.      Keluhan Utama

Ibu mengatakan hamil 8 bulan, ibu merasa gerakan janinnya berkurang sejak 3 hari yang lalu.

b.      Riwayat Perkawinan

Ibu kawin 1 kali, kawin pertama kali umur 21 tahun, dengan suami sekarang sudah 1 tahun.

 

 

c.      Riwayat Haid

Menarche umur 12 tahun, siklus 30 hari, lama 7 hari, teratur, encer, tidak sakit, bau khas darah. Mengganti softek 4-5 kali/hari pada hari pertama dan kedua, hari berikutnya 3-4 kali/hari. Keluhan : tidak ada

HPMT 18 Maret 2008, HPL 25 Januari 2009. Umur kehamilan saat pengkajian 32 minggu.

d.      Riwayat Obstetri : G1P0Ab0Ah 0

e.      Riwayat KB

Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.

f.       Riwayat Kesehatan

1)  Menurun : Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit seperti DM, hipertensi, asma, epilepsi, jiwa dari pihak keluarga ibu maupun suami.

2)  Menular : Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit seperti TBC, Hepatitis, Herpes, cacar maupun penyakit kelamin baik dari  keluarga ibu maupun dari  keluarga suami.

3)  Melahirkan kembar/cacat : Ibu mengatakan dari keluarga ibu maupun suami tidak ada yang pernah melahirkan kembar maupun cacat.

g.      Riwayat Kehamilan Sekarang

1)  Selama hamil ibu periksa di bidan di Puskesmas

2)  Mulai periksa sejak UK 13 minggu

3)  Frekuensi periksa; Trimester I: 2 kali, Trimester II: 3 kali.

4)  TT I : 27 Agustus 2008, TT II : 29 September 2008

5)  Obat yang diminum: B6, Vit C, Kalk, Tablet Fe.

6)  Selama hamil ibu tidak pernah minum jamu

7)        Keluhan/masalah yang dirasakan ibu: Selama hamil ibu mengatakan sering mual. Saat periksa ibu diberi obat dan KIE. Masalah dapat teratasi.

h.     Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

1)    Nutrisi

Porsi makan per hari           : 3 kali, porsi sedang

Jenis makanan                    : nasi, sayur, lauk

Makanan pantang               : tidak ada

Keluhan                                : tidak ada

2)    Eliminasi

BAK                           BAB

Frekuensi                  4-5 kali                       1 kali

Konsistensi               cair                              lunak

Warna dan Bau        khas urin                   khas feses

Keluhan                    tidak ada                    tidak ada

3)     Istirahat

Tidur siang                     : jarang, kadang-kadang 1 jam

Tidur Malam                   : 8 jam per hari

Keluhan             : tidak ada, ibu mengatakan tidak biasa tidur siang

4)     Aktifitas

Di luar rumah               : tidak ada aktivitas rutin.

Di dalam rumah                        : mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti biasa

Aktivitas terakhir 3 hari yang lalu : ibu mengatakan semenjak 3 hari yang lalu tidak ada aktivitas khusus yang ibu lakukan. Tidak ada perbedaan aktivitas sebelum ibu merasakan gerakan janinnya berkurang sampai datang ke rumah sakit.

 

 

 

 

 

5)    Personal Hygiene

ü Membersihkan alat kelamin : setiap mandi, setelah BAB dan BAK.

ü Mengganti pakaian dalam    : saat mandi, tiap kali kotor dan lembab

ü Jenis pakaian yang dipakai   : katun

6)    Seksualitas : 1-2 x/ minggu

i.       Data Psikososial-spiritual

a)  Tanggapan ibu terhadap keadaan dirinya: Ibu merasa takut atas kedaan yang terjadi pada dirinya

b)  Tanggapan ibu terhadap kehamilannya: Ibu dan keluarga sangat mengharapkan kehamilannya

c)  Ibu semakin taat beribadah sejak tahu ibu hamil, mengerjakan sholat 5 waktu.

d)  Pemecahan masalah dari ibu selalu dibicarakan dengan suami

j.    Pengetahuan ibu tentang kehamilannya: Ibu cukup tahu tentang kehamilannya. Ibu mengerti saat ini kehamilannya sudah 32 minggu. Ibu belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada kehamilannya.

k.   Lingkungan yang berpengaruh : Ibu tinggal bersama suami.Di dalam rumah tidak mempunyai hewan peliharaan. Tetangga ada yang memelihara kucing dan ibu mengatakan kucing tersebut sering buang kotoran di samping rumahnya.

 

O

Pemeriksaan Umum

K/U                 : sedang                     BB Sebelum hamil  : 47 kg

Kesadaran    : composmentis        BB setelah hamil     : 54,5 kg

TD                   : 150/90 mmHg         Kenaikan BB                        : 7,5 kg

Nadi                : 82 x/menit               Status Gizi                 : baik

Suhu              : 36,80C                      TB                               : 156 cm

Respirasi       : 24 x/menit               Lila                              : 24 cm

IMT                              :

: 22,43

Pemeriksaan Khusus

–  Inspeksi

Kepala         :  mesochepal, kulit dan rambut bersih, tidak ada kerontokan

Muka           :  tak oedema, tidak ada cloasma, bibir sedikit pucat

Mata            :  konjungtiva merah muda, sklera putih, bersih

Leher           :  tidak ada peninggian vena jugularis

Dada           :  mamae membesar, tegang, hiperpigmentasi areola,  puting susu menonjol, bersih

Perut           :  pembesarn memanjang, tidak ada bekas luka

Genetalis    :  tidak odem, tidak varises

Ekstremitas   : gerakan aktif, tidak oedema, tidak ada varises

–  Palpasi

Leopold I     : TFU 3 jari diatas pusat. Terba bulat, lunak (bokong)

Leopold II    : lateral kanan teraba bagian-bagian kecil (ekstremitas)

lateral kiri terba keras dan datar (punggung)

Leopold III   : teraba keras dan bulat (kepala)

Leopold IV  : kepala belum masuk panggul

Mc. Donald : TFU 23 cm

TBJ              : (23-12) x 155=1705 gram

–  Auskultasi  : DJJ tidak ditemukan

–  PD               : v/u tenang, dinding vagina licin, serviks tebal, pembukaan belum ada, selaput ketuban belum dapat dinilai, STLD (-)

Pemeriksaan Penunjang

a)      USG (tanggal 27 Oktober 2008 oleh dr. Ryo)

Hasil : Janin tunggal, intrauterin, gerak negatif, DJJ negatif

b)      Laboratorium (tanggal 28 Oktober 2008)

hemoglobin           : 11,9 gr%

protein urin                        : negatif

 

 

A

Primigravida umur 22 tahun, hamil 32 minggu, dengan IUFD

Masalah  : ibu dan keluarga belum mengetahui janinnya meninggal

Kebutuhan : memberitahu ibu dan keluarga secara hati-hatibahwa janinnya sudah meninggal

P

 

tanggal 27 Oktober 2008, jam 20:40 WIB)

1.                          Memberitahu ibu dan keluarga dengan hati-hati bahwa dari

hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa janin yang dikandungnya sudah meninggal. Ibu menangis, suami tampak sedih dan keluarga terilahat menenangkan

  1. Memberitahu keluarga bahwa janin harus segera dilahirkan. Menjelaskan mengenai pilihan untuk mengeluarkan janin, yaitu dengan menunggu janin lahir sendiri, dengan kemungkinan akan menunggu dalam waktu lama dan tidak dapat ditentukan serta dapat menjadikan adanya risiko gangguan pada proses pembekuan darah atau pilihan kedua dengan dipacu (diinduksi) menggunakan obat.

Keluarga sepakat memilih proses kelahiran dengan induksi.

  1. Membuat kesepakatan terhadap pihak keluarga atas tindakan yang akan dilakukan. Keluarga menyetujui tindakan dengan induksi misoprostol misoprostol 200 mg per oral/12 jam yang akan dimulai tanggal 28 Oktober 2008 jam 15:00 WIB sambil menunggu kesiapan mental dan ketenangan hati ibu untuk menerima kenyataan..
  2. Memberi dukungan mental agar ibu dan keluarga bersabar dan menerima apa yang terjadi. Ibu dapat menerima dan lebih tenang.
  3. Mengobservasi KU dan VS ibu.

KU lebih baik dari sewaktu datang, TD : 140/80 mmHg, Suhu : 37,10C, Nadi 80 x/menit, respirasi 20x/menit.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

RIWAYAT PERKEMBANGAN

s

(tanggal 28 Oktober 2008, jam 19.55 WIB)

Ibu mengatakan kenceng-kenceng belum dirasakan

O

KU ibu : baik, his belum ada

N : 80 x/mnt, R : 20x/mnt, TD : 140/90 mmHg

A

misoprostol 200 mg per oral pertama jam 15:00 WIB telah diminum

Primigravida berumur 22 tahun, hamil 32 minggu dengan IUFD telah diberikan induksi misoprostol 200 mg oral per 12 jam

 

P

(28 Oktober 2008, jam 20:00 WIB)

1.    Menjelaskan pada ibu rencana induksi misoprostol 200 mg oral yang kedua pada nanti malam tanggal 29 Oktober 2008 jam 03:00 WIB.

2.    Memotivasi ibu untuk beristirahat sambil menunggu kemajuan induksi. Ibu mengatakan akan mencoba istirahat. Ibu terlihat dapat tidur sampai dengan pukul 02:00 WIB.

3.    Mengobservasi kemajuan induksi. Kemajuan induksi tidak dapat dikaji karena ibu tertidur.

s

(tanggal 29 Oktober 2008, jam 02.55 WIB)

Ibu mengatakan kenceng-kenceng sudah dirasakan

O

KU ibu : baik, his : 2x/10 menit lamanya 25 detik

N : 88 x/mnt, R : 20x/mnt, TD : 130/80 mmHg

A

 

Primigravida berumur 22 tahun, hamil 32 minggu dengan IUFD telah diberikan induksi misoprostol 200 mg oral per 12 jam

 

P

(29 Oktober 2008, jam 03.00 WIB)

1.    Memberi ibu misoprostol 200 mg oral. Misoprostol 200 mg oral yang kedua telah diterima dan ibu meminumnya langsung dengan air putih.

2.    Mengobservasi kemajuan induksi dan keadaan ibu. Menjelaskan pada ibu jika ibu merasa sakit karena kenceng-kenceng, membimbing ibu untuk menarik nafas dalam melalui hidung dan membuangnya melalui mulut. Ibu terlihat kesakitan dan dapat mengatasi rasa sakitnya.

3.    (29 Oktober 2008, jam 03:00 WIB)

Ibu mengatakan ingin mengejan. Membantu ibu melahirkan bayi dengan memimpin persalinan.Bayi lahir secara spontan, jenis kelamin laki-laki, berat 950 gram, keadaan bayi sudah meninggal. Delapan menit setelahnya, plasenta lahir lengkap. Membersihkan dan merapikan ibu. Ibu sudah dalam keadaan bersih dan rapi.

4.         Memberitahu ibu dan keluarga mengenai bayi yang ibu lahirkan dan menyerahkannya pada pihak keluarga untuk dilakukan perawatan selanjutnya.

 

 

s

(tanggal 29 Oktober 2008, jam 07.30 WIB)

Ibu mengatakan sudah lega atas lahirnya bayi. Ibu dapat menerima kematian bayi dan terlihat tabah

O

Ku ibu baik

N : 80 x/mnt, R : 20x/mnt, TD : 130/80 mmHg

Ibu sudah makan setengah porsi makanan dari RS

A

 

Primipara umur 22 tahun, postpartum normal dengan riwayat IUFD membutuhkan dukungan dan pendampingan

 

 

P

(29 Oktober 2008, jam 07:30 WIB)

1.    Menjelaskan pada ibu bahwa secara umum dari hasil pemeriksaan ibu dalam keadaan baik. Ibu mengatakan lebih baik keadaannya.

2.    Memberi dukungan dan pendampingan pada ibu untuk tetap tabah dan menyerahkan segalanya pada yang lebih berkuasa, yaitu Tuhan. Ibu mengatakan sudah dapat menerima kematian bayinya dan mengatakan ikhlas atas hal tersebut.

3.    Menganjurkan pada ibu dan suami untuk memikirkan tentang pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya agar penyebab kematian bayinya dapat diketahui dan kejadian yang sama tidak akan terulang kembali. Menjelaskan pada ibu bahwa di RSUD Sleman tidak ada fasilitas pemeriksaan kesehatan yang dimaksud sehingga menganjurkan ibu untuk memeriksakan di RSUP Sardjito.  Ibu bersedia namun akan membicarakannya terlebih dahulu dengan suami.

4.     Memberikan alternatif alat kontrasepsi sebelum ibu merencanakan hamil lagi. Ibu mengatakan akan membicarakan hal tersebut dengan suami.

5.    Tanggal 29 Oktober 2008 jam 08:05 WIB ibu telah dipindahkan ke ruang nifas di Bangsal Melati RSUD Sleman.

 

 

 

 

 

 

 

 

RESUME MANAJEMEN SEPSIS PUERPURALIS

 

Prinsip-prinsip pengelolaan sepsis nifas adalah: kecepatan, keterampilan dan prioritas. Penekanan terletak pada pentingnya bekerja dengan cepat dan menurut. Prioritas dalam mengelola sepsis nifas adalah:

a.       menilai kondisi pasien

b.      memulihkan pasien

c.       mengisolasi sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi

d.      mengambil spesimen untuk menyelidiki organisme kausatif dan mengkonfirmasikan diagnosis

e.       memulai terapi antibiotik yang sesuai

Prioritas ini berarti harus dilakukan pertama atau sebelum hal lainnya.

 

Manajemen Umum Sepsis Puerpuralis

1.      Mengisolasi pasien yang diduga terkena sepsis puerpuralis dalam pemberian palayanan kebidanan.

Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran infeksi pada pasien lain dan bayinya. Prinsip-prinsip dasar perawatan sangat penting, seorang bidan harus:

a.       merawat pasien di ruang yang terpisah atau, jika tidak mungkin, di sudut bangsal yang terpisah dari pasien lain

b.      mengenakan alat perlindungan diri saat merawat pasien yang diduga mengalami sepsis puerpuralis, dan melepaskannya saat selesai perawatan; tidak boleh digunakan untuk merawat pasien lain

c.       mencuci tangan dengan cermat sebelum dan sesudah merawat pasien

d.      menyimpan satu set peralatan, piring dan peralatan lainnya secara eksklusif untuk penggunaan pasien yang diduga terkena infeksi sepsis puerpuralis dan memastikan mereka tidak digunakan oleh pasien lain

e.       memastikan bahwa pakaian kotor dibuang dengan hati-hati, misalnya ditempatkan dalam wadah terpisah yang dikosongkan secara teratur dan dibakar

f.       memastikan bahwa linen kotor ditempatkan dalam kantong yang khusus ditandai untuk transportasi ke binatu, di mana ia akan secara khusus ditangani

Bila memungkinkan, bidan / perawat harus dialokasikan untuk perawatan khusus untuk ibu yang terkena sepsis puerpuralis dan bayinya. Selain itu pengunjung harus dibatasi.

 

2.      Pemberian antibiotik

Antibiotik akan diresepkan oleh dokter, jika tidak ada dokter,  bidan harus tahu bagaimana resep dan memberikan obat yang sesuai. Jika undang-undang saat ini  tidak mengizinkan, maka harus segera ditinjau. Pasien akan meninggal karena sepsis puerpuralis jika perawatan tidak memadai atau tertunda. Kecepatan dan keefektifan pengobatan sangat penting untuk mencegah komplikasi yang timbul.

Kombinasi antibiotik diberikan sampai pasien bebas demam selama 48 jam, dan kombinasi antibiotik berikut ini dapat diberikan :

a.       ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan

b.      gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam, dan

c.       metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.

Jika demam masih ada 72 jam setelah pemberian antibiotic di atas, dokter akan mengevaluasi dan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi mungkin diperlukan. Antibiotik oral tidak  diperlukan jika telah diberikan antibiotik IV.

Jika ada kemungkinan pasien terkena tetanus dan ada ketidakpastian tentang sejarah vaksinasi dirinya, perlu diberikan tetanus toksoid.

 

3.      Memberikan banyak cairan

Tujuannya adalah untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi, membantu menurunkan
demam dan mengobati shock. Pada kasus yang parah, maka perlu diberikan cairan infus. Jika pasien sadar bisa diberikan cairan oral.

 

4.      Mengesampingkan fragmen plasenta yang tertahan

Fragmen plasenta yang tersisa dapat menjadi penyebab sepsis nifas. Pada rahim, jika terdapat lokhia berlebihan,berbau busuk dan mengandung gumpalan darah, eksplorasi rahim untuk mengeluarkan gumpalan dan potongan besar jaringan plasenta akan diperlukan. Tang Ovum dapat digunakan, jika diperlukan.

 

5.      Keterampilan dalam perawatan kebidanan

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan untuk membantu penyembuhannya. Berikut aspek perawatan yang penting:

  1. Istirahat
  2. standar kebersihan yang tinggi, terutama perawatan perineum dan vulva
  3. antipiretik dan / atau spon hangat mungkin diperlukan jika demam sangat tinggi
  4. monitor tanda-tanda vital, lokhia, kontraksi rahim, involusi, urin output, dan mengukur asupan dan keluaran
  5. membuat catatan akurat
  6. mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang.

Ketika memberikan perawatan bagi pasien, bidan harus menunjukkan pemahaman dan empati pada pasien dan keluarganya. Setiap penurunan kondisi wanita harus segera dilaporkan ke dokter. Rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi akan diperlukan.

 

6.      Perawatan bayi baru lahir

Kecuali ibu sangat sakit, bayi baru lahir bisa tinggal dengannya. Namun, tindakan pencegahan diperlukan untuk mencegah infeksi dari ibu ke bayi. Pengamatan sangat penting untuk mengenali tanda-tanda awal infeksi, karena infeksi pada neonatus dapat menjadi penyebab utama kematian neonatal. Hal yang perlu diperhatikan :

  1. Mencuci tangan : jika ibu cukup baik kondisinya, penting untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi baru lahir
  2. Menyusui: jika ibu cukup baik, menyusui bisa diteruskan. Jika ibu sangat sakit, dikonsultasikan dengan medis praktisi yang mengkhususkan diri dalam perawatan bayi baru lahir.
  3. Ibu sangat sakit: jika tidak mungkin bagi bayi baru lahir dirawat oleh ibu, saudara dekat mungkin tersedia bagi merawat bayi sampai ibu cukup baik. Namun, harus ditekankan bahwa karena bayi yang baru lahir juga berisiko dalam mengembangkan infeksi.

 

 

 

 

7.      Manajemen lebih lanjut

Jika tidak ada perbaikan dengan manajemen umum peritonitis di ata, laparotomi akan dilakukan untuk mengalirkan nanah. Jika uterus nekrotik dan sepsis, mungkin diperlukan histerektomi subtotal.

 

8.      Mengelola komplikasi

Pasien yang mengalami komplikasi peritonitis, septicemia dan abses, harus dirujuk segera ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi untuk pengelolaan lebih lanjut setelah perawatan darurat.

 

a.       Peritonitis

Adalah peradangan pada peritoneum.

Diagnosis:
Radang selaput perut dan / atau beberapa abses di perut dapat terjadi pada pasca sectio caesarea, rupture uteri atau merupakan komplikasi sepsis nifas.
Gejala :

1)      Demam / menggigil

2)      Nyeri abdomen

3)      perut buncit 3-4 hari

4)      Mual / muntah

5)      Anorexia

6)      Tidak ada suara usus

7)      Shock.

Manajemen peritonitis umum:

Berikan antibiotik dosis pertama IV.

Mengatur infus IV dan segera rujuk.

b.      Septicaemia (keracunan darah)

Septicaemia adalah adanya bakteri dalam aliran darah.

Diagnosis:

1)      Demam / menggigil

2)      Nadi cepat

3)      Wanita sangat sakit

4)      Terjadi delirium

5)      Penyakit kuning mungkin berkembang.

Manajemen septicaemia:

Berikan antibiotik dosis pertama IV.

Mengatur infus IV dan segera rujuk.

c.       Abses
Diagnosis:

1)      sakit perut pada perut bagian bawah dan distensi

2)      Demam dan menggigil

3)      Kontraksi rahim lemah

4)      Tidak ada respon terhadap antibiotik

5)      Pembengkakan pada adneksa atau Kantung Douglas pada pemeriksaan vagina

6)      Terdapat pus saat culdocentesis.

Manajemen abses:

Berikan antibiotik dosis pertama IV

Mengatur infus IV dan segera rujuk

 

9.      Mengelola Infeksi Perineum dan Luka Abdominal

Gejala dan tanda-tanda luka abses, seroma atau hematoma :

a.       Biasanya luka berdarah atau serius

b.      Sedikit eritema (kemerahan) meluas pada luar sayatan / tepi sayatan.

Manajemen :

Jika ada nanah atau cairan, luka harus dibuka dan dikeringkan, kemudian luka dibalut
dan harus diganti setiap 24 jam. Pada luka perineum, kebersihan harus selalu dijaga. Analgesik dapat diberikan, sesuai kebutuhan. Pantau tanda-tanda vital.

Jika ada luka pada selulitis dan fasciitis necrotising, tetapi infeksi superficial, maka perlakukan seperti di atas, dan juga memberikan antibiotik:

a.       ampisilin 500 mg melalui mulut 4 kali sehari selama 5 hari,

b.      metronidazol 400 mg melalui mulut 3 kali sehari selama 5 hari.

Amati untuk pengembangan abses. Jika infeksi dalam, melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis (Necrotising fasciitis), maka berikan antibiotik kombinasi sampai jaringan nekrotik telah hilang dan pasien bebas demam selama 48 jam. Berikan antibiotic berikut :

a.       penisilin G2 juta IV setiap 6 jam, dan

b.      gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam, dan

c.       metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

Ketika pasien bebas demam selama 48 jam, berikan:

a.       ampisilin 500 mg melalui mulut 4 kali per hari selama 5 hari,

b.      metronidazol 400 mg melalui mulut 3 kali per hari selama 5 hari.

Pengobatan di fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi akan diperlukan, karena necrotising fasciitis memerlukan operasi debridement (yaitu pengangkatan dari semua jaringan yang terkontaminasi hingga jaringan sehat tumbuh). Dressing luka perlu sering diganti, setidaknya dua kali sehari. Setelah 2-4 minggu, atau bila infeksi jelas, dokter akan melakukan penutupan luka sekunder.

 

10.  Chorioamnionitis

gejala dan tanda-tanda :

a.       demam / menggigil

b.      keluar cairan berbau busuk setelah 22 minggu

c.       sakit perut

d.      sejarah hilangnya cairan

e.       rahim lembek

f.       denyut jantung janin cepat

g.      perdarahan pervaginam

Manajemen :

Merujuk pasien harus dilakukan sesegera mungkin. Ibu dan bayi yang dikandungnya, keduanya dalam bahaya, dan bisa kehilangan nyawa mereka, harus segera dilakukan :

a.       memberikan cairan IV lewat infus

b.      memberikan antibiotik : ampisilin 2 g setiap 6 jam dan Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam.

c.       memberikan antipiretik

d.      memantau tanda-tanda syok

e.       merujuk pasien sesegera mungkin ke tingkat fasilitas kesehatan yang lebih tinggi di mana terdapat pelayanan obstetric dan gynekologi. Mendampingi saat merujuk dan mempersiapkan resusitasi bayi selama merujuk.

Jika serviks baik, (yaitu lembut, tipis dan sebagian melebar), akan diinduksi.
Jika serviks kurang baik (yaitu tebal, tertutup),  mungkin matang dengan prostaglandin, dan tenaga kerja diinduksi dengan oksitosin atau wanita akan disampaikan melalui operasi caesar.

Pencegahan :

Menyarankan semua wanita hamil untuk mencari bantuan medis segera setelah keluar lendir darah atau cairan dari jalan lahir. Jika selaput ketuban pecah dan  tidak mengalami kontraksi, kurangi melakukan pemeriksaan vagina. Jika persalinan tidak dimulai dalam waktu 18 jam setelah selaput ketuban pecah, berikan antibiotik profilaksis, sebagai berikut:

a.       ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan

b.      gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam

Hentikan antibiotik setelah persalinan pesrvaginam, jika persalinan dengan operasi caesar, berikan metronidazol IV 500 mg tiap 8 jam. Antibiotik diteruskan sampai pasien bebas demam selama 48 jam.

11.  Manajemen tetanus

Pengelolaan sepsis nifas karena tetanus. Segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
Sambil menunggu transportasi atau dalam perjalanan ke rumah sakit :

a)      usahakan pasien dalam posisi berbaring miring

b)      menjaga jalan napas terbuka

c)      memberikan diazepam 10 mg IV perlahan selama 2 menit, kontrol kejang dan mengurangi kemungkinan kejang

d)     mengatur infus IV, jangan berikan cairan dari mulut

e)      memberikan antibiotik, penisilin benzil 2 juta unit IV setiap 4 jam selama 48 jam, diikuti dengan ampisilin 500 mg melalui mulut 3 kali sehari selama 10 hari

f)       memberikan antitoksin tetanus, 3 000 unit IM.

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Di negara beriklim lembab, penyakit parasit masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi protozoa yang ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan oleh kucing ini mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau kurang matang. Di Indonesia faktor-faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi lingkungan dan banyaknya sumber penularan.

Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada manusia yang biasanya terjadi melalui kontak dengan tinja kucing, makan makanan mentah, atau makanan daging yang terkontaminasi dengan toxo ini. . Infeksi yang disebabkan oleh T. gondii tersebar di seluruh dunia, pada hewan berdarah panas dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara, kucing dan berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif.

Manusia dapat terkena infeksi parasit ini dengan cara didapat (Aquired toxoplasmosis) maupun diperoleh semenjak dalam kandungan (Congenital toxoplasmosis). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia mengalami infeksi penyakit ini.

B.  Tujuan

  1. Untuk mengetahui definisi infeksi toxoplasmosis
  2. Untuk mengetahui patofisiologi infeksi toxoplasmosis
  3. Untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi toxoplasmosis
  4. Untuk mengetahui cara mendiagnosa infeksi toxoplasmosis
  5. Untuk mengetahui dampak infeksi toxoplasmosis dalam kehamilan
  6. Untuk mengetahui pencegahan infeksi toxoplasmosis dalam kehamilan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi infeksi toxoplasmosis

Infeksi toxoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii. Semua orang bisa terkena infeksi toxoplasma. Yang menjadi sumber infeksi toxoplasma adalah:

  1. 1. Tinja / kotoran kucing
  2. 2. Hewan potong yang terinfeksi
  3. 3. Ibu yang terinfeksi saat hamil
  4. 4. Organ / donor yang terinfeksi

Seseorang dapat terinfeksi toxoplasma jika :

  1. 1. Makan sayuran / buah yang terkontaminasi tinja kucing yang terinfeksi
  2. 2. Makan daging mentah / kurang matang
  3. 3. Penularan dari ibu ke janin
  4. 4. Transplantasi organ
  5. 5. Tranfusi darah

Infeksi toxoplasmosis tidak berbahaya bila mengenai orang dewasa dan anak-anak yang sistem kekebalanya berfungsi baik, tapi berbahaya bagi janin apabila ibu yang sedang hamil mengalami infeksi primer (infeksi yang pertama kali sepanjang hidupnya) atau seseorang yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh.

B. Patofisiologi infeksi toxoplasmosis

Parasit toksoplasma cenderung untuk masuk ke dalam sel organ ( intrasel ) tubuh manusia dan terdapat dalam tiga bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang beredar dalam darah, bentuk ookista yang dikeluarkan dalam tinja kucing, dan bentuk kista yang menetap dalam jaringan tubuh seperti paru, jantung, otot, dan otak. Bentuk kista berupa sebuah kantung yang di dalamnya berisi beribu-ribu trofozoit T gondii. Kucing adalah tempat hidup utama parasit toxoplasma, parasit ini dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Adapun dalam tubuh manusia, unggas dan hewan ternak lain sebagai hospes perantara, parasit ini berkembang biak secara aseksual, yaitu kemampuan untuk berkembang biak dengan cara membelah diri.

Di tanah yang tercemar, ookista (toxoplasma) dapat dibawa oleh lalat, kecoak, semut atau cacing tanah ke berbagai tempat di kebun. Ookista dapat menempel di sayuran, buah-buahan atau termakan oleh hewan ternak seperti ayam, kambing, anjing, sapi, dan menembus epitel usus, berkembang biak dengan membelah diri serta menetap dalam bentuk kista pada organ hewan tersebut.

Bentuk parasit T gondii seperti batang melengkung dengan ukuran lebih kecil dari sel darah merah (3-6 mm) bergerak dengan gerakan aktinomisin di bawah membran plasma, dapat menembus sel secara aktif masuk ke berbagai jaringan seperti otot, otak, mata, dan usus. Kucing yang menderita toksoplasmosis akan mengeluarkan beribu-ribu ookista yang tetap infektif selama berbulan-bulan di tanah yang tidak terkena sinar matahari.

Ookista yang tertelan akan membentuk trofozoit dan ikut aliran darah serta memasuki sel berinti organ tubuh atau membentuk kista. Manusia dapat terinfeksi bila menelan ookista atau makan daging ternak seperti ayam, kambing atau sapi yang mengandung kista dan tidak dimasak matang.

C.  Tanda dan Gejala infeksi toxoplasmosis

Secara umum, infeksi Toxoplasma tidak menunjukkan gejala klinis sehingga diagnosis terhadap penyakit ini sering terabaikan dalam praktik dokter sehari-hari. Umumnya, penderita hanya merasa demam ringan, lemas, mual, dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi parasit ini pada manusia sehat tidak menyebabkan sakit berat karena sistem kekebalan tubuh dapat menghancurkan parasit ini. Pada keadaan di mana terjadi penurunan kekebalan seperti pada penyakit AIDS, pemakaian kortikosteroid jangka lama, dan penderita keganasan dengan kemoterapi, maka parasit yang semula diam dalam bentuk kista dapat pecah dan tiba-tiba mengganas serta mematikan.

 

D.  Cara mendiagnosa infeksi toxoplasmosis

Toksoplasma dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi parasit di sekresi jaringan, cairan tubuh atau adanya peninggian titer antibodi yang sangat tinggi sampai delapan kali. Pada kasus-kasus terbatas dan hanya menggunaan test tunggal dengan peninggian titer antibodi IgM, seseorang sudah dikatakan terinfeksi akut toksoplasma . Walaupun secara klinis diagnosis penyakit ini sulit ditegakkan, tetapi dapat mudah diketahui apakah seseorang bebas dari penyakit, sedang sakit atau telah kebal, melalui pemeriksaan darah terhadap antibodi Toxoplasma dengan teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pemeriksaan darah seperti ini dapat dilakukan di banyak laboratorium kesehatan, sayangnya biayanya cukup mahal, sehingga pemeriksaan ini benar-benar dilakukan pada kelompok wanita yang berisiko tinggi, seperti kelompok wanita yang memelihara kucing, suka makan daging tidak matang, dan adanya abortus ataupun ada riwayat kematian janin dalam rahim.

Pemeriksaan laboratorium :

  1. pemeriksaan parasit secara langsung : rumit, tidak praktis, butuh waktu lama, mahal.
  2. pemeriksaan antibodi spesifik Toxoplasma : IgG, IgM dan IgG affinity

 

IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi Toxoplasma. IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya  akan menetap seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi. IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity adalah pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG avidity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang berbahaya, khususnya pada Trimester I. Tes toksoplasma yang perlu dilakukan idealnya :

  1. Sebelum hamil tes IgG
  2. Saat hamil, sedini mungkin (bila belum pernah atau hasil sebelumnya negatif) IgG dan IgM Toxoplasma .

Bila hasil negatif, diperlukan pemantauan setiap 3 bulan pada sisa kehamilan

Interpretasi datanya adalah :

  1. bila IgG (-) dan IgM (+)

Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus diperiksa kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi Toxoplasma.

  1. 2. bila IgG (-) dan IgM (-)

Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda). Lakukan tindakan pencegahan agar tidak   terjadi infeksi.

  1. 3. bila IgG (+) dan IgM (+)

Kemungkinan mengalami infeksi primer baru  atau mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi (persisten = lambat hilang).
Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.

  1. bila IgG (+) dan IgM (-)

Pernah terinfeksi sebelumnya, bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.

Bila ada pertimbangan lain, dokter anda akan meminta izin untuk pemeriksaan lanjutan sesuai kebutuhan.

 

  1. Dampak infeksi toxoplasmosis dalam kehamilan

Toksoplasmosis sering disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya kegagalan kehamilan, dengan berbagai jenis manifestasi klinis seperti abortus, lahir prematur, IUGR, lahir mati dan lahir dengan cacat bawaan seperti kebutaan (retinokoroiditis), hidrosefalus, meningoencephalitis (radang otak), tuli, pengapuran otak,retardasi mental, kejang-kejang, dan gangguan neurologis lainnya.

Biasanya tanda-tanda radang otak (encephalitis) dan serebral palsi berkembang dalam beberapa hari sampai sebulan setelah bayi lahir (Kasper and Boothroyd, 1993; Remington, 1995; Denney, 1999). Prevalensi toksoplasmosis secara serologik pada berbagai populasi di dunia termasuk di Indonesia mencapai lebih dari 50% (Partono dan Cross, 1975; Samil, 1988; Decavalas, 1990; Allain, 1998; Jenum, 1998; Sardjono, 2001a), namun apakah toksoplasmosis memang menyebabkan kegagalan kehamilan dan bagaimana mekanisme terjadinya hal tersebut, sampai sekarang masih belum dapat dijelaskan dengan baik.

Risiko seorang ibu hamil yang terinfeksi akut dengan toksoplasma menurunkan infeksi pada bayi bila tidak segera mendapat pengobatan sangat variatif,. Pada kehamilan trimester pertama risiko penurunan 25 %, trimester kedua 54 % dan 65 % pada trimester ketiga.

 

  1. Pencegahan infeksi toxoplasmia dalam kehamilan
  2. Penting melaksanakan pemeriksaan darah terhadap kemungkinan infeksi penyakit ini pada masa pranikah atau sebelum kehamilan bagi kelompok yang mampu, karena penyakit ini dapat diobati sehingga dampak negatif seperti keguguran, lahir mati atau cacat setelah lahir dapat dihindari .
  3. Hindari makan makanan yang dimasak mentah atau setengah matang.
  4. Bersihkan dan cucilah buah-buahan atau sayuran sebelum dimakan dengan baik.
  5. Bersihkan tangan, alat-alat dapur ( seperti; papan atau alas untuk memotong) yang dipakai untuk mengelola daging mentah, hal ini untuk mencegah kontaminasi dengan makanan lainnya.
  6. Jangan minum susu unpasteurized dari hewan..
  7. Bila akan membersihkan sampah atau tempat sampah, jangan lupa menggunakan sarung tangan, dan cucilah tangan atau sebaiknya serahkan tugas ini kepada anggota keluarga lainnya, bila sedang hamil.
  8. Pakailah sarung tangan bila ingin mengerjakan pekerjaan kebun atau perkarangan, untuk menghindari kontak langsung dari kotoran hewan yang terinfeksi.
  9. Untuk yang memelihara kucing :
  10. Bila memelihara kucing, maka saat mencoba untuk hamil atau sedang hamil, serahkanlah tugas membersihkan kotoran kucing kepada anggota yang lainnya.
  11. Bersihkanlah kotoran kucing yang dipelihara setiap hari dan ingat untuk menggunakan sarung tangan dan selalu mencuci tangan setiap selesai membersihkan.
  12. Mencuci tangan setiap selesai bermain dengan kucing yang dipelihara.
  13. Buanglah kotoran kucing dalam plastik ke tempat sampah, jangan menanam atau meletakanya di dekat kebun atau taman.
  14. Jangan memberi makan daging mentah untuk kucing yang dipelihara.
  15. Periksakanlah ke dokter hewan bila melihat bahwa kucing yang dipelihara terdapat tanda-tanda sakit.
  16. Kucing yang dipelihara didalam rumah, yang tidak diberi daging mentah, dan tidak menangkap burung atau tikus, biasanya tidak terinfeksi
  17. Tidak dianjurkan pemeriksaan skrinig toxoplasma secara masal mengingat biaya relatif tinggi dan masih tingginya hasil positif palsu dari laboratorium. Hindari para wanita hamil makan daging yang tidak dimasak matang

G.  Pengobatan infeksi toxoplasmia dalam kehamilan

Pengobatan pada ibu yang terinfeksi akut toksoplasma diberikan oleh dokter yaitu antibiotika spiramycin yang diikuti pyrimetamin dan sulfadiazine, pemberian antibiotika bertujuan menurunkan risiko menurunnya infeksi pada jabang bayi. Sebaiknya pada wanita yang terinfeksi diperiksa juga Protein C Reaktif (PCR) dari cairan amnion , untuk menilai adakah infeksi pada bayinya. Bila Test PCR positif pengobatan cukup dengan pirymthamin dan sulfadiazine, sedangkan bila tes PCR negatif spyramicin dilanjutkan untuk mencegah risiko infeksi lanjutan bagi bayinya.

Mengingat risiskonya yang besar pada ibu hamil dan janin, dokter akan memberinya obat khusus untuk membunuh parasit dan mencegah infeksi toksoplasma aktif atau bertambah parah. Sementara bagi yang pernah menderita infeksi toxoplasma, hendaknya terus memantau kondisi tubuhnya dna mengonsumsi obat untuk mencegah aktifnya kembali toxoplasma, hingga tubuh benar-benar dinyatakan bersih dari parasit.

 

H.  Rangkuman

  1. Toxoplasmosis berbahaya bagi janin bila ibu terinfeksi pada saat hamil, khususnya pada Trimester I
  2. Gejalanya tidak spesifik perlu pemeriksaan laboratorium pada awal kehamilan
  3. Bila IgG & IgM negatif, hindarilah sumber infeksi yang dapat menyebabkan ibu tertular dan selanjutnya perlu dilakukan pemantauan sepanjang kehamilan.
  4. Bila IgG  dan IgM positif belum tentu terinfeksi, tes lanjutan IgG avidity dapat memperkirakan kapan infeksi terjadi (sebelum atau pada saat hamil)

 

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN

 

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil

Ny. S 27 tahun G3P0Ab2Ah0 umur kehamilan 24 minggu dengan toxoplasmosis

 

DATA SUBJEKTIF

Seorang ibu hamil dengan umur kehamilan 24 minggu mengeluh merasa lemah, mudah capek, dan merasa agak pusing seperti akan flu, serta ibu mengatakan memelihara 3 ekor kucing dan sudah keguguran dua kali, sehingga cemas dengan kehamilannya yang sekarang.

DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan Fisik

  1. Keadaan umum      : baik               kesadaran        : Compos Mentis
  2. Status emosional    : stabil
  3. Tanda vital

Tekanan darah        : 110 / 80 mmHg

Nadi                       : 78 kali / menit

Pernafasan              : 19 kali / menit

Suhu                       : 36,60 C

  1. BB/TB                    : 59 kg / 155 cm

 

Pemeriksaan penunjang

Tanggal 24 Maret 2010 hasil IgG (+) dan IgM (+)

 

 

 

 

ASSESMENT

  1. Diagnosa Kebidanan

Ny ‘S’ umur 27 tahun G3P0Ab2Ah0 UK : 24 minggu dengan toxoplasmosis

  1. Masalah

Ibu mengatakan merasa lemah, mudah capek, dan merasa agak pusing seperti mau flu dan cemas dengan kehamilan sekarang karena sudah abortus dua kali.

 

  1. Kebutuhan

KIE tentang penyakit infeksi toxoplasmosis

 

  1. Diagnosa potensial

Kehamilan dengan toxoplasmosis berpotensi terjadinya abortus pada ibu, serta lahir prematur, IUGR, lahir mati dan lahir dengan cacat bawaan seperti kebutaan (retinokoroiditis), hidrosefalus, meningoencephalitis (radang otak), tuli, pengapuran otak,retardasi mental, kejang-kejang, dan gangguan neurologis pada janin.

 

  1. Masalah Potensial

Tidak ada

 

  1. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
  2. Mandiri

Tidak dilakukan

 

  1. Kolaborasi

Laboratorium Pramita untuk pemeriksaan IgG dan IgM darah

 

  1. Merujuk

Untuk pemberian terapi obat dan penanganan selanjutnya dirujuk ke dr. Katia Amanda, SpOg

 

Planning (Termasuk Pendokumentasian Implementasi dan Evaluasi)

Tanggal 27 Maret 2010           jam 09.00 WIB

 

  1. Memberitahu ibu bahwa kondisinya saat ini baik namun menurut hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa ibu sekarang positf terkena infeksi toxoplasmosis
  2. Menganjurkan keluarga agar memberi dukungan pada ibu
  3. Memberikan ibu rasa aman dan nyaman pada ibu
  4. Mengajurkan ibu untuk menenangkan pikiran dan perasaannya

 

Ibu mengerti kondisinya saat ini

  1. Keluarga berjanji untuk memberikan bantuan psikologis pada ibu
  2. Ibu mengatakan sudah merasa lebih aman dan nyaman
  3. Ibu mengatakan pikiran dan perasaannya sudah lebih tenang.

 

  1. Memberitahu ibu bahwa kondisi janinnya saat ini baik, namun perlu pemantauan yang ketat karena kemungkinan bisa terjadi abortus, lahir prematur, IUGR, lahir mati dan lahir dengan cacat bawaan seperti kebutaan (retinokoroiditis), hidrosefalus, meningoencephalitis (radang otak), tuli, pengapuran otak,retardasi mental, kejang-kejang, dan gangguan neurologis lainnya.

 

ibu mengerti kondisi yang dialami dan kemungkinan yang akan terjadi pada janinnya

  1. Memberi dukungan psiklogis untuk mengurangi kecemasan ibu
  2. Menganjurkan ibu untuk tetap tenang dan berdoa bahwa kehamilannya akan baik- baik saja.
  3. Meyakinkan ibu, bahwa tim medis akan membantu ibu dengan baik.
  4. Melibatkan keluarga untuk terus memberi dukungan pada ibu.
  5. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup dan mengurangi aktifitas yang berhubungan dengan hewan peliharaannya.

Cemas ibu berkurang

  1. Ibu mengatakan sudah lebih tenang
  2. Ibu mengatakan, ia yakin bahwa tim medis akan membantunya dengan baik.
  3. Keluarga berjanji akan terus memberikan dukungan pada ibu
  4. Ibu bersedia mengurangi aktifitas yang berhubungan dengan hewan peliharaannya
  5. Memenuhi cairan dan nutrisi ibu
  6. Menganjurkan ibu untuk menghindari makan makanan yang dimasak mentah atau setengah matang.
  7. Menganjurkan ibu untuk membersihkan dan mencuci buah-buahan atau sayuran sebelum dimakan dengan baik.
  8. Menganjurkan ibu untuk tidak minum susu unpasteurized dari hewan.
  9. Menganjurkan pada ibu untuk makan dan minum yang cukup.
  10. Melibatkan keluarga untuk membantu ibu agar makan dan minum yang cukup.

 

Ibu bersedia untuk menuruti saran bidan yaitu:

  1. Menghindari makan makanan yang dimasak mentah atau setengah matang.
  2. Membersihkan dan mencuci buah-buahan atau sayuran sebelum dimakan dengan baik.
  3. Tidak minum susu unpasteurized dari hewan.
  4. Makan dan minum yang cukup.
  5. Keluarga berjanji akan membantu ibu agar makan dan minum yang cukup.

 

  1. Kegiatan sehari- hari ibu :
  2. Menganjurkan ibu untuk membersihkan tangan, alat-alat dapur (seperti; papan atau alas untuk memotong) yang dipakai untuk mengelola daging mentah, hal ini untuk mencegah kontaminasi dengan makanan lainnya.
  3. Menganjurkan ibu bila membersihkan sampah atau tempat sampah, jangan lupa menggunakan sarung tangan, dan mencuci tangannya atau sebaiknya serahkan tugas ini kepada anggota keluarga lainnya, karena ibu sedang hamil.
  4. Menganjurkan ibu untuk memakai sarung tangan bila ingin mengerjakan pekerjaan kebun atau perkarangan, untuk menghindari kontak langsung dari kotoran hewan yang terinfeksi.

 

ibu dan keluarga bersedia untuk melakukan saran bidan yaitu :

  1. Membersihkan tangan, alat-alat dapur (seperti; papan atau alas untuk memotong) yang dipakai untuk mengelola daging mentah.
  2. Membersihkan sampah atau tempat sampah, ibu tidak lupa menggunakan sarung tangan, dan ibu akan mencuci tangannya atau akan menyerahkan tugas ini kepada anggota keluarga lainnya.
  3. Memakai sarung tangan bila ingin mengerjakan pekerjaan kebun atau perkarangan, untuk menghindari kontak langsung dari kotoran hewan yang terinfeksi.

 

  1. Karena ibu memelihara kucing :
  2. Maka saat ibu sedang hamil, serahkanlah tugas membersihkan kotoran kucing kepada anggota yang lainnya, membersihkan kotoran kucing yang dipelihara setiap hari dan ingat untuk menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan setiap selesai membersihkan.
  3. Menganjurkan ibu untuk mencuci tangan setiap selesai bermain dengan kucing peliharaan
  4. Menganjurkan ibu untuk tugas membuang kotoran kucing dilakukan oleh anggota keluarga lain yaitu dengan membuang kotoran dalam plastik dibuang di tempat sampah dan tidak menanam atau meletakanya di dekat kebun atau taman.
  5. Menganjurkan ibu untuk jangan memberi makan daging mentah untuk kucing peliharaan.
  6. Menganjurkan ibu untuk memeriksakan kucingnya ke dokter hewan bila melihat bahwa kucing peliharaan ibu terdapat tanda-tanda sakit.

ibu bersedia untuk melakukan saran bidan yaitu:

  1. Menyerahkan tugas membersihkan kotoran kucing kepada anggota yang lainnya.
  2. Mencuci tangan setiap selesai bermain dengan kucing peliharaan
  3. Keluarga bersedia membuang kotoran kucing dalam plastik ke tempat sampah, dan tidak menanam atau meletakanya di dekat kebun atau taman.
  4. Tidak memberi makan daging mentah untuk kucing peliharaan.
  5. memeriksakan kucingnya ke dokter hewan bila melihat bahwa kucing peliharaan ibu terdapat tanda-tanda sakit.
  6. Melakukan kolaborasi dengan laboratorium pramita untuk memgecek IgG dan IgM serta merujuk ke dokter untuk pemberian obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan ibu.

Telah dilakukan kolaborasi dengan laboratorium pramita dan dilakukan rujukkan pada dokter sehingga ibu sudah diberikan obat-obatan dan sudah mendapatkan tindakan kuretase dari dokter

DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&ved=0CAgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fpdfdatabase.com%2Ftoxoplasma-pada-kehamilan.html&rct=j&q=toxoplasmosis+dalam+kehamilan&ei=wRmvS4TtFYy1rAe57PSmAQ&usg=AFQjCNHfFM_uvgZ_QamzZzE9FEgv8H3C8g

http://www.harianku.com/2008/12/bahaya-virus-toxoplasma-pada-ibu-hamil.html

http://74.125.153.132/search?q=cache:XVnADqk_0PQJ:www.harianku.com/2008/12/bahaya-virus-toxoplasma-pada-ibu-hamil.html+toxoplasmosis+dalam+kehamilan&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=id

BAB I

PENDAHULUAN

Varicella/chickenpox atau sering disebut cacar air, merupakan infeksi akibat virus varicella-zoster (VZV) atau human herpes virus-3 (HHV-3). Varicella memberikan gambaran khas munculnya lesi di kulit yang bersifat makulo-papuler, berkembang menjadi vesikel, pustula, dan akhirnya menjadi krusta/keropeng. varisela merupakan penyakit anak-anak yang sudah ratusan tahun dikenal orang.

Perjalanan Penyakit..

Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh, pusing, demam yang kadang-kadang diiringi batuk, dalam waktu 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena terbakar) dan terakhir menjadi benjolan-benjolan kecil berisi cairan. Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul menyebar di seluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata, termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu, lesi ini akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas.

Bagaimana cara penularannya..

Virus varisela zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi. Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar ke bagian tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak daripada kalau sudah dewasa. Sebab itu seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.

Gejala yang dialami pada orang dewasa lebih parah daripada pada masa kanak-kanak. Demam yang dialami lebih parah dan berlangsung lebih lama, sakit kepala serta lukanya lebih berat serta bekas luka yang ditinggalkan akan lebih dalam. Kalau pada anak-anak kebanyakan komplikasi hanya berupa infeksi varisela pada kulit, pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang paru-paru atau pneumonia 10 – 25 lebih tinggi daripada pada anak. Perokok dikatakan berisiko pneumonia lebih tinggi dibanding yang bukan perokok. Komplikasi yang langka tapi bisa terjadi berupa radang otak, radang sumsum tulang, kegagalan hati, hepatitis serta sindrom Reye (kelainan pada otak sekaligus hati).

Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap penyakit chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya. Bagi ibu hamil dengan usia kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi komplikasi terhadap janin bayi, seperti keguguran, kelahiran mati atau bayi terkena sindrom congenital varicella (infeksi pada janin kuartal pertama kehamilan) yang cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu. Namun memang prevalensi ibu hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini masih rendah (sekitar 2 dari 100 kasus). Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan meningkatkan risiko kejadian komplikasi pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan memunculkan risiko kelainan kongenital, sebesar 0,4 – 2%.

BAB II

TINJAUAN TEORI

DEFINISI

Merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster. Gambaran klinis berupa vesikel di atas kulit kemerahan yang akan berubah menjadi polimorf disertai gejala konstitusi terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malaise, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama menyerang kelompok umur anak-anak dan juga bisa menyerang orang dewasa. Penyebarannya melalui droplet lewat udara. Masa penularan lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit.

ETIOLOGI

Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV) Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster

PATOGENESIS

Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak tertutup kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui system respirasi. Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial, kemudian akan terjadi viremia disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi di permukaan virus. Virus masuk melalui mukosa saluran pernafasan dan diduga berkembang biak pada jaringan kelenjar regional. 4 – 6 hari setelah infeksi, diduga viremia ringan terjadi, diikuti dengan virus menginfeksi dan berkembang biak di organ seperti hati, limpa dan kemungkinan organ lain. Lebih kurang 10 – 12 hari setelah infeksi terjadi viremia kedua di mana pada saat tersebut virus bisa mencapai kulit. Rash muncul sesudah 14 hari infeksi. Lesi kulit yang terjadi berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi papula, vesicula, pustula, dan krusta sesudah beberapa hari. Vesicula biasanya terletak pada epidermis.

GEJALA KLINIS

  1. Masa inkubasi 14-21 hari
  2. Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal.
  3. Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa lesi kulit muncul 2-3 hari setelah demam, malaise, sakit  kepala, anorexia.
  4. Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas juga dapat mengenai selaput lendir.
  5. Lesi berupa makula eritema dalam beberapa jam akan berubah jadi papula, vesikula, pustula dan krusta.
  6. Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran yang polimorf.

Infeksi varicella akut ( chicken pox , cacar air , waterpoken ) disebabkan oleh virus varicella zoster yang merupakan virus herpes DNA ( famili herpesviridae) dan ditularkan melalui kontak langsung atau via pernafasan. Attack Rate pada individu yang rentan sekitar 90%. Periode inkubasi 10 – 21 hari. Infeksi yang terjadi pada orang dewasa biasanya sangat berat dan dapat menimbulkan komplikasi berbahaya seperti ensepalitis dan pneumonia. Oleh karena termasuk virus herpes maka virus varicella juga memperlihatkan potensi latensi dalam ganglion syaraf. Reaktiviasi virus memberikan gejala herpes zoster.

Pada infeksi yang terjadi pada akhir kehamilan (secara kesepakatan ditetapkan 5 hari sebelum atau sesudah kelahiran) memunculkan risiko transmisi vertikal, yang dapat mengakibatkan bayi baru lahir mengalami infeksi varicella berat. Pada pasien dengan status imun rendah, bayi baru lahir, dan ibu hamil, bila sudah terjadi infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan pemberian anti viral sesuai indikasi. Anti viral terpilih adalah acyclovir, yang akan bekerja efektif bila diberikan dalam 72 jam pertama sesudah munculnya lesi. Indikasi mutlak pemberian terapi anti viral meliputi status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan trimester ke-3.

Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas, atau untuk keperluan isolasi. cacar air dengan mudah menular pada orang lain. Untuk mencegah penularan, terutama pada bayi atau wanita hamil yang belum pernah terinfeksi, jauhkan mereka dari penderita paling tidak selama 21 – 28 hari. Ibu hamil yang pernah terinfeksi Chickenpox mempunyai kekebalan terhadap virus tersebut. Antibodi yang dimiliki ibu ditransfer ke janin melalui Plasenta. Oleh sebab itu, ibu hamil yang sudah memiliki kekebalan tidak perlu khawatir terjadi komplikasi terhadap dirinya maupun bayinya bila berdekatan dengan orang yang menderita Chickenpox. Bila ibu tidak yakin sudah mempunyai kekebalan atau belum, bisa dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui tingkat kekebalan.

Bila tubuh memang belum memiliki kekebalan dan ibu harus berhadapan dengan orang yang menderita chickenpox, bisa diberikan zoster immune globulin (ZIG) pada hari keempat sejak terpapar penderita chickenpox. Ibu tidak bisa diberi vaksin chickepox, bila sedang hamil.

DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam.

Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM. Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA -Fluorescent Antibody Membrane Antigen.

DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN

5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut terjadi pada 1 : 7500 kehamilan.

Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :

1. Persalinan preterm

2. Ensepalitis

3. Pneumonia

 

PENATALAKSANAN TERDIRI DARI :

  1. Topikal :   Bedak dan antibiotika
  2. Sistemik : Sedativa, antipiretik, antibiotika untuk infeksi sekunder, acyclovir.

1)   Antivirus: Asiklovir

Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh

2)    Antipiretik: Untuk menurunkan deman

-Parasetamol atau ibuprofen

-Jangan berikan aspirin pada anak anda. Pemakaian aspirin pada infeksi virus          (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu sindroma Reye.

3)    Antihistamin: Untuk mengurangi gatal

4)    Salep antibiotika: Untuk mengobati ruam yang terinfeksi

5)    Antibiotika: bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada        kulit

6)      Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).

 

Pengobatan varisela dibagi menjadi dua yaitu pada penderita normal dan penderita dengan imunokompromise atau penurunan sistem imun :

1. Normal

1)      Neonatus –> Acyclovir 500mg/m2 setiap 8 jam selama 10 hari.

2)      Anak-anak –> terapi sintomatis atau acyclovir 20mg/kgbb dibagi 4 dosis selama 5 hari.

3)      Dewasa atau dengan kortikosteroid –> Acyclovir 5x 800mg selama 7 hari.

4)      Wanita hamil , Pnemonia –> Acyclovir 5×800mg selama 7 hari atau acyclovir IV 10mg/kgbb setiap 8jam selama 7 hari. Terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x torak untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia terjadi pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas 40%.

Bila terjadi pneumonia maka perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi           dengan antiviral oleh karena perubahan dekompensasi akan sangat cepat terjadi. Sindroma varicella kongenital dapat terjadi. Diagnosa sindroma didasarkan atas        temuan IgM dalam darah talipusat dan gambaran klinik pada neonatus antara lain :

  1. Hipoplasia tungkai
  2. Parut kulit
  3. Korioretinitis
  4. Katarak
  5. Atrofi kortikal
  6. mikrosepali
  7. PJT simetrik

Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting” Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan     mortalitas 30%.

2. Imunokompromise

1)      Penyakit ringan –> Acyclovir 5×800mg selama 7-10 hari

2)      Penyakit sedang –> Acyclovir IV 10mg/kgbb selama 7 hari atau lebih lama

3)      Acyclovir resisten (AIDS) –> Foscarnet IV 40mg/kgbb sampai penyakit teratasi

 

Komplikasi

Pada anak normal komplikasi jarang terjadi lebih sering pada orang dewasa berupa sepsis, meningitis, ensefalitis, glomerulonefretis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, arthritis, pnemonia.

Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius.

Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan. Varisela pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan kongenital sedangkan infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela congenital. Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.

Untuk mengurangi risiko kerusakan akibat garukan, sebaiknya :

  1. kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun menjaga kebersihan tangan
  2. kuku dipotong pendek agar saat digaruk tidak terjadi infeksi
  3. pakaian tetap kering dan bersih
  4. diberi obat antibiotikan atau jika kasusnya berat diberi obat anti-virus asiklovir.
  5. Isolasi untuk mencegah penularan
  6. diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
  7. bila demam tinggi, kompres dengan air hangat
  8. upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
  9. upayakan agar vesikel tidak pecah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan Varicella

DATA SUBJEKTIF

Seorang ibu hamil dengan umur kehamilan 12  minggu mengeluh, merasa sedikit demam, nyeri kepala, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Serta adanya bintik-bintik merah berupa gelembung berisi cairan bening pada perut dan punggung.

DATA OBJEKTIF

  1. KU      : baik               Kesadaran       : CM
  2. Status emosional         : ibu dapat mengendalikan diri.
  3. Tanda vital

1)      Tekanan darah    :110/80 mmHg

2)      Nadi                               : 82x/mnt

3)      Pernafasan                      : 20x/mnt

4)      Suhu                               : 380C

 

  1. Kulit    : Terlihat  adanya lesi kulit yang khas, berupa : Lesi klasik                  berupa “air mata” berbentuk oval dengan kemerahan pada  kulit bagian dasarnya, lesi kulit timbul dibagian perut dan punggung, Lesi yang terdapat di perut dan punggung terdiri  atas lesi kulit yang tidak seragam (berbeda stadium  erupsinya) dan penyebaran tidak merata.

 

 

ASSESMENT

 

  1. Diagnosa Kebidanan

“ Ny D ” umur 24 tahun G1P0Ab0Ah0 UK : 12 minggu dengan Varicella

  1. Masalah

Ibu mengeluh merasa sedikit demam, nyeri kepala, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah serta bintik-bintik pada perut dan punggung

  1. Kebutuhan

-KIE tentang penyakit varicella dalam kehamilan

-KIE cara mencegah dan mengatasi timbulnya penyakit varicella

 

  1. Diagnosa Potensial

Ibu hamil dengan varicella berpotensi Resiko terjadinya sindroma fetal 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu, janin dapat beresiko lahir cacat.

  1. Masalah Potensial

Tidak ada

  1. Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi klien
  1. Mandiri

Melakukan observasi pada klien

  1. Kolaborasi

Pemeriksaan laboraturium dengan tes serologi IgM varicella zoster dan melalui pemeriksaan ELISA atau CFT, Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita dengan menggunakan FAMA -Fluorescent Antibody Membrane Antigen

  1. Merujuk

Kerumah sakit dr Sardjito untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan lebih lanjut oleh dokter bagian obstetric dan ginekologi

 

PLANNING

 

  1. Menjelaskan kepada ibu bahwa kondisi ibu saat ini baik.

Ibu memahami bahwa kondisinya saat ini baik

  1. Memberikan  KIE mengenai penyakit varicella

Ibu mengetahui tentang penyakit varicella

  1. Menjelaskan pada ibu komplikasi bahaya penyakit varicella  terhadap janin dan ibu,serta  ibu harus selalu menjaga kebersihan diri dan pakaiannya.

Ibu mengerti dan bersedia untuk melakukan nya

  1. Menjelaskan pada ibu gejala varicella antara lain : deman, sakit kepala, gatal-gatal, lemah, lesu.

Ibu mengetahui tentang gejala varicella.

  1. Menganjurkan  ibu untuk melakukan Pemeriksaan laboraturium dengan tes serologi IgM varicella zoster dan melalui pemeriksaan ELISA atau CFT, Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita dengan menggunakan FAMA -Fluorescent Antibody Membrane Antigen

Ibu bersedia dan mau melakukanya.

  1. Merujuk ibu ke dr sardjito untuk mendapatkan pengobatan dan pelayanan dari dokter obstetric dan ginekologi dan mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Ibu bersedia dirujuk

  1. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang atau jika ada keluhan.

Ibu bersedia datang jika ada keluhan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/varicella-zoster-dalam-kehamilan.html

http://bidanshop.blogspot.com/2009/12/varicella-dalam-kehamilan.html

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A. Latar Belakang

Kelangsungan sebuah bangsa bergantung pada generasi penerusnya, jika generasi penerus itu baik maka baik juga sebuah bangsa, tapi jika generasi penerusnya tidak baik maka kehancuran yang akan didapat sebuah bangsa. Generasi penerus bangsa yang baik tidak terlepas dari peran serta seorang ibu yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dalam janin. Maka kesejahteraan dan kesehatan ibu hamil sangatlah penting.

Ibu hamil harus mendapatkan cukup nutrisi dan selalu dalam keadaan yang sehat agar bisa menghasilkan keturunan yang baik. Namun jika ibu sampai terkena penyakit maka akan sangat berbahaya bagi perkembangan janin sehingga generasi yang dihasilkan menjadi tidak baik. Salah satunya ibu harus terhindar dari TORCH, yaitu infeksi yang terdiri dari toksoplasmosis, ruberlla, CMV, dan Herpes. Dan yang akan dibahas kali ini adalah mengenai Herpes, terutama herpes genital.

Herpes genital termasuk penyakit menular seksual yang ditakuti oleh setiap orang. Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di Indonesia. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang dengan perilaku yang tidak sehat. Ibu hamil mempunyai resiko yang besar jika sampai terkena penyakit menular seksual, tidak hanya pada dirinya tapi jula pada janinnya.

 

  1. B. Tujuan
  1. Mengetahui definisi infeksi Herpes Genital
  2. Mengetahui epidemiologi infeksi Herpes Genital
  3. Mengetahui penyebab infeksi Herpes Genital
  4. Mengetahui gejala infeksi Herpes Genital
  5. Mengetahui pengaruh infeksi Herpes Genital pada kehamilan
  6. Mengetahui diagnosa infeksi Herpes Genital
  7. Mengetahui pengobatan infeksi Herpes Genital
  8. Mengetahui pencegahan infeksi Herpes Genital

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

  1. A. Definisi

Penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan merah. Vesikel ini paling sering terdapat di sekitar mulut, hidung, daerah genital dan bokong, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh lain.

 

  1. B. Epidemiologi

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan menyerang baik pria dan wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi virus herpes simpleks tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi virus herpes simpleks tipe II biasanya terjadi pada usia dewasa dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.

  1. C. Penyebab

Terdapat 2 jenis virus herpes simpleks yang menginfeksi kulit, yaitu HSV-1 dan HSV-2.

HSV-1 merupakan penyebab dari luka di bibir (herpes labialis) dan luka di kornea mata (keratitis herpes simpleks); biasanya ditularkan melalui kontak dengan sekresi dari atau di sekitar mulut.

HSV-2 biasanya menyebabkan herpes genitalis dan terutama ditularkan melalui kontak langsung dengan luka selama melakukan hubungan seksual.

 

  1. D. Gejala
  1. timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit region genitalis.
  2. Kadang disertai demam seperti influenza dan setelah 2-3 hari bintik kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.
  3. 5-7 hari kemudian, vesikel pecah dan keluar cairan jernih dan pada lokasi vesikel yang pecah timbul koropeng (atau ditutupi lapisan kekuningan bila terkena infeksi sekunder).
  4. Bila mengenai region genetalia yang cukup luas dapar menyebabkan gangguan mobilitas, vaginitis, urethritis, sistitis, dan fisura ani hepetika.

  1. E. Pengaruh herpes genital pada kehamilan
  • Virus dapat sampai ke sirkulasi fetal melalui plasenta dan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian janin.
  • Infeksi neonatal ( 0-20 hari) angka mortalitasnya 60%, jika dapat bertahan hidup setengahnya mempunyai kemungkinan cacat neurologis yang nantinya juga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan serta menyebabkan kelainan mata.
  • Dapat menyebabkan kelainan ensefalitis, mikro/hidrosephalus, koriodorenitis, keratokonjungtivitis.
  • Dapat menyebabkan abortus dan prematuritas

 

  1. F. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang timbul di bagian tubuh tertentu dan khas untuk herpes simpleks.

Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan virus, pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya peningkatan kadar antibodi serta biopsi.

Pada stadium yang sangat dini, diagnosis ditegakkan dengan menggunakan teknik terbaru yaitu reaksi rantai polimerase, yang bisa digunakan untuk mengenali DNA dari virus herpes simpleks di dalam jaringan atau cairan tubuh.

 

  1. G. Pengobatan

Untuk mengobati herpes simpleks, dokter dokter biasanya memberikan pengobatan antivirus dalam bentuk krim atau pil. Pengobatan ini tidak dapat menyembuhkan herpes simpleks, namun dapat mengurangi durasi terjadinya penyakit dan mengurangi beratnya penyakit. Antivirus yang diakui oleh FDA (badan pengawas obat-obatan Amerika Serikat) antara lain: Acyclovir, Valacyclovir dan Famcyclovir. Jika seseorang sedang mendapat pengobatan untuk herpes simpleks, maka pasangan seksualnya disarankan untuk diperiksa, dan bila perlu, diobati juga walaupun tidak ada gejala. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya komplikasi yang serius pada infeksi herpes simpleks yang tidak terdiagnosis atau mencegah penyebaran infeksi ini ke orang lain. Mereka juga disarankan untuk tidak berhubungan seksual sampai selesai pengobatan.

 

  1. H. Pencegahan

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran herpes simpleks antara lain:

– Hindari berhubungan seksual dengan orang lain bila masih terdapat vesikel

– Hindari pinjam meminjam barang pribadi seperti handuk

– Hindari pencetus terjadinya episode rekuren seperti kurang tidur, stress berlebihan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN

 

Asuhan Kebidanan pada Ibu hamil

Ny. A umur 26 tahun G1P0Ab0Ah0 umur kehamilan 15 minggu dengan herpes genital.

 

DATA SUBJEKTIF

Seorang ibu hamil hamil pertama, HPMT  tanggal 14 Desember 2009, HPL tanggal 21 September 2010, umur kehamilan 15 minggu. Ibu mengeluh terasa gatal, kemerahan dan terdapat lepuhan yang bergerombol di daerah kemaluannya. Ibu mengatakan pekerjaanya hanya di rumah mengurus rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai supir dan jarang di rumah.

 

DATA OBJEKTIF

 

  1. Keadaan umum ibu lemas, kesadaran:CM, status emosional:stabil
  2. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 74 kali/menit, pernafasan 23 kali/menit, suhu 37,3 0 C
  3. Terdapat vesikel yang multipel di daerah vulva.
  4. Palpasi leopold I teraba TFU setinggi pertengahan antara simpisis dengan pusat.

 

ASSESMENT

 

  1. Diagnosis Kebidanan

Seorang ibu usia 25 tahun G1P0Ab0Ah0, UK 15 minggu dengan herpes genital

  1. Masalah

Ibu mengatakan merasa terasa gatal, kemerahan dan terdapat lepuhan yang bergerombol di daerah kemaluannya.

  1. Kebutuhan

KIE tentang herpes genetalia dalam kehamilan

  1. Diagnosis potensial

Herpes genital pada kehamilan potensial terjadi terjadi kelainan ensefalitis, mikro/hidrosephalus, koriodorenitis, keratokonjungtivitis, kecacatan janin, prematuritas, dan abortus.

 

  1. Masalah potensial

Tidak ada

  1. Kebutuhan tindakan segera
    1. Mandiri

Tidak dilakukan

    1. Kolaborasi

Laboratorium Pramita untuk pembiakan virus dan pemeriksaan darah

    1. Merujuk

Dirujuk ke Dr. Evi, SpOg untuk mendapatkan terapi obat

 

PLANNING (tanggal 28 Maret 2010, jam 15.00)

  1. Memberi tahu ibu bahwa saat ini sedang terkena infeksi Herpes genital, memberi tahu ibu resiko bagi janin kemungkinan bisa terjadi kecacatan, lahir prematur,maupun keguguran.

 

Ibu mengerti dan merasa khawatir dengan janinnya.

 

  1. Menganjurkan ibu untuk tetap tenang, dan mengahadapi keadaanya dengan berpikiran positif, meminta bantuan suami dan keluarga untuk mendukung ibu.

 

Keluarga bersedia mendampingi dan kecemasan ibu berkurang.

 

  1. Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan laboratorium agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang lebih akurat.

 

Ibu bersedia untuk melakukan pemeriksaan di laboratorium.

 

  1. Memberitahu ibu bahwa dirinya akan dirujuk ke dokter spesialis kebidanan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, memberitahu suami ibu untuk turut memeriksakan dirinya, dan jika terbukti terkena Herpes juga disarankan untuk menjalani pengobatan.

 

Ibu bersedia untuk dirujuk ke dokter

DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.2006.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

 

http://www.klikdokter.com/illness/detail/137 diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 19.05

 

http://medicastore.com/penyakit/186/Herpes_Simpleks.html duinduh tanggal 29 Maret 2010 jam 19.15

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih ( Rustam Mochtar, 1998 ). Kehamilan kembar mempengaruhi ibu dan janin, diantaranya adalah kebutuhan akan zat-zat ibu bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan defisiensi zat-zat lainnya, terhadap janin yaitu usia kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin pada kehamilan kembar : 25% pada gemelli, 50% pada triplet, 75% pada quadruplet, yang akan lahir 4 minggu sebelum cukup bulan. Jadi kemungkinan terjadinya bayi premature akan tinggi.

Persalinan dengan kehamilan kembar memiliki resiko lebih tinggi dari pada persalinan satu janin ( Tunggal ). Semakin banyak jumlah janin yang dikandung ibu, semakin tinggi resiko yang akan ditanggung ibu.

Sejak ditemukannya obat-obat dan cara induksi ovulasi, maka dari laporan-laporan dari seluruh pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar cenderung meningkat. Bahkan sekarang telah ada hamil kembar lebih dari 6 janin (Mochtar, Buku Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, 1998).

Berbagai faktor mempengaruhi frekuensi kehamilan kembar, seperti bangsa, hereditas, umur, dan paritas ibu. Bangsa Negro di Amerika Serikat mempunyai frekuensi kehamilan kembar yang lebih tinggi daripada bangsa kulit putih. Juga frekuensi kehamilan kembar berbeda pada tiap negara, angka yang tertinggi ditemukan di Finlandia yang terendah di Jepang.

Faktor umur, makin tua makin tinggi angka kejadian kehamilan kembar dan menurun lagi setelah umur 40 tahun. Paritas, pada primipara 9,8 per 1000  dan pada multipara (oktipara) naik jadi 18,9 per 1000 persalinan. Keturunan, keluarga tertentu akan cenderung melahirkan anak kembar yang biasanya diturunkan secara paternal, namun dapat pula secara maternal.

BAB II

LANDASAN TEORI

  1. A. PENGERTIAN

Kehamilan kembar ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat. Bahaya bagi ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan perhatian dan pengawasan khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu janin.

Kehamilan kembar adalah dua atau lebih janin yang ada didalam kandungan selama proses kehamilan.

  1. B. FREKUENSI

Frekuensi menurut hukum Hellin antara kehamilan ganda dan tunggal :

  1. gemelli (2)                      1   :  89
  2. triplet (3)                       1   :  892
  3. duadruplet (4)            1     :  89 3
  4. duintuplet (5)             1 :    89 4
  5. sextuplet (6)           1     :    89 5

Menurut penelitian Ereulich (1930) pada 120 juta persalinanmemperoleh angka kejadian kehamilan ganda : gemelli  1 : 85  ; triplet 1 : 7.629 ; duardriplet 1 : 670.743 dan duantuplet  1 : 41.600.000.

Bangsa mempengaruhi kehamilan ganda ; di Amerika Serikat lebih banyak dijumpai pada wanita negro dibandingkan kulit putih. Angka  tertinggi kehamilan ganda dijumpai di Finlandai dan terendah di Jepang.

Faktor umur  : makin tua umur makin tinggi angka kejadian kehamilan kembar dan munurun lagi setelah berumur 40 tahun.

Paritas :pada primipara 9,8 per 1000 dan pada multipara (oktipara) baik jadi 18,9 per 1000 persalinan.

Keturunan : keluarga tertentu akan cenderung melahirkan anak kembar yang biasanya diturunkan secara paternal,namun dapat pula secara maternal.

  1. C. JENIS GEMELLI
  2. Gemelli dizigotik  =  kembar dua telur , heterolog, biovuler dan praternal :

Kedua telur berasal dari :

  1. 1 ovarium dan daridua folikel de graff;
  2. 1 ovurium dan dari 1 folikelde graff;
  3. 1 dari ovarium kanan dan satu lagi dari ovarium kiri.

2.  Gemelli monozigotik  =  kembar satu telur, homolog, uniovuler, identik dapat terjadi karena :

  1. Satu telur dengan 2 inti,hambatan  pada tingkat blastula :
  2. Hambatan pada tibgkat segmentasi
  3. Hambatan setelah amnian dibentuk,tetapi sebelum primitive steak.

Perbedaan ciri,  sifat dan lain-lainnya antara kembar monozigotik dan zigotik (satu telur dan dua telur):

Perbedaan kembar monozigot kembar dizigot
Plasenta 1 (70%) 

2 (30%)

2 (_+ 100%) 

 

Khorium 1(70%) 

2 (30%)

2 (_+ 100%)
Amnion 1 (70%) 

2 (30%)

2 (_+ 100%)
Tali  pusat 2 2
Sirkulasi  darah janin Bersekutu Terpisah
Jenis  kelamin Sama Sama atau tidak
Kupa  dan sifat Sama Agak berlainan
Mata, kuping, gigi, kulit Sama Berbeda
Ukuran  antropologik Sama Berbeda
Sidik  jari Sama Berbeda
Cara  pegangan bisa sama 

Bisa satu kidal

Yang lain kanan

sama,bisa dua 

duanya kanan

 

Kira-kira sepertiga kembar adalah monozigotik,dan dua pertiga lainnya adalah dizigotik.

  1. Conjoined  twins, superfekkundasi  2  superfetasi

Conjoined twins atau kembar siam adalah kembar dimana janin melengket satu dengan yang lainnya.misalnya torakopagus (dada dengan dada),abdominopagus (perlengketan antara kedua abdomen)kraniopagus (kedua kepala)dan sebagainya.banyak kembar siam telah dapat dipisahkan setara  operatif dengan berhasil.

Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan dalam ovulasi yang sama pada dua kali koitus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek.hal ini dilaporkan oleh archer (1910)seorang wanita kulit putihmelakukan koitus berturut-turut dengan seorang kulit putih dan kemudian dengan pria negro melahirkan bayi kembar : satu bayi putih dan satu bayi negro (mulato).

Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa mingguatau bulan setelah kehamilan pertama.belum pernah dibuktikan pada manusia,namun dapat ditemukan pada kuda.

  1. D. ETIOLOGI

Etilogi Gemelli

1.  Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : bangsa, umur dan paritas sering mempengaruhi kehamilan 2 telur

2.  Faktor obat-obat induksi ovulasi profertil, domid dan hormon gonadotropin dapat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari dua.

3.  Faktor keturunan

4.  Faktor yang lain belum diketahui

Bangsa, hereditas, umur dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur, juga obat klomit dan hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik. Faktor-faktor tersebut dan mungkin pula faktor lain dengan mekanisme tertentu menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de graff atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Kemungkinan  pertama dibuktikan dan ditemukan 21 korpora lutea pada kehamilan kembar. Pada  fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu, jika semua embrio yang kemudian dimasukan kedalam rongga rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari satu. Pada   kembar yang berasal dari satu telur, faktor bangsa, hereditas, umur dan paritas tidak atau sedikit sekali mempengaruhi kehamilan kembar itu. Diperkirakan  disini sebabnya ialah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi.

Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula terbentuk,menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik.

  1. E. TANDA DAN GEJALA

Gemelli

  1. Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransinya dan seringkali terjadi partus prematurus. Usia kehamilan makin pendek dan makin banyaknya janin pada kehamilan kembar.
  2. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan kembar bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain.
  3. Frekuensi hidramnion kira-kira sepuluh kali lebih besar pada kehamilan kembar daripada kehamilan tunggal.
  4. Frekuensi pre-eklamsia dan eklamsia juga dilaporkan lebih sering pada kehamilan kembar.
  5. Solusio plasenta dapat terjadi, seperti sesak nafas, sering kencing, edema dan varises pada tungkai bawah dan vulva.
  1. F. PATOFISISOLOGI

kehamilan kembar

Secara garis besar, kembar dibagi menjadi dua. Monozigot, kembar yang berasal dari satu telur dan dizigot kembar yang berasal dari dua telur. Dari seluruh jumlah kelahiran kembar, sepertiganya adalah monozigot. Kembar dizigot berarti dua telur matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma. Akibatnya, kedua sel telur itu mengalami pembuahan dalam waktu bersamaan. Sedangkan kembar monozigot berarti satu telur yang dibuahi sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan inilah yang akan berpengaruh pada kondisi bayi kelak.

Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0 – 72 jam, 4 – 8 hari, 9-12 dan 13 hari atau lebih. Pada pembelahan pertama, akan terjadi diamniotik yaitu rahim punya dua selaput ketuban, dan dikorionik atau rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada pembelahan kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya satu plasenta. Pada kondisi ini, bisa saja terjadi salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi satunya tidak. Akibatnya, perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu, pada pembelahan ketiga, selaput ketuban dan plasenta masing-masing hanya sebuah, tapi bayi masih membelah dengan baik.

Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta dan satu selaput ketuban, sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam cukup besar. Pasalnya waktu pembelahannya terlalu lama, sehingga sel telur menjadi berdempet. Jadi kembar siam biasanya terjadi pada monozigot yang pembelahannya lebih dari 13 hari.

Dari keempat pembelahan tersebut, tentu saja yang terbaik adalah pembelahan pertama, karena bayi bisa membelah dengan sempurna. Namun, keempat pembelahan ini tidak bisa diatur waktunya. Faktor yang mempengaruhi waktu pembelahan, dan kenapa bisa membelah tidak sempurna sehingga mengakibatkan dempet, biasanya dikaitkan dengan infeksi, kurang gizi, dan masalah lingkungan

  1. G. PERTUMBUHAN JANIN KEMBAR
    1. Berat  badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gr lebih ringan dari janin tunggal.
    2. Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dibawah 2500 gr triplet dibawah 2000 gr, duadriplet dibawah 1500 gr dan duintuplet dibawah 1000 gr.
    3. Berat badan masing-masing janin dari kehamilan kembar tidak sama umumnya berselisih  antara 50 – 100 gr, karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu kurang bertumbuh dari yang lainnya.
      1. a. Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan pembuluh darah janin yang lain, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari perdarahan.

b. Karena itu  janin yang satu daapt terganggu pertumbuhannya dan menjadi  monstrum seperti akardiakus, dan kelainan lainnya.

c.  Dapat terjadi sondroma transfusi fetal : pada janin yang dapt darah lebih banyak terjadi hidramnion, polisitemia, edema dan pertumbuhan yang baik. Sedangkan janin kedua kurang pertumbuhannya terjadilah bayi kecil, anemia, dehidrasi, oligohidrami dan mikrokardia.

  1. Pada kehamilan kembar dizigotik
    1. Dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu tumbuh sampai cukup bulan.
    2. Janin yang mati dapat diresorbsi (kalau pada kehamilan muda) atau pada kehamilan agak tua janin jadi gepeng disebut fetus papyraseus atau kompresus.
  1. H. LETAK DAN PRESENTASI JANIN

Pada hamil kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya dari letak lintang berubah jadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi ; yang paling sering dijumpai adalah :

  1. Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala ; (44-47 %).
  2. Letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38 %).
  3. Keduanya presentasi bokong (8-10 %).
  4. Letak lintang dan presentasi kepala (5-5,3 %).
  5. Letak lintang dan presentasi bokong (1,5-2 %).
  6. Keduanya letak lintang (0,2-0,6 %).
  7. Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya karena dapat terjadi kunci-mengunci (interlocking).
  1. I. DIAGNOSIS

Kehamilan Kembar

  1. Anamnesa
    1. Perut lebih buncit dari semestinya tua kehamilan
    2. Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
    3. Uterus terasa lebih cepat membesar
    4. Pernah hamil kembar atau ada sejarah keturunan.
    5. Inspeksi dan palpasi
      1. Pada pemeriksaan pertama dan ulang ada kesan uterus lebih besar dan cepat tumbuhnya dari biasa.
      2. Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
      3. Banyak bagian-bagian kecil teraba
      4. Teraba 3 bagian besar janin
      5. Teraba 2 balotemen
      6. Auskultasi

Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit atau sama-sama dihitung dan berselisih 10.

  1. Rontgen foto abdomen, kelihatan 2 janin.
  2. Ultrasonografi: kelihatan 2 janin, 2 jantung yang berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I.
  3. Elektrokardiogram fetal : diperoleh dua EKG yang berbeda dari kedua janin.
  4. Reaksi kehamilan : karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka HCE akan tinggi ; jadi reaksi kehamilan titrasi bisa positif kadang-kadang sampai 1/200. hal ini dapat meragukan dengan malahidatidosa.
  1. J. PENANGANAN DALAM KEHAMILAN

Untuk kepentingan ibu dan janin perlu diadakan pencegahan terhadap pre-eklamsia dan eklamsia, partus prematurus dan anemia. Pemeriksaan antenatal perlu diadakan lebih sering. Kehamilan 24 minggu pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap minggu ; sehingga tanda-tanda pre-eklamsia dapat diketahui dini dan penanganan dapat dikerjakan dengan segera.

Istirahat baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik.

Penanganan dalam Kehamilan Mochtar, Buku Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, 1998)

  1. Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan ulangan harus lebih sering (1× seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu)
  2. Setelah kehamilan 30 minggu, koltus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari, karena akan merangsang partus prematurus.
  3. Pemakaian korset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya terasa lebih ringan.
  4. Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.

ASUHAN KEBIDANAN PADA KEHAMILAN

GEMELLI TERHADAP Ny. S G1P0A0 UK 37 minggu

DI BPS HANDAYANI 15 A METRO PUSAT

TAHUN 2009

  1. I. Data Subyektif
    1. A. Pengkajian

Pada tanggal 27-11-2009 pukul 14.00 WIB

  1. Identitas

Nama isteri  : Ny. Salwa                     Nama suami : Tn. Fadhil

Umur           : 24 tahun                        Umur             : 24 tahun

Agama         : Islam                             Agama           : Islam

Suku            : Lampung                       Suku              : Lampung

Pendidikan  : SMA                             Pendidikan    : SMA

Pekerjaan     : IRT                               Pekerjaan       : Wiraswasta

Alamat         : Jl. Nurul Iman               Alamat          : Jl. Nurul Iman

15 A Metro Pusat                                 15 A Metro Pusat

  1. Keluhan utama

Ibu ingin memeriksakan kehamilannya

  1. Riwayat Menstruasi

Menarche umur 14 tahun. Siklus 30 hari. Teratur. Lama 7 hari. Sifat darah encer. Bau amis. Tidak ada fluor albus. Tidak dismenorroe.

HPM 11 Maret 2009. HPL 18 Desember 2010

  1. Riwayat kehamilan ini.

Riwayat ANC

ANC sejak umur kehamilan 10 minggu. ANC di BPS Handayani

Frekuensi :  Trimester I       3          kali

Trimester II     2          kali

Trimester III    2          kali

  1. Pergerakan janin dalam 24 jam terakhir

Ibu mengatakan masih merasakan gerakan janin, gerakan aktif sebanyak 18x dalam 24 jam.

6.   Riwayat kehamilan, persalinan,dan nifas yang lalu.

G1 P0 Ab0 Ah0

Hamil 

Ke

Persalinan Nifas
Tgl lahir UK Jenis persalinan Penolong Komplikasi JK BB Laktasi Kompli kasi
Ibu Bayi
1 Hamil saat ini
2
3
  1. Riwayat kontrasepsi yang digunakan
No Jenis kontrasepsi Mulai memakai Berhenti/ganti cara
Tanggal Oleh Tempat Keluhan Tanggal Oleh Tempat Alasan
1 Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
  1. Riwayat kesehatan : Ibu mempunyai riwayat keturunan kembar
  1. Pengetahuan Ibu tentang kehamilan ini : :Ibu mengetahui kehamilannya kembar dan usia kehamilannya 37 minggu
  2. Psikologis : Ibu menerima kehamilan ini
    1. II. Data Obyektif
    2. Keadaan umum : baik          Kesadaran : composmentis
    3. Tanda-tanda vital

TD               : 120/80 mmHg

RR               : 20 ×/menit

Temp            : 36,5 ºC

Nadi             : 80 ×/menit

  1. Inspeksi
    1. Mamae                            : Simetris, hiperpigmentasi aerola mamae, tidak ada benjolan yang abnormal, colostrum sudah keluar
    2. Perut                               : Pembesaran perut melebihi usia kehamilan biasa, teraba 3 bagian besar, dan terdapat striae gravidarum
    3. Genetalia                         : Pada vulva dan vagina tidak ada varises maupun oedema, tidak ada luka cedera dan peradangan pada perineum.
    4. Palpasi
      1. Leopold I        :  TFU 3 jari bawah px, pada fundus teraba 2 bagian yang lunak, tidak melenting dan kurang bundar yang berarti bokong.

MC. Donald   :  38 cm (pada pemeriksaan leopold I)

TBJ                 :  (TFU-11) × 155

:  (38-11) × 155

:  4.185 gram

  1. Leopold II      :  Pada perut bagian kiri dan kanan teraba lebar dan memberikan rintangan yang besar berarti punggung.
  2. Leopold III     :  Bagian terendah janin teraba 2 balotemen, bulat, dan keras yang berarti kepala.
  3. Leopold IV     :  Bagian terendah sudah masuk PAP.
  4. Auskultasi

Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat, puctum maximum di bawah pusat sebelah kiri dan kanan, pada janin pertama DJJ terdengar 136 ×/menit di sebelah kiri dan pada janin kedua DJJ 140 ×/menit di sebelah kanan.

  1. Perkusi

Reflek patela ada (+)

  1. Pemeriksaan penunjang

Pada USG tampak 2 janin dan dua jantung yang berdenyut.

  1. III. Assesment
    1. Diagnosis Kebidanan

Seorang Ibu 24 tahun G1P0A0 UK 37 minggu intrauterin, ganda, hidup, DJJ (+)

  1. Masalah

Tidak ada

  1. Kebutuhan

KIE tentang kehamilan gemelli, KIE tentang persalinan

  1. Diagnosis Potensial

Kehamilan kembar potensial terjadi eklamsi dan solusio plasenta

  1. Masalah Potensial

Tidak ada

  1. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
  2. Mandiri

Tidak ada

  1. Kolaborasi

Tidak ada

  1. Merujuk

Merujuk Ibu ke RSP Metro Jaya

  1. IV. Planning
  2. Memberitahukan kepada ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, keadaan ibu dan janin saat ini baik, TD=120/80 mmHg, N=80x/menit, DJJ kanan=140x/menit, DJJ kiri=136x/menit

Ibu merasa lega dan tenang

  1. Menjelaskan kepada Ibu tanda-tanda persalinan yaitu kontaksi 3x-4x dalam 10 menit durasi 30-40 detik, keluar lendir darah, ketuban pecah. Jika terjadi segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.

Ibu mengerti tanda-tanda persalinan yang dijelaskan bidan

  1. Menjelaskan kepada Ibu bahwa meskipun saat ini kondisi Ibu baik namun  kehamilan kembar lebih berisiko eklamsi maupun solusio plasenta yang bisa membahayakan kondisi Ibu sendiri maupun kondisi janian.

Ibu merasa cemas setelah mendengar penjelasan bidan

  1. Memberikan dukungan emosional kepada Ibu dan menjelaskan bahwa kondisi eklamsi dan solusio plasenta bisa diantisipasi, apalagi kondisi Ibu saat ini baik-baik saja. Menyarankan Ibu untuk tetap tenang dan banyak beristirahat.

Ibu merasa lebih tenang

  1. Menjelaskan kepada Ibu untuk mempersiapkan biaya persalinan, pakaian ganti, kain, handuk, baju bayi, topi bayi saat persalinan.

Ibu sudah meyiapkan biaya persalinan.

  1. Menyarankan kepada Ibu untuk dirujuk ke RSP Metro Jaya yang mempunyai fasilitas PONEK dan Dokter Spesialis Kandungan.

Ibu bersedia dirujuk ke RSP Metro Jaya.

  1. Merujuk Ibu dengan pendampingan ke RSP Metro Jaya.

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar R, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2, EGC : Jakarta

Oxorn Harry, 1996. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan, yayasan Essentia Medica : Yogyakarta

Winkjosastro H, 1999. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta

http://9reen.wordpress.com/2007/06/30/kehamilan-kembar/

http://info.g.excess.com/id/Askeb_%28Asuhan_Kebidanan%29/kehamilan gemelli%29_Dalam_Kehamilan.info

http://ayurai.wordpress.com/2009/04/05/gemelli-dengan-partus-prematurus-imminens/

http://www.scribd.com/doc/19704472/KEHAMILAN-GEMELLI

BAB I

PENDAHULUAN

Rubella dan Kehamilan Di Indonesia, akhir-akhir ini mulai merebak kembali penyakit yang namanya Rubella. Dulu, dikatakan bahwa penyakit ini sudah semakin menurun angka kejadiannya di Indonesia. Namun, di Bogor bulan Juni 2008 ditemukan 108 anak positif terkena Rubella dan telah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor.

Rubella atau yang sering disebut Campak Jerman ini adalah penyakit virus akut yang menyerang baik anak-anak maupun dewasa dengan gejala umum yang meliputi bercak kemerahan pada kulit, demam serta pembesaran kelenjar getah bening (lymphadenopathy). Gejala Bercak merah yang ditimbulkan biasanya mulai dari wajah lalu menyebar ke batang tubuh. Sedangkan kelenjar getah bening yang terlibat dan membesar biasanya kelenjar getah bening yang terletak di belakang telinga (postauricular), tengkuk (suboccipital) serta leher (cervical). Dibanding anak-anak, jika virus ini menyerang orang dewasa biasanya mengalami gejala yang lebih berat. Mungkin disertai radang selaput mata (conjunctivitis), pilek yang berat (coryza) dan juga radang sendi (arthritis). Radang sendi ini lebih sering terjadi pada wanita. Namun umumnya infeksi penyakit ini biasanya tidak menunjukan gejala klinis yang berarti. Gejala yang muncul hanya seperti lemas, tidak nafsu makan, demam sedikit. Virus ini menyebar lewat hubungan yang dekat (close contact) antar individu misalnya dengan orang yang tinggal serumah. Batuk dan bersin juga dapat membantu penyebaran virus ini jika orang tersebut sudah terjangkit.

Cegah sebelum hamil. Bagi ibu-ibu yang merencanakan kehamilan ada baiknya memeriksakan diri ke ahli kesehatan berkaitan dengan penyakit ini. Tes darah yang dapat menjadi petunjuk apakah Anda sudah kebal (imun) terhadap Rubella atau tidak. Jika dahulu pernah terjangkit virus ini atau pernah divaksin yang mengandung komponen virus ini, maka tubuh akan memberi respon dengan membentuk zat antibody untuk menghabisi virus tersebut. Zat antibody ini lah yang dapat menjadi patokan apakah tubuh Anda cukup poten untuk kebal terhadap virus Rubella. Biasanya, antibody dalam tubuh Anda akan dites beberapa kali. Jika jumlah antibody Anda tetap dalam beberapa kali tes tersebut, menunjukan infeksi terjadi sudah lama terjadi dan Anda boleh bernafas lega untuk  melanjutkan ke tahap kehamilan. Namun jika terjadi perubahan, mungkin Anda masih dalam keadaan terinfeksi. Anda dianjurkan melaksanakan pengobatan dahulu sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya.

Untuk itu kali ini akan dibahas mengenain kehamilan yang disertai dengan penyakit malaria.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Definisi

Rubella yang sering disebut orang dengan Campak Jerman merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella dapat menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang orang tua, remaja, anak – anak, bahkan bayi sekalipun. Sebenarnya Rubella ditemukan oleh Sir Norman Greg dari Eropa sejak tahun 1941, namun baru dapat disosialisasikan pada tahun 1962. Walaupun penderita Rubella tidak menampakkan gejala klinis 14-21 hari, namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran manusia. Anak-anak biasanya sembuh lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Virus ini menular lewat udara. Rubela juga biasanya ditularkan oleh ibu kepada bayinya, makanya disarankan untuk melakukan tes Rubela sebelum hamil. Bayi yang terkena virus Rubela selama di dalam kandungan beresiko cacat. Sering dijumpai apabila infeksi dijumpai pada kehamilan trimester I (30-50%). Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella:

  1. Mata (katarak, glaucoma, mikroftalmia)
  2. Jantung (Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum terbuka)
  3. Alat pendengaran (tuli)
  4. Susunan syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)

Dapat pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologik (termasuk trombositopenia dan anemia), hepatosplenomegalia dan ikterus, pneumonitis interstisialis kronika difusa, dan kelainan kromosom. Selain itu bayi dengan rubella bawaan selama beberapa bulan merupakan sumber infeksi bagi anak-anak dan orang dewasa lain.

  1. Waktu inkubasi

Virus Rubela memiliki waktu inkubasi 2 sampai dengan 3 minggu.

  1. Diagnosis

Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir sama dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Virus pada rubella sering mencapai dan merusak embrio dan fetus. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus atau dengan ditemukannya kenaikan titer anti rubella dalam serum.

Nilai titer antibody

  • Imunitas 1:10 atau lebih
  • Imunitas rendah < 1:10
  • Indikasi adanya infeksi saat ini > 1:64

Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka abortus buatan perlu dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan cacat bawaan menjadi kurang yaitu 6,8% dalam trimester II dan 5,3% dalam trimester III.

  1. Gejala
  • Pembengkakan pada kelenjar getah bening.
  • Demam diatas 38 derajat Celsius.
  • Mata terasa nyeri.
  • Muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh.
  • Kulit kering.
  • Sakit pada persendian.
  • Sakit kepala.
  • Hilang nafsu makan.

 

  1. Isolasi

Dianjurkan selama diisolasi sekurang-kurangnya 4 hari setelah gejala bintik-bintik merah muncul.

  1. Pencegahan

Imunisasi MMR pada usia 12 bulan dan 4 tahun. Vaksin rubella merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak. Vaksin MMR diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.

Wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan serologi untuk rubella. Jika tidak memiliki antibodi, diberikan imunisasi dan baru boleh hamil 3 bulan setelah penyuntikan. Vaksinasi sebaiknya tidak diberikan ketika ibu sedang hamil atau kepada orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan akibat kanker, terapi kortikosteroid maupun terapi penyinaran.

 

 

 

 

BAB III

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN RUBELLA

NO.REGISTER                                  : A-75250

MASUK BPS TANGGAL, JAM      : 11 Februari 2008 jam 09.00

 

S

 

  1. Biodata                   Ibu                                                       Suami

Nama               : Ny. Ariska                                                     Tn. Beni

Umur               : 24 tahun                                                        28 tahun

Alamat                        : Mekarsari, Bogor

Keluhan Utama

Ibu mengeluh demam menggigil, berkeringat, sakit kepala, hilang nafsu makan, sakit pad persendian

O

 

1. Pemeriksaan Fisik

a.  Keadaan umum : Pucat                  kesadaran: compos mentis

b.         Tanda vital

Tekanan darah : 90/70 mmHg

Nadi                : 76 kali per menit

Pernafasan       : 20 kali per menit

Suhu                : 38,5 ºC

c.  TB             : 160 cm

BB              : 60 kg

d. Kepala dan leher

Edema wajah : tidak ada

Cloasma gravidarum + / – (tidak ada)

Mata    : simetris, konjuctiva pucat/putih, nyeri tekan

Mulut  : Bibir kering dan pucat

Leher   : terdapat pembesaran kelenjar getah bening

e. Kulit                        : Kering dan muncul bintik-bintik merah diseluruh tubuh

2. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 11 Februari 2008  jam 09.05 dilakukan pemeriksaan HB : 11gr%

A

 

  1. Diagnosis Kebidanan

Primigravida 24 th  umur kehamilan 25 minggu dengan Rubella

 

2. Masalah

Ibu  tidak mengetahui penyebab keluhan yang dirasakannya dan cara     mengatasinya.

3. Kebutuhan

KIE tentang penyebab keluhan dan cara mengatasinya.

4. Diagnosa potensial

Rubella yang tidak teratasi bisa membuat janin cacat ataupun keguguran

  1. Masalah Potensial

Tidak ada

6. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien

a. Mandiri

Mengurangi rasa cemas pada ibu dan keluarga, dan memrikan obat turun panas

b. Kolaborasi

Test darah serologi antigen Rubella di laboratorium

c. Merujuk

Merujuk ke RS

P

 

Tanggal 11 Februari 2008 jam 09.20 WIB

  1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa keluhan yang dirasakan seperti demam menggigil, berkeringat, sakit kepala, nyeri tekan pada mata dan bintik-bintik merah pada seluruh tubuh merupakan gejala penyakit campak/Rubella.

Ibu dan keluarga sedikit cemas mendengar penjelasan bidan.

  1. Memberi KIE singkat tentang penyakit rubella pada ibu dan keluarga. Menjelaskan bahwa Rubella merupakan virus yang menyebar melalui udara namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran manusia sebelum akhirnya menginfeksi tubuh. Namun penyakit ini apabali menginfeksi pada keadaan hamil trimester II atau III kemungkinan cacat yang terjadi pada janin semakin berkurang sehingga ibu dan keluarga tidak perlu khawatir asal penanganan sakit ibu diatasi dengan baik.

Ibu dan keluarga mengerti penjelasan bidan

  1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa untuk memastikan ibu menderita penyakit malaria atau tidak ibu harus menjalani tes laboratorium di rumah sakit.

Ibu dan keluarga bersedia melakukan tes laboratorium di rumah sakit.

  1. Memberitahu keluarga untuk merujuk ibu ke RS untuk mendapatkan penangan penyakit Rubella dengan segera.

Keluarga bersedia untuk merujuk ibu ke RS.

5. Mendampingi ibu pada saat dirujuk.

6. Menganjurkan ibu untuk tetap makan dan minum untuk masukan nutrisi dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

rubella/380bb3edb81f28dae4ae8582f7166fa6.htm

rubella/rubella_torch.html

RUBELLA Dalam Kehamilan atau Kandungan « Asuhan Keperawatan dan Asuhan Kebidanan.htm

BAB I

PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ yang sangat penting bagi manusia, karena jantung diperlukan untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh mendapatkan oksigen dan sari makanan yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Karena itu, jantung perlu dijaga agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Kehamilan akan menyebabkan perubahan fisiologis yang luas pada sistem kardiovaskular., dan berakibat terjadinya gangguan pada jantung dan aliran darah sehingga perlu dipertimbangkan jika terjadi kehamilan. Pada wanita sehat dapat beradaptasi terhadap perubahan hemodinamik (denyut jantung, sistem pernafasan, volume darah, hormon dan lain sebagainya).

Namun perubahan-perubahan ini dapat menjadi ancaman pada wanita dengan penyakit jantung. Walaupun penyakit jantung jarang muncul secara de novo selama kehamilan, namun banyak  wanita dengan penyakit jantung yang telah diketahui sebelumnya atau wanita dengan potensi penyakit jantung mengalami kehamilan.

Insiden penyakit jantung pada kehamilan adalah sekitar 1% dan terus meningkat. Perubahan ini mungkin sebagai hasil dari kemajuan penatalaksaan penyakit jantung selama beberapa dekade terakhir, hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah wanita dengan penyakit jantung bawaan mencapai usia dewasa dan mampu melahirkan. Kemajuan teknik  operasi dan medika mentosa  menyebabkan penurunan penyakit jantung rematik secara drastis dibandingkan dengan penyakit jantung kongenital di dunia barat.

Namun di negara berkembang, penyakit jantung rematik masih cukup tinggi. Hal ini akan menambah penyebab utama kematian pada maternitas, terhitung  35 kematian secara tidak langsung di Inggris dari tahun 1997-1999. Di Malaysia, suatu laporan yang diterbitkan tahun 2000, terdapat 77 kematian  akibat penyakit jantung pada kehamilan, sekitar 16,4%  dari seluruh kematian pada kehamilan dari tahun 1995-1996. Sebagai tambahan, masih terdapat angka morbiditas yang patut dipertimbangkan berkenaan dengan gagal jantung kongestif, komplikasi tromboemboli, dan gangguan irama jantung. Komplikasi  pada fetus mencakup keguguran, restriksi pertumbuhan intrauterinne, dan kelahiran premature.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Jantung

Secara umum, penyakit jantung dapat diklasifikasikan menjadi penyakit jantung sianosis dan penyakit jantung asianosis. Keterlibatan katup jantung yang multipel tidak umum terjadi, termasuk 17 wanita dengan penyakit yang melibatkan 2 katup, sedangkan 2 wanita memiliki  penyakit  jantung yang melibatkan 3 katup jantung.

Studi retrospektif yang membandingkan kasus penyakit jantung dengan populasi  obstetri secara umum selama lebih dari periode 3 tahun. Tingkat induksi kelahiran tidak berbeda.  Penggunaan analgesia epidural yang lebih tinggi pada persalinan memicu bertambahnya tingkat kelahiran dengan alat, walupun tidak ada perbedaan  dengan tingkat persalinan dengan opeasi caesar. Banyak bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah,  pada kelompok dengan penyakit jantung, namun angka mortalitas perinatal tidak berubah.

Tidak ada kasus penyakit jantung sianosis selama periode penelitian ini. Secara mencolok, pada penelitian tentang penyakit jantung sianosis (tidak termasuk  Eisenmenger’s complex) ditemukan bahwa komplikasi kardiovaskular pada kehamilan muncul pada 32% pasien dengan 1 kematian, dan hanya 43% dari kehamilan yang dapat lahir hidup.

Penyakit jantung juga bisa dikategorikan menurut risiko kematian, yang tergantung dari lesi jantung yang mendasari dan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association (NYHA). Kategori berdasarkan resiko akan memandu kepada evaluasi lebih lanjut yang  lebih komprehensif dan penatalaksanaan yang optimal dari tiap kasus.

 

 

 

 

 

 

Penyakit jantung asianosis; klasifikasi dan insiden

Jumlah (n)

Lesi jantung congenital

Atrial septal defect                                                     20

Ventricular septal defect                                             15

Patent ductus arteriosus                                              5

Lesi jantung didapat

Rheumatic

–         mitral stenosis                                                   45

–         mitral incompetence                                          32

–         aortic incompetence                                          14

–         aortic stenosis                                                   5

–         pulmonary stenosis                                           4

Non-rheumatic

–         hypertrophic obstructive cardiomyopathy        2

–         Wolf-Parkinson-White syndrome                     1

Kategori berdasarkan resiko

Resiko

Tinggi

(mortalitas 25-50%)

Eisenmenger’s complex

 

 

Penyakit jantung sianosis (teralogy of  Fallot, Ebstein, transposition of the great vessels)

Hipertensi pulmonal

Penyakit jantung iskemik (infark miokard akut)

Obstruktif hipertrofi kardiomiopati

Gagal jantung (kardiomiopati peripartum).

Sedang – tinggi (mortalitas 5-15 %)

Stenosis katup

Koartasio aorta

Riwayat infark miokard

Sindrom Marfan

Katup prostetik mekanis

 

Rendah

(mortalitas kurang dari 1%)

Regurgitasi mitral ringan s/d sedang

Prolaps katup mitral

Defek septum ventrikel ringan

Defek septum atrium ringan

 

 

 

 

Perubahan Hemodinamik Normal Selama Kehamilan

Selama kehamilan volume plasma  mulai meningkat sejak dini mulai minggu keenam dan mendekati 150 % dari status normal  pada saat melahirkan. Kenaikan ini terjadi secara cepat pada kehamilan dini sampai trimester kedua dan menetap pada trimester ketiga sampai melahirkan. Pertukaran kompleks dari sistem renin angiotensin aldosteron, hormon reproduksi, prostaglandin, dan faktor natriuretik atrium memberi peranan pada perubahan volume ini. Bertambahnya volume darah ini meningkatkan volume distribusi obat. Penyesuaian dosis obat harus dipertimbangkan, dengan hasil meningkatnya klirens obat pada ginjal (laju filtrasi glomerulus  meningkat hingga 150%) dan meningkatnya metabolisme obat di hepar.

Penelitian secara longitudinal menunjukkan  peningkatan cardiac output  mendekati 1.3 sampai 1.5 l selama kehamilan. Cardiac output meningkat pada usia kehamilan 5 minggu dan meningkat sampai 45 % diatas garis batas pada gestasi 24 minggu. Hal ini dicapai dengan meningkatnya heart rate ( 29% ) dan stroke volume ( 18% ) penelitian Pulsed Doppler juga telah mengkonfirmasi perubahan ini. Pada kehamilan kembar peningkatan ini lebih tinggi.

Perubahan hemodinamik yang paling dalam muncul selama proses melahirkan, terutama akibat konstriksi uterus, rasa sakit, dan kecemasan. Autotransfusi transien muncul dengan kontraksi uterus dan sekitar 500 mL darah memasuki sirkulasi sentral, meningkatkan stroke volume dan cardiac output. Terdapat penambahan 12% demand pada kala 1 persalinan dengan peningkatan cardiac output 34% pada kala akhir. Segera setelah kelahiran terdapat peningkatan yang nyata pada intravaskular yang berhubungan dengan terlepasnya kompresi vena kava inferior secara tiba-tiba, yang menyebabkan peningkatan cardiac output yang lebih tinggi.

Diluar perubahan ini, tekanan darah  tetap tidak berubah. Stroke volume, heart rate dan cardiac output tetap meningkat selama 2 hari pertama postpartum dan turun secara drastis menuju garis batas dalam 10 hari.

 

 

 

 

Kehamilan yang Menggambarkan Penyakit Jantung

Banyak gejala pada kehamilan yang dapat menggambarkan penyakit jantung. Selama kehamilan terus berlangsung, pembesaran uterus menekan diagfragma ke atas sehingga menurunkan kapasitas vital dan total volume paru, menyebabkan sulit bernafas. Udema pada ekstremitas terjadi pada hampir semua wanita hamil, sebagai akibat meningkatnya total sodium dan air dalam tubuh dan kompresi vena kava inferior pada uterus yang matang. Kompresi vena kava inferior menyebabkan menurunnya venous return ke jantung dan menyebabkan sakit kepala ringan dan sinkop.

Palpitasi bisa terjadi dan biasanya merupakan tanda sinus takikardi, yang normal pada kehamilan. Bagaimanapun, paroksismal nokturnal dyspnoea dan sinkop, hemoptisis dan nyeri dada bukan merupakan gejala normal pada kehamilan dan harus dievaluasi lebih lanjut. Peningkatan volume plasma menyebabkan vena jugularis terisi lebih banyak dan tekanan vena sentral sedikit meningkat. Perubahan ukuran dan massa pada ventrikel kiri yang berhubungan dengan peningkatan volume dapat menyebabkan apical impulse bergeser ke kiri. Elevasi dan rotasi jantung yang disebabkan pelebaran uterus, juga memberi kontribusi pada pergeseran ini.

Perubahan pada auskultasi pada kehamilan normal telah didokumentasikan dengan baik. Intensitas bunyi jantung I dan bunyi jantung III terdengar pada 84% pasien. Hal ini dapat menyebabkan  kebingungan, karena dapat diinterpretasikan sebagai suatu murmur diastolik atau suatu opening snap. Bunyi jantung  IV umumnya tidak terdengar pada kehamilan dan terdengar hanya pada sekitar 4% pasien.

Ejeksi murmur sistolik umumnya terdengar pada 96% wanita hamil normal, baik pada batas sternum bawah atau pada daerah katup pulmonal. Hal ini terjadi secara sekunder terhadap perubahan hiperdinamik, mengindikasi adanya peningkatan aliran yang melalui katup aorta. Oleh karena itu, kecurigaan adanya murmur ejeksi sistolik, yang perlu dirujuk kepada ahli jantung, termasuk murmur pansistolik yang menyebar ke seluruh prekordium dan karotis dan kelainan lain dengan intensitas yang tidak berubah dengan posisi. Murmur diastol  tidak umum ditemukan pada kehamilan dan biasanya menandai adanya fungsi atau anatomi jantung yang tidak normal, yang memerlukan evaluasi lebih jauh. Sebagai tambahan, murmur sistolik atau kontinyu dapat terdengar pada ruang intercosta kanan atau kiri, berkenaan dengan meningkatnya aliran darah pada arteri mammaria interna.

Murmur ini dapat  berubah saat dilakukan penekanan pada stetoskop atau saat pasien pada posisi tegak lurus. Suara redup vena pada fossa supraklavikula kanan dapat membingungkan dengan murmur kontinyu  pada patent ductus arteriosus (PDA) atau fistula arteri-vena. Secara umum, murmur sistolik pada stenosis katup meningkat intensitasnya selama gestasi sebagai akibat dari meningkatnya volume sirkulasi darah dan stroke volume   dan murmur regurgitasi menurun intensitasnya sebagai akibat menurunnya tahanan perifer total.

Etiologi Penyakit jantung

  1. Hipervolumia
  2. Pembesaran rahim
  3. Demam rematik

Tanda dan gejala Penyakit jantung

  1. Aritmia
  2. Pembesaran jantung
  3. Mudah lelah
  4. Dispenea
  5. Nadi tidak teratur
  6. Edema pulmonal
  7. Sianosis

 

 

 

 

 

 

Menyelidiki Pasien dengan Penyakit Jantung Pada Kehamilan

Elektrokardiografi (EKG)

Perubahan normal pada pembacaan EKG yang muncul selama kehamilan mencakup sinus takikardi, pergeseran axis QRS ke kiri atau ke kanan dan denyut prematur atrium atau ventrikel. Denyut prematur atrium dan ventrikel, sinus aritmia, sinus arrest dengan irama nodal escape, wandering atrial pacemaker dan paroksismal supraventrikular takikardi, umumnya tidak terjadi selama proses melahirkan. ST segment elevasi, depresi, atau perubahan amplitudo gelombang P, QRS, atau T harus diinterpretasikan secara hati-hati. Beberapa pengarang telah melaporkan hal ini tidak menjadi masalah.

Dengan tidak adanya gejala, banyak perubahan EKG yang tidak spesifik ini tidak membutuhkan evaluasi lebih lanjut. EKG lebih berguna untuk mendiagnosa aritmia daripada untuk menggambarkan kelainan struktural.

Ekokardiografi

Ekokardiografi (m-mode, two-dimensional, Doppler) merupakan tes diagnostik non invasif yang terpilih pada kehamilan dan tidak menimbulkan bahaya terhadap janin. Prosedur ini akan menyediakan informasi mengenai cadangan kardiovaskular, termasuk diagnosa definitif dari berbagai kelainan struktural. Transesophageal echocardiography aman dan berguna untuk menyelidiki kelainan jantung kongenital yang kompleks dan endokarditis infektif, terutama  pada pasien dengan katup prostetik atau pasien yang sebelumnya menjalani operasi.

Perubahan echocardiography normal selama kehamilan mencakup peningkatan ukuran jantung dan massa ventrikel kiri. Sebuah efusi perikardial yang kecil dapat tercatat. Penyelidikan lain telah menunjukkan regurgitasi ringan pada katup, yang tidak memiliki makna klinis. Bagaimanapun, kelainan apapun pada ekokardiogram membutuhkan evaluasi klinis.

Radiografi dada

Paparan terhadap sinar X, terutama selama trimester pertama, dapat berbahaya terhadap janin, dan harus dihindari selama kehamilan. Bagaimanapun, radiografi dada normal dengan memberi penutup pada abdomen memberi dosis sekitar 0,1 rad terhadap ibu dan hanya sekitar 0,008 rad terhadap janin. Ini berarti janin dapat terpapar terhadap 625 kali radiografi dada sebelum melebihi batas 5 rads untuk durasi pada kehamilan.

Perubahan yang terlihat  pada radiografi dada pada kehamilan normal dapat menggambarkan adanya penyakit jantung. Hal ini mencakup peningkatan ringan ukuran jantung , pergeseran jantung secara horizontal  yang meningkat seiring gestasi, batas jantung kiri dan supply pembuluh darah pulmonal yang penuh seiring pembesaran palsu (pseudoenlargement) di atrium kiri yang berkaitan dengan lordosis tulang belakang.

Magneting resonance imaging

Prosedur ini hanya memberi sedikit peranan, walaupun terdapat peningkatan minat dan penelitian dalam hal ini. MRI merupakan model yang menarik untuk penyelidikan, selama tidak melibatkan iradiasi. Bagaimanapun, berbaring secara datar  merupakan masalah yang serius pada kehamilan dengan penyakit jantung.

Radioisotope scanning

Radioisotope scan, seperti thallium scan atau positron emission tomography, menggunakan paparan terhadap irradiasi sehingga berpotensi mendatangkan resiko pada kehamilan. Informasi yang sama dapat diperoleh menggunakan modalitas lain seperti stress echocardiography, yang tidak menggunakan radiasi. Uji latih dapat dilakukan secara aman pada kehamilan untuk menduga penyakit jantung iskemik atau kapasitas fungsional. Bradikardi janin telah dilaporkan dengan uji maksimal dan untuk itu pasien tidak diizinkan untuk melebihi 75% dari heart rate maksimalnya.

Invasive investigations

Kateterisasi jantung menghasilkan paparan sekitar 0,005 rads pada janin yang telah dilindungi penutup. Jika kateterisasi jantung diperlukan, akses dari arteri radialis atau arteri brakialis sebaiknya digunakan daripada pendekatan dari arteri femoral, yang berarti paparan radiasi yang lebih sedikit terhadap janin. Akses dari arteri radialis sekarang lebih populer daripada pendekatan dari arteri brakhialis, dengan kateter yang lebih kecil dan bentuk balon dan stent yang lebih baik, percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dapat dibawa keluar secara aman melalui rute arteri radialis, jika diperlukan.

 

Penatalaksanaan Pasien Hamil dengan Penyakit Jantung

Pertimbangan umum

Untuk meminimalkan resiko maternal dan fetal pada wanita hamil dengan penyakit jantung yang terjadi bersamaan membutuhkan usaha bersama dari para spesialis yang berpengalaman dengan penatalaksanaan mereka. Tim ini hendaknya melibatkan dokter ahli kandungan,  ahli jantung, ahli anestesi dan jika perlu, ahli bedah jantung. Klinik yang berisi berbagai ahli lebih dipilih dan kunjungan sebelum kehamilan akan memerlukan konseling yang sesuai berkenaan dengan  potensi resiko meternal dan fetal pada kehamilan. Pengaturan ini akan memberi dugaan yang akurat dari keparahan dan perjalanan  lesi jantung pada wanita tsb dan cadangan kardiovaskularnya.

Kehamilan merupakan kontraindikasi pada Eisenmenger sindrom, hipertensi pulmonal ( didefinisikan sebagai tekanan pulmonal lebih dari 40 mmHg) dan sindrom Marfan dengan keterlibatan aorta (diameter lebih dari 40mm), masing-masing berhubungan dengan resiko tinggi. Wanita dengan riwayat kardiomiopati peripartum sebelumnya disarankan untuk tidak hamil lagi karena kondisi ini akan kambuh dan memiliki prognosis buruk.

Terapi obat harus ditinjau ulang. Kebanyakan obat kardiovaskulas dapat digunakan pada kehamilan saat ada indikasi, dengan mempertimbangkan potensi resiko dan keuntungan untuk ibu dan janin. Bagaimanapun, obat-obat tertentu, seperti angiotensin-converting enzyme inhibitor, harus dihindari pada kehamilan berkenanan dengan gagal ginjal neonatal dan kematian.

Sindrom Marfan memiliki model genetik Mendelian yang diturunkan secara genetik dimana penyakit jantung kongenital diturunkan secara multifaktorial. Penatalaksanaan pada pasien ini juga mencakup konseling tentang implikasi genetik pada janin. Walaupun resikonya kecil namun dapat setinggi 10% saat dua anggota keluarga terkena dan 50% jika tiga anggota keluarga terkena.

Saat hamil, wanita dengan penyakit jantung secepat mungkin ditangani oleh berbagai ahli di klinik. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki masalah hemodinamik dan hanya membutuhkan sedikit intervensi atau tidak sama sekali, sementara sebagian lainnya dapat memperlihatkan gejala dekompensasi jantung. Terminasi kehamilan atau operasi jika ada  indikasi, mungkin dibutuhkan. Idealnya operasi apapun hendaknya dilaksanakan sebelum kehamilan, namun pasien dengan intractable heart failure atau gejala yang tidak bisa ditoleransi dan kegagalan terapi medis dapat memerlukan bedah jantung. Pada pasien dengan mitral stenosis yang berat, jika ada indikasi ( contoh saat balloon valvuloplasti menjadi kontraindikasi ) valvotomi mitral tertutup lebih disarankan daripada operasi jantung terbuka dimana terdapat risiko tinggi terhadap janin.

Dengan tehnik anastesi dan operasi yang canggih dan pemilihan pasien secara hati-hati, risiko valvulotomi tertutup tidak lebih tinggi daripada keadaan tidak hamil. Stres pada operasi itu sendiri dapat memicu persalinan dan untuk itu penggunaan tokolitik harus secara bijaksana.

Terkadang suatu PDA harus diligasi selama kehamilan karena derajat pirau kiri-kanan yang berat. Namun, penutupan defek septum atrium atau ventrikel sebaiknya dilakukan selama kehamilan karena perubahan hemodinamik yang dapat dipicu oleh penggunaan cardiopulmonary bypass. Namun telah dilaporkan beberapa operasi sukses dilakukan. Cardiopulmonary bypass  dapat mengatasi hipotermia, perfusi arteri yang berkurang dan perubahan pada koagulasi, dan keseimbangan asam basa pada plasenta dan janin. Angka mortalitas janin yang dilaporkan adalah antara 2,9% dan 20,2% dan anangka mortalitas maternal adalah antara 0 sampai 21 %.

Untuk menghindari komplikasi  ini, cardiopulmonary support harusnya  dengan aliran tinggi, normothermic, dan  diaktifkan tanpa hyperkalaemic arrest. Operasi hendaknya dilakukan pada posisi left decubitus dengan persiapan untuk caesar jika kehamilan sudah lebih dari masa gestasi 24 minggu.

Wanita dengan penyakit jantung paling baik diterapi pada klinik berbagai ahli pada pusat pelayanan tersier. Tujuan utama dari penatalaksanaan selama kehamilan adalah untuk menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko gagal jantung dan untuk memulai terapi  secara tepat. Faktor resiko gagal jantung mencakup anemia, infeksi (terutama infeksi saluran kemih), hipertensi, perkembangan aritmia dan kehamilan multipel. Pengawasan terhadap berat, tekanan darah dan denyut nadi, termasuk pemeriksaan kardiovaskular secara detail, hendaknya dilakukan setiap pemeriksaan antenatal untuk meyakinkan status hemodinamik pasien tetap optimal selama kehamilan.

Pemeriksaan ultrasound dini merupakan hal yang penting untuk mengkonfirmasi usia gestasi. Scan Ultrasound resolusi tinggi dengan echocardiography janin dilakukan pada usia gestasi 18- 22 minggu untuk menyingkirkan kelainan srtuktural, terutama kelainan jantung janin pada wanita dengan penyakit jantung kongenital  seperti VSD (ventricular septal defect) ,  atrial septal defect , dan PDA. Penilaian perkembangan janin dengan scan ultrasound secara serial adalah penting pada wanita dengan penyakit jantung berat dan lesi jantung kongenital sianosis. Jika pertumbuhan intrauterine yang terhambat terlihat, keadaan janin sebaiknya dinilai dengan Doppler velocimetry dan biophysical profile .

Persalinan  sebaiknya tanpa induksi karena alasan jantung, juga kemungkinan gagal induksi dan sepsis merupakan kontraindikasi. Bagaimanapun, induksi persalinan untuk alasan obstetri harus tetap dilakukan. Telah disepakati bahwa induksi yang mendekati persalinan dapat dibenarkan  untuk rencana persalinan selama jam-jam siang pada kasus yang rumit, sehingga perawatan pasien dapat optimal. Secara umum, persalinan spontan lebih baik karena tidak ada bukti yang mengatakan bahwa operasi caesar elektif memberi keuntungan, baik untuk ibu maupun untuk janin.

Namun untuk beberapa pasien dengan penyakit jantung berat, operasi caesar elektif dapat tetap menjadi pilihan yang terbaik. Penatalaksanaan intrapartum pada pasien dengan penyakit jantung sama pentingnya seperti pada wanita sehat. Persalinan yang lebih cepat akan meminimalkan stress persalinan  pada ibu dan efek hipoksia pada janin. Penanganan harus dilakukan untuk menghindari supine hypotension berkenaan dengan efek kompresi aortocaval oleh uterus yang gravid. Hal ini dapat dicapai dengan menopang ibu dengan bantal atau dengan berbaring pada posisi lateral kiri..

Keseimbangan cairan memerlukan perhatian lebih. Banyak persalinan yang tidak familier dengan kateter Swan-Ganz yang digunakan untuk monitor tekanan. Namun menjadi indikasi pada kasus-kasus resiko tinggi saat penggunaan cairan, diuretik dan agen ionotropic pada persalinan diperlukan. Untungnya, pada kebanyakan pasien, persalinan berlangsung cepat dan tanpa komplikasi.

Pada sebagian besar pasien dengan cadangan sirkulasi yang adekuat, anestesi epidural  cukup efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Anestesi epidural menurunkan cardiac output dengan menurunkan pengisian vena yang diikuti dengan dilatasi arteri perifer. Hal ini ditandai dengan tekhnik anestesi lokal dosis rendah. Anestesi epidural tinggi dapat berbahaya karena dapat menghambat plexus simpatis jantung yang dapat memicu denyut nadi yang menurun secara tiba-tiba. Walaupun  anestesi epidural dapat menstabilkan hemodinamik, tatap harus digunakan secara hati-hati pada hipertensi pulmonal primer atau pirau kanan ke kiri. Di bawah keadaan ini, anestesi umum dapat menjadi pilihan yang lebih aman.

Kebanyakan pasien mengalami persalinan yang cepat, terutama saat mereka telah mengkonsumsi digoxin. Weaver dan Pearson membuat sebuah postulat bahwa digoxin memiliki efek stimulasi secara langsung pada myometrium. Persalinan dibantu untuk meminimalkan peningkatan tekanan darah secara drastis yang disebabkan usaha mengedan. Namun melakukan persalinan dengan bantuan alat pada pasien yang mudah mendorong bayi keluar dengan sendirinya tidak memberi keuntungan apapun. Saat operasi caesar  diindikasikan, pilihan jenis anestesi harus ditentukan sesuai individu, tergantung pada kepentingan dan status penyakit maternal. Anestesi epidural aman selama tetap memperhatikan pengisian cairan dan pengawasan ketat. Anestesi spinal dapat menurunkan tekanan darah secara drastis. Walaupun kontroversial, anestesi umum mungkin lebih dipilih pada sindrom Eisenmenger.

Penggunaan obat sitotoksik pada kala III persalinan masih diperdebatkan. Syntometrine, kombinasi Syntocinon dan ergometrine, menurut teori akan menyebabkan kontraksi tonik pada uterus, memaksa sekitar 500 ml darah memasuki sirkulasi. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan merugikan pada pasien dengan stenosis mitral yang signifikan. Bagaimanapun, dalam situasi dimana perdarahan postpartum sulit diatasi, egometrine merupakan obat pilihan. Pada keseimbangan, Syntocinon lebih dipilih untuk profilaksis daripada ergometrine sejak syntocinon memiliki efek pada pembuluh darah dan dapat digunakan sbagai cairan infus. Obat ini juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan diuretik seperti furosemide. Oxytocics digunakan bersamaan  pada pasien dengan gagal jantung.

Karena tingginya angka mortalitas pada endokarditis infektif,  banyak pusat kesehatan yang telah menetapkan praktek pemberian antibiotik profilaksis saat persalinan dan masa puerperium.  Pembenaran penggunaan antibiotik berdasarkan pada munculnya bakteremia transien yang asimptomatik pada lebih dari 5% ibu saat persalinan dan pada laporan endokarditis pada masa puerperium. Namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa regimen antibiotik ini memiliki efek pada frekuensi endokarditis. Pada lebih dari  2165 wanita dengan penyakit jantung rematik atau penyakit jantung kongenital  dimana tidak digunakan antibiotik peripartum rutin, hanya ada 2 kasus (0,05%) dari endokarditis infektif  yang secara samar-samar berhubungan dengan  persalinan.

 

Lebih jauh lagi, antibiotik profilaksis rutin membawa resiko toksisitas obat dan endokarditis resisten antibiotik. Di Inggris direkomendasikan antibiotik profilaksis hanya pada wanita dengan katup artifisial yang mempunyai resiko tinggi. Bagaimanapun, karena adanya potensi konsekuensi  yang berat dan fatal pada endokarditis dan terapi biaya rendah, banyak yang menganjurkan antibiotik profilaksis pada pasien dengan penyakit jantung struktural.

Profilaksis endokarditis.

Kriteria

–          Katup jantung prostetik (termasuk  katup bioprostetik dan homograft

–          Malformasi kongenital

–          Endokarditis bakterial sebelum

–          Rematik dan disfungsi katup didapat (bahkan setelah operasi katup)

–          Kardiomiopati hipertrofi.

–          Prolaps katup mitral dengan regurgitasi katup.

Regimen yang direkomendasi

1 g ampicillin intravena/intramuscular + 120 mg gentamicin iv/im saat onset persalinan atau ruptur membran atau saat induksi anestesi dan 6-8 jam pasca persalinan.

Jika alergi terhadap penisilin , berikan 1 g vancomycin iv

Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung. Saat-saat yang berbahaya bagi penderita adalah :

  1. Pada kehamilan 32-36 minggu dimana volume darah mencapai puncaknya.
  2. Pada kala II wanita mengerahkan tenaganya untuk mengedan dan memerlukan tenaga jantung yang erat.
  3. Pada post partum,dimana darah dari ruang internilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk dalam sirkulasi darah ibu.
  4. Pada masa nifas, karena kemungkinan adanya infeksi.

Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan :

  1. Dapat terjadi abortus
  2. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan.
  3. Dismaturitis : lahir cukup bulan namun dengan berat badan rendah.
  4. Lahir dengan apgar rendah atau lahir mati.
  5. Kematian jani dalam lahir ( KJDL )

Klasifiksi penyakit jantung dalam kehamilan :

Kelas 1 :

  1. Tanpa pembatasan gerak fisik.
  2. Tanpa gejala pada kegiatan biasa

Kelas II :

  1. Sedikit dibatasi kegiatan fsiknya
  2. Waktu istirahat tidak ada keluhan
  3. Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insulfisiensi jantung.
  4. Gejalanya adalah lelah, palpitalis, sesak nafas, dan nyeri dada ( angin pectoris ).

 

Kelas III :

  1. Kegiatan fisik sangat dibatasi
  2. Waktu istirahat tidak ada keluhan
  3. Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung.

 

 

 

Kelas IV :

Waktu istirahat dapat menimbulkan keluhan insufisiensi jantung, apalagi kerja fisik. Kira-kira 80 % penderita adalah kelas I dan II dan kehamilan dapat meningkatkan kelas tersebut menjadi III atau IV, Faktor-faktor yang dapat pula mempengaruhi adalah umur, anemia, adanya aritmia jantung, dan hipertropi ventrikuler dan erhan sakit jantung.

Penatalaksanaan Penyakit jantung

Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam kehamilan tergantung pada derajat fungsionalnya :

–          Kelas I : tidak ada pengobatan tambahan yang dibutuhkan.

–          Kelas II : Biasanya tidak memerlukan terapi tambahan. Kurangi kerja fisik

terutama antara kehamilan28-36 minggu.

–          Kelas III : Memerlukan digitalisasi atau obat lainnya. Sebaiknya dirawat di RS

sejak kehamilan 28 – 30 minggu.

–          Kelas IV : Harus dirawat di RS dan dinerikan pengobatan bekerjasama dengan

kardiolog.

Perencanaan waktu dan proses persalinan, analgesia dan anestesia, pengawasan ketat jantung dan lokasi  persalinan harus direncanakan dengan baik, terutama pada pasien dengan penyakit yang berat. Pendekatan tim, termasuk pasien, sangat penting dalam proses membuat keputusan. Secara umum, persalinan normal per vaginam dengan analgesia yang efektif dan kala II yang cepat dan difasilitasi ( dengan forceps atau ekstraksi vacuum) lebih dipilih. Operasi caesar dilakukan untuk indikasi obstetri dan kondisi jantung yang spesifik. Kehilangan darah saat persalinan hendaknya diminimalkan dan diganti dengan segera jika diperlukan. Perawatan postpartum hendaknya mencakup early ambulation, perhatian pada masalah neonatal, dan pertimbangan  kontrasepsi

 

 

 

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL

DENGAN PENYAKIT JANTUNG

 

DATA SUBJEKTIF

–          Ibu tidak mampu melakukan aktifitas normal dan terdapat edema pada tungkai ibu.

–          Ibu sulit bernafas dan merasakan nyeri hebat pada daerah dada bagian kiri.

–          Ibu sering BAK.

 

DATA OBJEKTIF

  1. Keadaan Umum : sulit bernafas
  2. Tanda Vital

–          Pernafasan       : kurang dari 14 x / menit , terjadi Krekle, Hemoptisis, Takipnea, Dispnea, Ortopnea

–          TD                   : 160/110 mmHg

–          Suhu                : 38º C

–          Nadi                : >80 x/ menit

 

ASSESMENT

  1. Diagnosa kebidanan

Seorang ibu hamil dengan penyakit jantung.

  1. Masalah kebidanan

Ibu mengeluh nyeri pada dada bagian kiri serta mengalami ketidakmampuan melakukan aktifitas normal.

  1. Kebutuhan

KIE pada ibu tentang tanda-tanda penyakit jantung.

Penatalaksanaan penyakit jantung pada ibu hamil.

  1. Tindakan

Merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap untuk penanganan penyakit jantung.

 

PLANNING

  1. Menjelaskan pada ibu bahwa kehamilannya mengalami komplikasi penyakit jantung dan apabila tidak segera ditangani akan mengganggu kesehatan ibu serta janinnya serta penyebab terjadinya penyakit jantung antara lain dikarenakan oleh : Hipervolumia, Pembesaran rahim, Demam rematik.
  2. Memberitahu ibu tentang tanda dan gejala penyakit jantung seperti : Aritmia, Pembesaran jantung, Mudah lelah, Dispenea, Nadi tidak teratur, Edema pulmonal, Sianosis
  3. Memberitahu ibu tentang resiko yang akan terjadi pada kehamilan dengan penyakit jantung seperti :

–          Dapat terjadi abortus

–          Prematuritas : lahir tidak cukup bulan.

–          Dismaturitis : lahir cukup bulan namun dengan berat badan rendah.

–          Lahir dengan apgar rendah atau lahir mati.

–          Kematian jani dalam lahir ( KJDL )

  1. Ibu perlu dirujuk dan dilakukan pengobatan sesuai dengan kriteria kelas penyakit jantung yang diderita ibu serta penatalaksanaan yang tepat sehingga tidak membahayakan kesehatan ibu dan janin.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi.

Bandung : Elstar Offset.

Doenges E, Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC

Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I.

Jakarta : EGC

Prawiroharjo, Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka

Chamberlain, Geofferey. 1994. Obstetrik dan Ginekologi Praktis. Jakarta : Widya Medika

Ledewig. W. Patricia. 2005. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir.

Jakarta :EGC

Manumba, Ida Bagus. 1993. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi

Jakarta : EGC

Oxorn, Harry. 1990. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan . Yayasan

Esentia Medika

Heller, Luz 1991. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta : EGC

BAB I

PENDAHULUAN

Asma terdapat 3,4 – 8,4 % pada wanita hamil dan gangguan nafas sangat sering terjadi pada wanita hamil. Perjalanan asma selama kehamilan sangatlah bervariasi bisa tidak ada perubahan, bertambah buruk atau malah membaik dan akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil setelah tiga bulan melahirkan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan muncul pada usia kehamilan 24 – 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.

Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai efek yang serius baik bagi ibu maupun bagi janin. Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan pre-eklampsia, eklampsia, perdarahan vagina dan persalinan premature, sedangkan komplikasi terhadap bayi adalah intra uterine growth retardation, bayi premature dan meningkatkan kemungkinan resiko kematian perinatal. Oleh karenanya pasien hamil dengan asma harus dianggap sebagai pasien dengan kehamilan resiko tinggi. Tujuan penatalaksanaan pasien asma dalam kehamilan harus meliputi : pencegahan eksaserbasi akut, mengontrol symptoms, mengurangi inflamasi saluran nafas, memelihara fungsi paru rata – rata mendekati normal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi

Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap stimuli. (Varney, Helen. 2003)

Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. (Sylvia Anderson (1995 : 149)

Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)

Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma yang terkendali dengan baik tidak memiliki efek yang berarti pada wanita yang hamil, melahirkan ataupun menyusui. Asma mungkin membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa hamil, tetapi pada kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita mungkin mengalami semakin sering kehabisan nafas. Tetapi ibu-ibu yang tidak menderita asmapun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma/sekat rongga badan menjadi terbatas. Adalah penting untuk memiliki sebuah rancang tindak asma dan ini harus ditinjau kembali secara teratur

selama masa kehamilan.

 

B.Etiologi

Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam  reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka. Allergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal. Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)

Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asma intrinsik dan asthma ektrinsik.

a. Asma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus            spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu           telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.

b. Asma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).

 

Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi :

1.Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)

Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.

Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus

Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.

Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan  asma bronkiale.

 

2.Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)

Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).

 

3.Asma Bronkiale Campuran (Mixed)

Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

 

C. Faktor  Predisposisi

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :

a.Alergen

Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.

b.Infeksi saluran nafas

Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).

c.Stress

Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan  asma bronkiale.

d.Olah raga / kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.

e.Obat-obatan

Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.

f.Polusi udara

Pasien asthma  sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

g.Lingkungan kerja

Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).

D. Tanda dan Gejala

Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :

a.Nafas pendek

b.Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah terdengar bunyi wising yang timbul saat menghembuskan nafas.

c.Kadang-kadang batuk kering menjadi salah  satu  penyebabnya

d.Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.

E.Komplikasi

1. PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN

Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti preeklampsi, kematian perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah.

Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat pengobatan asma, atau faktor patogenetis.

Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan memberikan hasil yang baik pada periode perinatal.

Penelitian Shiliang Liu terhadap 2193 wanita dengan asma dibandingkan dengan 8772 wanita yang dipilih secara random sebagai kelompok kontrol di Canada, menemukan bahwa asma pada ibu hamil secara signifikan berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kelahiran preterm, bayi kecil atau besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama kehamilan, perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan seksio sesar. Kelainan terhadap janin didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi kecil dari masa kehamilan 12,2% dan persalinan preterm 10%.

Efek pada ibu :

Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan :

  1. Abortus
  2. Perdarahan vagina
  3. Persalinan premature
  4. Solusio plasenta 2,5%
  5. Korioamnionitis 10,4%

Efek pada janin :
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
1. Menurunnya aliran darah pada uterus
2. Menurunnya venous return ibu
3. Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri

Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
1. Menurunnya aliran darah ke tali pusat
2. Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
3. Menurunnya cardiac output

Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat badan Lahir rendah). Jika ibu sering mengalami serangan asama selama hamil, maka dapat menyebabkan suplai oksigen ke janin yang sangat diperlukan sel darah merah untuk mengangkut nutrisi ke janin menjadi teganggu sehingga janin dapat mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat (IUGR).

Terhadap ibu didapatkan juga beberapa keadaan seperti preeklampsia 3,3%, hipertensi selama kehamilan 8%, solusio plasenta 2,5%, korioamnionitis 10,4% dan persalinan dengan seksio sesar 26,4%. Oleh karena itu diperlukan perhatian ekstra terhadap ibu dan janin pada wanita hamil dengan asma.

F.Patofisiologi

Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos bronkus, meningkatnya sekresi lender, dan radang saluran nafas serangan ini dipicu oleh stimulasi yang beragam misalnya infeksi saluran nafas menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin atau kelembapan. Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap infeksi yang diperantai saraf vagus atau akibat dari kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel mast terhadap otot polos, atau sebagai akibat kedua dari mekanisme itu penyempitan bronkiolus meningjkatkan resistensi saluran nafas, menurunkan kecepatan aliran gas, dan menyebabkan terperangkapnya udara. Ketidaksesuaian ventilasi/perfusi yang diakibatkannya menimbulkan hipoksemia, yang mula-mula merangsang pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang ditunjukan oleh suatu PaCO2 yang rendah dan alkalosis pernafasan akut.

Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema  mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )

G. Pemeriksaan fisik

1. Riwayat

Pasien dengan riwayat asma yang telah berlangsung sejak lama ditanya sejak kapan, derajat serangan-serangan sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid yang telah lalu, riwayat sering dirawat di rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik yang pernah dialami, atau perawatan di ruang rawat darurat yang baru dialami dapat memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

2. Pemeriksaan Fisik

Serangan yang parah dicurigai dari adanya sesak nafas pada waktu istirahat, kesulitan mengucapkan kalimat, diaforesis atau penggunaan otot-otot pernafasan tambahan. Kecepatan respirasi lebih besar dari 30 kali/menit, nadi berdenyut lebih cepat dari 120 kali/menit dan pulsus paradoksus yang lebih besar dari 18 mmHg menunjukkan serangan berat yang berbahaya.

Gejala yang ditemui : wheezing sedang sampai bronkokonstriksi berat. Bronkospasme akut dapat bergejala obstruksi saluran nafas dan menurunnya aliran udara. Kerja system pernafasan menjadi meningkat drastis dan pada pasien dapat dilihat gerakan dada yang tertinggal, wheezing atau kesukaran bernafas. Peristiwa berikutnya pada refleks oksigen primer terjadi reflek ventilasi perfusi yang tidak sepadan karena distribusi dari saluran udara (bronchus) secara merata tidak terjadi.

3. Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaan fungsi paru seringkali normal dalam masa remisi. Selama masa serangan akut dan kadang-kadang ketika tidak ada simptom, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) berkurang dan juga kapasitas vital paksa (FVC) mengalami penurunan yang secara proporsional lebih kecil sehingga perbandingan FEV1 terhadap FVC menjadi berkurang (< 0,75). Dapat juga dijumpai hiperinflasi dengan kenaikan volume residual (FRC).

4. Pemeriksaan-pemeriksaan Laboratorium

a. Spirometri

Pengukuran yang objektif terhadap aliran udara sangat penting dalam evaluasi dan terapi terhadap serangan. Perawatan di rumah sakit dianjurkan bila FEV1 inisial kurang dari 30% dari harga normal atau tidak meningkat hingga paling sedikit 40% dari harga normal setelah diberikan terapi kuat selama 1 jam.

b. Gas-gas Darah Arteri (GDA)

Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan nafas akan menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2] yang berkorelasi secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen arterial (Pa O2) kurang dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.

Hampir semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga sedang-berat akan mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang dari 35 mmHg. Pada serangan berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa meninggi sebagai akibat dari kombinasi obstruksi berat jalan nafas, perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan peningkatan ventilasi, dan kelelahan otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi bisa merupakan tanda bagi kegagalan pernafasan yang sedang mengancam.

Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda lain asma berat, hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan evaluasi yang seksama untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau ventilasi mekanik.

c. Foto Thorax

Foto Thorax perlu dilakukan ringan. Pertimbangkan usia kehamilan

G.Penatalaksanaan

a.Mencegah timbulnya stress

b.Mencegah penggunaan obat seperti aspirin  semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan

c.Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti isoproterenol

d.Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru. Tetapi obat ini tidak boleh terlalu sering digunakan.

e.Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin.

Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian infus kortikosteroid. Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.

f.Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu hamil dan tidak menimbulkan masalah yang berat.

 

Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan saluran nafas (bronkodilator) mengurangi bengkak saluran nafas (anti inflamasi), dan untuk memudahkan pengeluaran lender. Selain itu obat dapat diberiakan melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan dan melalui rectal. Namun bagi ibu hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler (Alupen efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut ), karena efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.

Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik

1.Pengobatan non farmakologik

a. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

 

2.Pengobatan farmakologik

a. Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b. Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

c. Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d. Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

  1. Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

  1. Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

 

 

 

Pengobatan selama serangan status asthmatikus

  1. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
  2. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
  3. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
  4. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
  5. Antibiotik spektrum luas.

 

 

 

 

 

 

BAB III

Asuhan Kebidanan Pada ibu Hamil dengan Asma

DATA SUBJEKTIF

Seorang ibu hamil dengan umur kehamilan 24 minggu mengeluh sesak napas, dada terasa berat, dan batuk kering sejak memasuki umur kehamilan 24 minggu. Ibu mengatakan pernah menderita asma dan ada keturunan asma dari orang tuanya. baru dialami dapat memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga. Asmanya sering kambuh kalau terkena debu saat melakukan pekerjaan rumah tangga seperti saat membersihkan rumah.

 

DATA OBJEKTIF

  1. Keadaan umum           : baik               kesadaran        : CM
  2. Status emosional         : stabil
  3. Tanda vital     

Tekanan darah : 120/90

Nadi                : 80 kali/menit

Pernafasan       : 31 kali/menit

Suhu                : 36,50C

BB/TB             : 57 kg/155 cm

 

ASSESMENT

  1. Diagnosa Kebidanan

Ny ‘S’ umur 25 tahun G1P0Ab0Ah0 UK : 24 minggu dengan asma

  1. Masalah

Ibu mengatakan sesak napas, dada terasa berat, dan batuk kering

  1. Kebutuhan

-KIE tentang penyakit asma dalam kehamilan

-KIE cara mencegah timbulnya serangan asma

  1. Diagnosa potensial

Ibu hamil dengan asma berpotensi terjadi abortus, perdarahan pervaginam, persalinan premature, solusio plasenta, korioamnionitis pada ibu; BBLR dan IUGR pada bayi.

  1. Masalah potensial

Tidak ada

  1. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
    1. Mandiri

Tidak dilakukan

  1. Kolaborasi

Pemeriksaan laboratorium di Laboratorium ‘CITO’ untuk pemeriksaan spirometri, GDA, dan foto torax

  1. Merujuk

Merujuk ke dr. Ahsanudin SpOg bagian kebidanan Rumah sakit dr. Sarjito untuk pengobatan dan penanganan lebih lanjut.

PLANNING

  1. Menjelaskan kepada ibu bahwa kondisi ibu saat ini baik.

Ibu memahami bahwa kondisinya saat ini baik.

  1. Menjelaskan pada ibu bahwa biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu karena gerakan diafragma/sekat rongga badan menjadi terbatas.

Ibu memahami bahwa usia kehamilannya saat ini biasanya timbul serangan asma.

  1. Menjelaskan kepada ibu tentang gejala asma, yaitu sesak napas, dada terasa berat, dan batuk kering, dan adanya bunyi nafas/wheezing

Ibu memahami tentang gejala asma.

  1. Menjelaskan pada ibu:
    1. Menghindari faktor pencetus,yaitu allergen. Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya..
    2. Menganjurkan pasien untuk menghindari udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakara dan serta bau yang tajam.
    3. Menganjurkan ibu untuk mengurangi stressor baik fisik maupun psikologis dengan istirahat cukup, tidak melakukan aktivitas berat/aktivitas yang melelahkan, dan melakukan ralaksasi.

Ibu paham dan akan melaksanakan nasehat bidan

  1. Menjelaskan pada ibu bahwa asma bisa menimbulkan komplikasi pada ibu dan bayi sehingga ibu harus menjaga kondisinya.

Ibu memahami penjelasan bidan dan akan selalu menjaga kondisinya.

  1. Menganjurkan ibu untuk pemeriksaan laboratorium di laboratorium ‘CITO’ untuk pemeriksaan spirometri, GDA, dan foto torax.

Ibu bersedia melakukan pemeriksaan laboratorium di Laboratorium ‘CITO’

  1. Merujuk ibu ke dr. Ahsanudin SpOg bagian kebidanan Rumah Sakit dr. Sarjito untuk pengobatan dan penanganan lebih lanjut.

Ibu bersedia dirujuk ked dr. Ahsanudin SpOg bagian kebidanan Rumah Sakit dr. Sarjito untuk pengobatan dan penanganan lebih lanjut.

  1. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang satu bulan lagi atau jika ada keluhan.

Ibu bersedia datang satu bulan lagi atau jika ada keluhan.